Jikalau kita sedang
dipenuhi oleh amarah, bagaimana caranya agar kita dapat meredakan amarah
tersebut? Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan:
Menenangkan Diri
Pertama, tenangkan diri
kita. Kitab Amsal menjelaskan, “Hati yang tenang menyegarkan tubuh” (Ams.
14:30). Suatu kali, Musa pernah menunjukkan kemarahannya saat orang Israel bersungut-sungut
kepadanya karena tidak ada air di padang gurun. Tuhan menyuruh Musa untuk
memukul bukit batu agar air keluar daripadanya. Namun, Musa memukul bukit batu
itu dengan tongkatnya dua kali dalam amarah. Akhirnya Tuhan menegur Musa dan oleh
karena ia tidak menghormati Nya, maka Musa tidak diijinkan masuk ke tanah
Kanaan (Bil. 20:2-13).Menenangkan Diri
Kitab Mazmur
menjelaskan lebih lanjut tentang amarah Musa. Saat Musa merasa gusar dan
hatinya menjadi pahit, ia tidak dapat lagi mengendalikan kata-kata yang keluar
dari mulutnya (Mzm. 106:32, 33). Musa telah kehilangan ketenangan dalam hatinya.
Ketika seseorang kehilangan ketenangannya, maka mudah terpancing emosinya.
Sebaliknya, seseorang yang
dapat menenangkan diri,
maka ia tidak mudah terpancing amarahnya.
Menenangkan diri dapat
dilakukan dengan kerendahan hati. Jika kita penuh dengan kerendahan hati, lebih
mudah bagi kita untuk menerima kritikan, sindiran bahkan ejekan sekalipun dengan
ketenangan hati. Dalam perselisihan dan perbedaan pendapat, siapa yang pertama
kali menenangkan dirinya, maka dialah yang dapat memulai untuk menyelesaikan masalah
yang ada.
Lakukan Komunikasi
Lakukan Komunikasi
Kedua, lakukan
komunikasi secukupnya. Kitab Hakim-Hakim memberikan contoh tentang masalah yang
dihadapi dengan komunikasi dibandingkan dengan masalah yang dihadapi tanpa
komunikasi. Pada pasal 8:1, orang-orang Efraim berselisih-paham dengan Gideon
karena tidak dipanggil saat berperang. Kemudian, di ayat 2 dan 3, Gideon
berusaha memenangkan mereka dan berkomunikasi secukupnya. Akhirnya amarah
orang-orang Efraim menjadi reda.
Lalu pada pasal 12, hal
yang serupa terjadi lagi. Kali ini oran gorang Efraim berselisih-paham dengan
Yefta. Tetapi Yefta tidak menjawab mereka dengan baik, malah terpicu emosinya.
Akhirnya, konflik kedua
belah pihak semakin memanas dan berujung pada perang saudara yang menyebabkan
empat puluh dua ribu orang Efraim tewas (ayat 2-6). Komunikasi yang baik dan cukup,
dapat meredakan amarah. Permasalahan yang sulit, oleh karena komunikasi, dapat
dipermudah dan disederhanakan. Sebaliknya, tanpa komunikasi atau justru memberi
jawaban yang semakin memicu emosi, dapat memperkeruh permasalahan dan berakibat
pada konflik yang berkepanjangan.
Dipimpin oleh Roh Kudus
Dipimpin oleh Roh Kudus
Ketiga, dipenuhi oleh Roh
Kudus. Rasul Paulus dalam surat Galatia menekankan, “Jikalau kita hidup oleh
Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh” (Gal. 5:25). Hidup dipimpin
oleh Roh Kudus menghasilkan hidup dengan karakter buah Roh, yang salah satunya
adalah damai sejahtera.
Kedamaian dalam hati
memberikan kita kekuatan untuk menghadapi segala sesuatunya dengan ketenangan
hati. Jika hati kita dipimpin oleh Roh, maka emosi tidak mudah terpicu, amarah
tidak mudah meluap dan lamban menjadi marah.
Hidup dalam Kasih
Hidup dalam Kasih
Keempat, bertahan dalam
kasih. Seseorang yang dalam hidupnya bersandar pada kuasa doa, maka Tuhan akan menguatkannya
untuk dapat melakukan kasih. Sepasang suami istri, selalu menyediakan waktu
mereka untuk bersamasama membaca Alkitab dan berdoa secara rutin. Mujizat-pun terjadi.
Dalam kehidupan pernikahan mereka, jarang sekali timbul masalah rumah tangga ataupun
pertengkaran. Ketika hidup kita dipimpin oleh Roh Kudus, Tuhan akan memimpin kita
untuk menjadi orang yang lembut hatinya, dipenuhi oleh kasih Tuhan dan kemurahan-Nya.
Memiliki Pengertian
Memiliki Pengertian
Kelima, mengejar hikmat
rohani. Jika kita memahami bahwa sesungguhnya amarah tidak menghasilkan sesuatu
yang baik, maka tidak seharusnya kita lakukan. Sang penulis Amsal
memberitahukan bahwa
orang yang panjang sabar memaafkan
pelanggaran (Ams. 19:11) dan orang yang lambat
marah, ia memiliki pengertian (Ams. 14:29).
Justru orang yang tidak
mengejar hikmat rohani, yang lebih memilih untuk taat pada perbuatan daging
amarah, disebut oleh sang penulis Amsal sebagai orang yang bodoh. Kiranya Tuhan
Yesus memberikan kita kekuatan dan hikmat untuk berusaha meredakan amarah dalam
diri kita.