Cara penginjilan Anak

|
Edward L. Hayes (“Evangelism of Children” dalam Childhood Education in the Church, 153) menganggap isu tentang penginjilan anak sebagai “the core of our faith and is the root of true Christian Education”. Tidak seperti penginjilan dewasa, baru beberapa dekade silam saja penginjilan anak dianggap sebagai pelayanan gereja yang penting.

A. Beberapa faktor yang mempengaruhi:
Konsep tentang baptisan anak.
Mereka yang menerima dan menekankan baptisan anak menganggap pemberitaan Injil dan pengajaran iman Kristen kepada anak-anak merupakan suatu keharusan. Anak adalah bagian dari umat Tuhan, karena itu gereja dan orang tua harus mengabarkan Injil kepada anak-anak.
Konsep tentang anugerah dan kerusakan total.
Mereka yang menerima doktrin total depravity menganggap anak-anak perlu mendapatkan keselamatan sedini mungkin. Mereka yang terlalu menekankan anugerah (tapi secara salah) menganggap anugerah Allah bekerja dalam diri anak-anak sampai mereka mencapai usia tertentu di mana mereka bisa bertanggung jawab terhadap tindakan mereka. Pandangan terakhir ini melemahkan penginjilan anak.
Integrasi Psikologi dan kebenaran Alkitab.
Integrasi ini memimpin pada sikap skeptis terhadap kemampuan anak kecil untuk bertobat secara sungguh-sungguh. Sampai umur berapakah seorang anak mampu mengambil keputusan tentang iman? (biasa disebut dengan istilah the age of accountability).

Penginjilan anak dalam Alkitab
1. Apa yang tidak dijelaskan Alkitab
Alkitab tidak mengajarkan metodologi tertentu dalam penginjilan anak.
Alkitab tidak mengajarkan pada usia berapa seorang anak mampu meresponi Injil.
2. Apa yang dijelaskan alkitab
Anak-anak termasuk dalam anggota kerajaan Allah (Mar. 9:33-37; 10:15).
Anak-anak bisa binasa atau, sebaliknya, menerima hidup yang kekal (Mat. 18:14).
Anak-anak sangat dihargai Tuhan (Mat. 18:5//Mar. 9:36//Luk. 9:48; Mat. 18:10).
Anak-anak bisa disesatkan (Mat. 18:6-14//Mar. 9:42//Luk. 7:2). Ini mengindikasikan bahwa anak-anak juga sudah bisa dibawa pada kebenaran.
Seandainya istilah “seisi keluarganya” dalam Perjanjian Baru termasuk anak-anak, berarti ada referensi tentang pertobatan anak kecil (Kis. 16:33-34).

The Age of Accountability
A.H. Strong memberikan beberapa pedoman umum tentang the Age of Accountability.  
Masa pertobatan yang mungkin bagi anak-anak dimulai saat kesadaran moral pertama muncul. Ketika seorang anak mulai menyadari baahwa apa yang ia lakukan adalah dosa (bukan hanya salah), saat itulah ia memiliki kemampuan untuk percaya.
Kemungkinan alami untuk berbuat baik paling besar terjadi pada saat kelahiran, setelah itu semakin lama akan semakin berkurang.
Perubahan karakter sedini mungkin lebih menjanjikan pertumbuhan daripada pertobatan di kemudian hari, setelah lama hidup dalam dosa.

Meskipun the age of accountability sangat relatif dan sulit ditentukan, tetapi penginjilan kepada anak sedini mungkin tetap pilihan yang lebih Alkitabiah, logis dan bijaksana.
Pada penginjilan orang dewasa seorang pemberita Injil tetap menyatakan Injil, meskipun ia tidak bisa memastikan apakah orang tersebut akan menerima Injil. Masalah apakah seorang anak akan menerima atau menolak Injil adalah murni pekerjaan Allah. Tugas orang Kristen adalah memberitakan Injil.
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan berdosa (Mzm 51:7; Rom 5:12-19, kontra teori tabularasa John Locke), sehingga mereka membutuhkan anugerah Allah melalui Injil. Manifestasi status dan  natur ini, yang sudah muncul sejak usia dini, pada akhirnya harus menuntut pertanggungjawaban anak.
Gereja yang mempraktekkan penyerahan anak maupun baptisan anak memiliki tanggung jawab untuk memberitakan Injil, karena keanggotaan kerajaan Allah tidak diwariskan dari atau ditentukan oleh orang tua.

Injil yang diberitakan terus menerus jauh lebih baik daripada Injil yang “disimpan” untuk jangka waktu tertentu baru diberitakan. Melalui pemberitaan sejak dini dan terus menerus, seorang anak mempunyai kesempatan lebih banyak dan lebih dini untuk meresponi Injil. Selain itu, anak-anak perlu memasuki tahap memory lebih dahulu sebelum ia mampu memahami sesuatu. Dengan memberitakan Injil lebih dini, seorang anak memiliki dasar atau kerangka awal untuk memahami hal tersebut pada saat ia mampu memahaminya. Hal ini biasanya disebut pra-penginjilan.
Tidak ada seorang pun yang bisa memastikan the age of accountability. Orang yang menolak penginjilan anak pun tidak tahu sampai kapan ia harus menunggu memberitakan Injil. Ironisnya, ia tetap tidak akan tahu sampai kapan seorang anak tertentu mampu meresponi Injil sebelum ia mengabarkan Injil.

Kemampuan anak memahami dan menerima sesuatu sangat beragam, karena itu penginjilan sejak dini tetap merupakan pilihan terbaik. The age of accountability dipengaruhi oleh banyak faktor: situasi keluarga, latar belakang spiritual, perkembangan mental, dsb. Beberapa anak yang usianya sama belum tentu mencapai tahap the age of accountability pada waktu yang bersamaan.
Laporan menunjukkan bahwa mayoritas orang Kristen bertobat pada waktu kecil. Beberapa akhirnya menjadi tokoh penting dalam sejarah gereja. Statistik menunjukkan bahwa 90% hamba Tuhan terkenal bertobat pada usia anak-anak.

Salah satu survei terhadap 3000 pemuda Kristen di US menunjukkan bahwa satu dari delapan orang bertobat sebelum usia 6 tahun. Hampir 1500 orang bertobat pada usia di bawah 12 tahun (Miriam J. Hall, New Directions for Children Ministry, hal. 1980, 180).
  1. Polikarpus, bapa gereja terkenal, bertobat pada usia 9 tahun.
  2. Adam Clark, seorang ahli Alkitab terkenal, bertobat pada usia 4 tahun (Hall).
  3. Isaac Watts, seorang penulis hymne terkenal, bertobat pada usia 9 tahun (Hall).
  4. Matthew Henry, seorang ahli ALkitab terkenal, bertobat pada usia 11 tahun.
  5. Jonathan Edward, tokoh revivalis terkenal, bertobat pada usia 8 tahun.
Riset tahun 2000 menunjukkan bahwa sepertiga populasi dunia adalah anak-anak. 85% dari jumlah ini berada di negara-negara dunia ketiga. 40.000 anak di bawah 5 tahun meninggal setiap hari. 100 juta anak merupakan anak-anak jalanan (A. Scott Moreau, Evangelical Dictionary of World Missions, 177). 

Di Indonesia sendiri, 35% populasinya adalah anak-anak. Usia kanak-kanak merupakan usia krusial:
Anak-anak mudah mmpercayai segala sesuatu yang ia dengar atau lihat. Stephen Tong menulis, “Masa kanak-kanak, khususnya di bawah usia 12 tahun, adalah masa keemasan pembentukan kehidupan yang mungkin menjadi wadah di mana Roh Kudus mengalirkan berkat melalui orang ini kepada banyak jiwa. Atau mungkin juga menjadi wadah di mana setan memperalat orang ini untuk merusak satu masyarakat atau bangsa” (Arsitek Jiwa, 2-3).
Masa kanak-kanak sangat menentukan perkembangan seseorang di kemudian hari. St. Francis Xavier mengatakan, “Berikan kepadaku seorang anak sampai ia berusia 7 tahun, setelah itu engkau boleh mengambilnya kembali”. Konsep ini juga dipegang dan dimanfatkan oleh kaum Sosialis German (band.  Ams 22:6; 2Tim 1:5; 3:15-16.

Orang yang bertobat pada usia anak-anak akan memiliki peranan yang signifikan dalam pelayanan. Suatu kali D. L. Moody ditanyai oleh temannya tentang jumlah orang yang bertobat dalam kebaktian yang ia pimpin. Ia menjawab, “dua setengah”. Temannya lalu bertanya lagi, “maksudmu dua orang dewasa dan satu anak-anak?”. Moody menjawab, “Bukan. Dua anak-anak dan satu dewasa. Jika seorang anak bertobat, ia memberikan seluruh hidupnya kepada Allah, sedangkan seorang dewasa yang bertobat hanya memiliki setengah sisa hidupnya untuk dipersembahkan pada Allah” (Lois E. Le Bar, Children in the Bible School: The HOW of Christian Education, 26-27).
Alkitab menuntut orang untuk percaya supaya diselamatkan, bukan menuntut untuk memahami seluruh doktrin dulu baru diselamatkan. Anak-anak hanya perlu mengerti beberapa topik dasar tentang keselamatan (lihat bagian selanjutnya).
Kesederhanaan anak kecil merupakan pola yang harus diikuti oleh orang dewasa, bukan sebaliknya (Mat. 18:1-5//Mar. 9:33-37//Luk. 9:46-48). Bukan anak-anak yang harus memiliki iman seperti orang dewasa, tetapi orang dewasalah yang harus memiliki kesederhanaan dan kepolosan iman seorang anak kecil.

B. Beberapa pedoman dasar
Pahamilah tingkat perkembangan psikologis masing-masing anak dan perkembangan anak secara umum. Ada dua hal penting berkaitan dengan hal ini:
a). Fase pemahaman anak. yaitu Menghafal-Mengerti-Menjelaskan-Melakukan

b). Faktor yang mempengaruhi pemahaman. Topik ini perlu dipahami khususnya untuk penginjilan pada anak batita yaitu:
  • Kesan
  • Analogi
  • Konkretisasi
  • Kosa kata
Kosa kata. Jumlah kosa kata rohani yang dikuasai seseorang akan mempengaruhi pemahaman anak tersebut. Anak yang bertumbuh dalam pengajaran Alkitab cenderung lebih cepat dewasa kerohaniannya dibandingkan anak lain yang tidak diajar hal-hal rohani di rumah.
Jangan meminta/menunjukkan pertobatan seseorang kepada publik, misalnya pemberian Alkitab di depan kelas kepada yang ‘sudah’ percaya. Beberapa anak suka mendapat perhatian, pengakuan bahkan hadiah yang ditawarkan tersebut. Penginjilan pribadi kepada anak-anak seringkali lebih berhasil daripada penginjilan dalam kelompok.

Beritakanlah Injil sesederhana mungkin. Tugas penginjil anak hanyalah mempresentasikan Injil, bukan memberikan argumentasi/apologi. Penginjilan bukanlah pemaparan soteriologi (doktrin tentang keselamatan). Jangan ‘terganggu’ maupun mencoba menjelaskan aspek-aspek  keselamatan yang rumit, misalnya perbedaan pembenaran dan pengudusan, dsb.

Pahami dan batasi apa saja yang perlu untuk anak, misalnya Allah mengasihi kamu – kamu telah berdosa – Kristus telah mati di atas kayu salib untuk membayar dosamu – kamu harus mengakui bahwa kamu berdosa – selanjutnya mintalah pengampunan dari Tuhan – kamu memiliki hidup kekal di surga. Hindari topik keselamatan lain di luar hal-hal tersebut. Mill bahkan mengusulkan pola ABC yang sangat sederhana: (182).
Ask the Lord to forgive.
Believe that He will.
Confess sins.

Hafal dan kuasailah  beberapa ayat tentang penginjilan yang sederhana, misalnya Yoh 3:16,36; Roma 3:23; 5:6. Gunakanlah beberapa cerita Alkitab yang menarik dan mudah dimengerti oleh anak-anak serta sampaikan dalam beragam kreativitas.
Hati-hati dalam menggunakan istilah atau analogi dalam keselamatan (lihat Menjelaskan istilah-istlah PI kepada anak-anak).
Beri kesempatan anak untuk bertanya, sehingga penginjil bisa melihat sejauh mana anak memahami berita yang baru disampaikan.
Jangan memaksakan keputusan kepada anak.
Yang paling penting, bersandarlah kepada kuasa Roh Kudus.

Menjelaskan istilah-istilah PI kepada anak-anak
1). Dosa
Penjelasan tentang dosa sangat vital dalam penginjilan. Anak-anak tidak hanya diajarkan bahwa suatu tindakan salah, tetapi juga dosa. “Salah” bisa didasarkan pada etika umum maupun akibat negatif suatu tindakan, tetapi “dosa” merupakan pelanggaran terhadap kekudusan Allah dan Firman Tuhan. Berikut ini adalah beberapa gambaran sederhana tentang dosa yang bisa dipakai untuk menjelaskan kepada anak-anak.

Seorang guru melumuri telapak tangannya dengan lumpur dan berbagai kotoran lain (cat, spidol, tanah, dll). Lalu anak-anak diajak bersalaman menggunakan tangan tersebut. Mengapa anak-anak tidak mau bersalaman (berhubungan)? Karena tangan guru kotor dan tangan mereka bersih. Seandainya tangan mereka juga kotor, mereka pasti tidak akan keberatan untuk bersalaman. Begitu juga dengan Allah yang kudus yang tidak bisa bergaul dengan orang berdosa (Mat 5:8).
Seorang guru membuat lompatan dari suatu titik sejauh-jauhnya. Tempat pijakan tersebut lalu diberi tanda. Selanjutnya guru meminta anak-anak untuk melakukan lompatan yang sama dari titik start yang sama. Lompatan mereka pasti tidak bisa mencapai titik lompatan guru. Guru lalu mengukur jarak antara titik lompatan anak-anak dan guru dengan menggunakan mistar kertas yang masing-masing bagian ditulisi nama-nama dosa. (Mat 5:48).

Guru membuat target seperti olahraga panahan. Titik tengah disebut ‘Alkitab’, sedangkan titik-titik lain ditulisi nama-nama dosa, mulai dari ‘yang dianggap’ ringan sampai berat. Selanjutnya guru menyuruh masing-masing anak melemparkan sesuatu ke target tersebut. Aktivitas ini mengajarkan bahwa segala sesuatu yang tidak sesuai dengan Alkitab pasti dosa (1Yoh 3:4).
Pertama-tama guru membuat sebuah jalan berliku-liku dari kapur bertuliskan Alkitab di sekeliling jalur tersebut. Di ujungnya letakkan sebuah kotak dengan tulisan “hidup kekal”. Mintalah semua anak menghafal jalur tersebut. Setelah itu beberapa anak matanya ditutup dengan kain, seluruh tubuh dan kakinya diikat dengan tali. Suruhlah mereka mencari kotak tersebut tetapi harus melewati jalur yang benar. Aktivitas ini mengajarkan bahwa ikatan dosa pada manusia tidak memungkinkan manusia untuk mendapatkan hidup kekal dengan usaha sendiri (Rom 3:23a).

2). Sorga
Menerangkan surga pada anak-anak merupakan tugas yang tidak mudah. Pertama, gambaran tentang surga di Alkitab adalah secara simbolis, yang sebenarnya menerangkan ‘keindahan persekutuan kekal dengan Allah.’ Kedua, gambaran Surga dalam Alkitab tidak menarik bagi anak-anak. Emas, batu permata dan berlian belum tentu menarik perhatian anak-anak, karena mereka belum memahami seberapa berharganya benda-benda atersebut. Pertanyaan yang sering diajukan anak-anak tentang surga justru ‘apakah di surga itu ada mainan?’  

Guru memulai dengan  gradual value.  Guru bisa mengambil suatu benda sebagai  titik berangkat, lalu menanyakan apakah ada sesuatu yang lebih menyenangkan/bernilai  dibandingkan dengan benda tersebut. Guru terus menanyakan apa yang lebih berharga daripada apa yang dijawab sebelumnya oleh anak-anak. Setelah mereka mencapai titik akhir, guru mengambil kesempatan untuk menjelaskan bahwa surga itu lebih menyenangkan  daripada jawaban terakhir tersebut. Tindakan yang mungkin bisa dirancang antara lain: uang Rp. 100 – Rp. 500 – pensil – tas – mainan (bisa dikembangkan  dari mainan yang tidakterlalu menyenangkan sampai mainan favorit anak – mobil sungguhan – rumah mewah, pesawat, dan lain-lain.

Seandainya anak-anak bertanya “apakah yang paling indah di surga?”, guru harus mampu menjelaskan bahwa hal terindah adalah bersama dengan Allah selamanya. Untuk menerangkan hal ini, guru bisa mulai dengan pertanyaan ”apakah yang anak-anak rasakan seandainya diberi mainan yang bagus, tetapi ditinggal orang tua pergi selama 1 minggu serta mereka harus melakukan segala sesuatu sendiri?” Sebagaimana anak-anak  selalu ingin bersama dengan orang tua lebih daripada kesenangan mereka terhadap mainan, demikian juga nanti mereka di surga yang akan selalu ingin bersama dengan Allah.
Guru bisa mengawali dari Wah. 21:4 maupun 4:23. Setiap anak pasti tidak menyukai air mata/kesusahan maupun ruangan yang gelap. Guru bisa memulai dengan pertanyaan “apakah yang seringkali membuat anak-anak menangis?” Jawaban yang mungkin bisa ditebak adalah sakit, dipukul orang tua, dll. Selanjutnya guru menjelaskan bahwa semua itu tidak ada lagi di surga..     
  
3). Allah
Konsep Allah yang penting bagi anak-anak adalah Allah sebagai Pribadi yang penuh kasih tetapi juga adil. Ia mengasihi manusia dan tidak ingin manusia menderita, tetapi dosa manusia juga harus dihukum.

Dua orang berdiri bersebelahan. Kaki kanan orang ke-1 diikat dengan kaki kiri orang ke-2. Sambil berjalan bersamaan, dua orang tersebut bergantian menyebutkan 1Yoh 4:8 “Allah adalah kasih” dan Kel 34:7b “tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman”.
Guru memakai dua sarung tangan. Yang kiri bertuliskan “adil”, sedangkan yang kanan bertuliskan “kasih”. Guru lain secara sengaja menjatuhkan suatu benda milik guru yang memakai sarung tangan. Guru pertama memukul guru kedua dengan menggunakan tangan kiri, sementara tangan kanannya mengelus rambut guru kedua.

4). Penghapusan dosa
Konsep tentang penebusan seringkali sulit dimengerti oleh anak-anak. Hal ini bisa disubstitusi dengan konsep penghapusan dosa atau penggantian hukuman.
Guru menyiapkan sebuah gelas bening dengan air yang sudah dicampuri Betadin. Setelah itu guru mengeluarkan sebuah salib kecil dari sedotan yang telah diisi vitamin Ester-C yang telah dihaluskan. Dengan perlahan dan sambil bercerita guru menuangkan serbuk tersebut ke dalam gelas. Setelah serbuk Ester-C habis, guru mengaduk air dengan menggunakan salib kecil tersebut. Air akan berubah menjadi bening kembali. Cara ini bisa divariasi dengan air tinta dan dinetralisir dengan cairan pemutih.

Drama singkat. Ada dua orang saudara kembar: Joni dan Jono. Jono seorang anak yang nakal dan suka berkelahi, sedangkan Joni adalah anak yang manis yang suka tinggal di rumah. Suatu ketika Jono berkelahi dengan seseorang sehingga orang tersebut terluka parah. Darah yang keluar begitu banyak sampai kaos Jono menjadi merah. Dalam keadaan bingung karena mendengar mobil polisi lewat, Jono melarikan diri ke rumah. Ia lalu menceritakan apa yang terjadi dengan Joni saudaranya. Joni lalu meminta Jono bertukar kaos dengan dirinya. Setelah itu ia keluar dari rumah dan menyerahkan diri kepada polisi. Joni akhirnya dihukum karena perbuatan Jono.

5). Bertobat
Pertobatan bukanlah dosa lama yang diimbangi dengan perbuatan baik. Pertobatan bukan hanya tambahan perbuatan baik, tetapi peninggalan dosa-dosa. Siapkan sebuah kertas yang telah ditulisi berbagai macam jenis dosa. Tulisan-tulisan tersebut usahakan berukuran agak besar. Setelah itu lakukan langkah-langkah berikut ini:
  • Tarik ujung kanan atas hingga menempel tepi kiri. Lipatlah sesuai dengan bentuk tersebut.
  • Lakukan hal yang sama pada ujung kiri atas (sekarang ekrtas berbentuk seperti rumah).
  • Lipat pada bagian tengah secara vertikal sehingga kedua sisi kertas bertemu.
  • Setelah itu guru mulai merobek sisi luar kertas secara vertikal. 
  • Usahakan robekan tersebut sedikit demi sedikit sampai lebar kertas tersisa sekitar 3 cm.
  • Taruhlah robekan-robekan tersebut ke dalam sebuah tempat.
Kertas dibuka secara perlahan sambil bertanya kepada anak-anak apakah yang akan terjadi jika hidup mereka yang penuh dengan dosa terus-menerus dihilangkan. Ketika kertas dibuka, sisa kerta akan membentuk sebuah tanda salib. Guru menjelaskan bahwa inilah hasil kalau anak-anak terus menerus bertobat.

Selanjutnya, mintalah anak-anak mengambil robekan-robekan tadi dan mencoba menggabungkan kembali menjadi bentuk kertas semula. Mereka tidak akan bisa melakukan bongkar pasang ini. Begitu juga dengan orang yang bertobat. Ia tidak bisa kembali lagi pada dosa-dosanya.

6). Mengajak anak menerima Yesus
Setelah menjelaskan semua hal pokok tentang keselamatan, guru menanyakan beberapa hal kepada anak:
Apakah kamu yakin akan masuk surga?
Apakah kamu ingin masuk surga?
Apakah yang menyebabkan kamu yakin akan masuk surga?
Catatan: jika jawaban anak masih kurang tepat, itu berarti anak tersebut belum memahami apa yang telah disampaikan. Bimbinglah anak tersebut sampai ia mengerti, setelah itu baru dibimbing untuk mengambil keputusan.

Siapkan beberapa lilin yang membentuk tanda salib di atas lantai. Mintalah anak-anak menuliskan semua dosa mereka di sebuah kertas tanpa ada teman lain yang melihat (bagi yang tidak bisa menulis bisa dibantu oleh guru setelah terlebih dahulu menanyai anak tersebut tentang dosa-dosa yang akan ia tinggalkan). Setelah mereka selesai menulis, suruhlah mereka berdoa dalam hati kepada Tuhan untuk pengampunan dosa. Secara tertib satu per satu membakar kertas tersebut (dengan bantuan guru) dan membuangnya ke dalam sebuah kaleng besar. Anak yang sudah selesai kembali ke tempat semula dan mulai menuliskan beberapa janji kepada Tuhan Yesus di sebuah kertas berbentuk salib. Beri kesempatan anak-anak untuk berdoa secara pribadi sekali lagi. Kertas berbentuk salib tersebut ditempel di Alkitab bagian depan.

Guru juga bisa membuat variasi dengan meletakkan sebuah tiruan salib dari kayu atau kertas karton. Suruhlah anak-anak menulis dosa-dosa seperti di atas, tetapi kertas yang telah ditulisi itu akhirnya diremas-remas dan ditaruh dibawah salib. Variasi lain adalah dengan menempelkan kertas-kertas tersebut di kayu salib. Guru juga bisa mengganti “dosa” dengan “kekuatiran”, “ketakutan”, dll.
Follow up. Guru perlu menyiapkan kurikulum yang terencana sebagai tindak lanjut dari pengambilan keputusan ini. Kurikulum yang dibuat sebaiknya melibatkan orang tua, guru sekolah (jika memungkinkan) dan pimpinan gereja.



 

Copyright © 2010 Data-Data Kebenaran Blogger Template by Dzignine