Kumpulan Ilustrasi Khotbah Kristen

|
Ilustrasi Khotbah
1). Ilustrasi: Berkat atau Kutuk
Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil. Meskipun ia miskin, semua orang cemburu kepadanya karena ia memiliki kuda putih cantik. Bahkan raja menginginkan hartanya itu. Kuda seperti itu belum pernah di lihat begitu kemegahannya, keagungannya dan kekuatannya.

Orang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda jantan itu, tetapi orang tua itu selalu menolak, "Kuda ini bukan kuda bagi saya," ia akan mengatakan. "Ia adalah seperti seseorang. Bagaimana kita dapat menjual seseorang. Ia adalah sahabat bukan milik. Bagaimana kita dapat menjual seorang sahabat." Orang itu miskin dan godaan besar. Tetapi ia tetap tidak menjual kuda itu.

Suatu pagi ia menemukan bahwa kuda itu tidak ada di kandangnya. Seluruh desa datang menemuinya. "Orang tua bodoh," mereka mengejek dia, "sudah kami katakan bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami sudah peringatkan bahwa kamu akan di rampok. Anda begitu miskin. Mana mungkin anda dapat melindungi binatang yang begitu berharga? Sebaiknya anda sudah menjualnya. Anda boleh minta harga apa saja. Harga setinggi apapun akan di bayar juga. Sekarang kuda itu hilang dan anda dikutuk oleh kemalangan."

Orang tua itu menjawab, "Jangan bicara terlalu cepat. Katakan saja bahwa kuda itu tidak berada di kandangnya. Itu saja yang kita tahu; selebihnya adalah penilaian. Apakah saya di kutuk atau tidak, bagaimana Anda dapat ketahui itu? Bagaimana Anda dapat menghakimi?"

Orang protes, "Jangan menggambarkan kita sebagai orang bodoh! Mungkin kita bukan ahli filsafat, tetapi filsafat hebat tidak di perlukan. Fakta sederhana bahwa kudamu hilang adalah kutukan."

Orang tua itu berbicara lagi, "Yang saya tahu hanyalah bahwa kandang itu kosong dan kuda itu pergi. Selebihnya saya tidak tahu. Apakah itu kutukan atau berkat, saya tidak dapat katakan. Yang dapat kita lihat hanyalah sepotong saja. Siapa tahu apa yang akan terjadi nanti?"

Orang-orang desa tertawa. Menurut mereka orang itu gila. Mereka memang selalu menganggap dia orang tolol; kalau tidak, ia akan menjual kuda itu dan hidup dari uang yang diterimanya. Sebaliknya, ia seorang tukang potong kayu miskin, orang tua yang memotong kayu bakar dan menariknya keluar hutan lalu menjualnya. Uang yang ia terima hanya cukup untuk membeli makanan, tidak lebih. Hidupnya sengsara sekali. Sekarang ia sudah membuktikan bahwa ia betul-betul tolol.

Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak di curi, ia lari ke dalam hutan. Ia tidak hanya kembali, ia juga membawa sekitar selusin kuda liar bersamanya. Sekali lagi penduduk desa berkumpul di sekeliling tukang potong kayu itu dan mengatakan, "Orang tua, kamu benar dan kami salah. Yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat. Maafkan kami."

Jawab orang itu, "Sekali lagi kalian bertindak gegabah. Katakan saja bahwa kuda itu sudah balik. Katakan saja bahwa selusin kuda balik bersama dia, tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa ini adalah berkat? Anda hanya melihat sepotong saja. Kecuali kalau kalian sudah mengetahui seluruh cerita, bagaimana anda dapat menilai? Kalian hanya membaca satu halaman dari sebuah buku. Dapatkah kalian menilai seluruh buku? Kalian hanya membaca satu kata dari sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh ungkapan? Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai seluruh hidup berdasarkan satu halaman atau satu kata. Yang anda tahu hanyalah sepotong! Jangan katakan itu adalah berkat. Tidak ada yang tahu. Saya sudah puas dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu karena apa yang saya tidak tahu."

"Barangkali orang tua itu benar," mereka berkata satu kepada yang lain. Jadi mereka tidak banyak berkata-kata. Tetapi di dalam hati mereka tahu ia salah. Mereka tahu itu adalah berkat. Dua belas kuda liar pulang bersama satu kuda. Dengan kerja sedikit, binatang itu dapat dijinakkan dan dilatih, kemudian dijual untuk banyak uang.

Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak muda itu mulai menjinakkan kuda-kuda liar itu. Setelah beberapa hari, ia terjatuh dari salah satu kuda dan kedua kakinya patah. Sekali lagi orang desa berkumpul sekitar orang tua itu dan menilai.

"Kamu benar," kata mereka, "Kamu sudah buktikan bahwa kamu benar. Selusin kuda itu bukan berkat. Mereka adalah kutukan. Satu-satunya puteramu patah kedua kakinya dan sekarang dalam usia tuamu kamu tidak ada siapa-siapa untuk membantumu. Sekarang kamu lebih miskin lagi."

Orand tua itu berbicara lagi, "Ya, kalian kesetanan dengan pikiran untuk menilai, menghakimi. Jangan keterlaluan. Katakan saja bahwa anak saya patah kaki. Siapa tahu itu berkat atau kutukan? Tidak ada yang tahu. Kita hanya mempunyai sepotong cerita. Hidup ini datang sepotong-sepotong."

Maka terjadilah 2 minggu kemudian negeri itu berperang dengan negeri tetangga. Semua anak muda di desa diminta untuk menjadi tentara. Hanya anak si orang tua tidak diminta karena ia sedang terluka. Sekali lagi orang berkumpul sekitar orang tua itu sambil menangis dan berteriak karena anak-anak mereka sudah dipanggil untuk bertempur. Sedikit sekali kemungkinan mereka akan kembali. Musuh sangat kuat dan perang itu akan dimenangkan musuh. Mereka mungkin tidak akan melihat anak-anak mereka kembali.

"Kamu benar, orang tua," mereka menangis, "Tuhan tahu kamu benar. Ini membuktikannya. Kecelakaan anakmu merupakan berkat. Kakinya patah, tetapi paling tidak ia ada bersamamu. Anak-anak kami pergi untuk selama-lamanya".

Orang tua itu berbicara lagi, "Tidak mungkin untuk berbicara dengan kalian. Kalian selalu menarik kesimpulan. Tidak ada yang tahu. Katakan hanya ini: anak-anak kalian harus pergi berperang, dan anak saya tidak. Tidak ada yang tahu apakah itu berkat atau kutukan. Tidak ada yang cukup bijaksana untuk mengetahui. Hanya Allah yang tahu."

Orang tua itu benar. Kita hanya tahu sepotong dari seluruh kejadian. Kecelakaan-kecelakaan dan kengerian hidup ini hanya merupakan satu halaman dari buku besar. Kita jangan terlalu cepat menarik kesimpulan. Kita harus simpan dulu penilaian kita dari badai-badai kehidupan sampai kita ketahui seluruh cerita.

Saya tidak tahu dari mana si tukang kayu belajar menjaga kesabarannya. Mungkin dari tukang kayu lain di Galelia. Sebab tukang kayu itulah yang paling baik mengungkapkannya:

"Janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri."

Ia adalah yang paling tahu. Ia menulis cerita kita. Dan Ia sudah menulis bab yang terakhir. (In The Eye of The Storm - Max Lucado)

2). Kebahagiaan yang sejati
Malaikat dipanggil Tuhan untuk menyembunyikan kebahagiaan. Mereka dipesan Tuhan dengan sungguh-sungguh untuk tidak memberitahu manusia dimana mereka menyembunyikannya. 

Malaikat pertama segera pergi ke bumi bagian paling bawah dan menyembunyikan kebahagiaan yang tidak mungkin diketahui manusia. Malaikat ke dua pergi ke langit paling atas ke tempat yang tidak mungkin bisa dijangkau oleh manusia.

Begitulah kita seringkali berpikir bahwa kita akan bahagia bila bisa memiliki kekayaan yang berlimpah-limpah. Ada juga yang beranggapan bahwa kebahagiaan bisa ditemukan jika bisa mencapai kekuasaan dan popularitas yang tertinggi. Banyak di antara manusia yang setelah berlelah-lelah untuk mencapainya mereka tidak menemukan kebahagiaan. Yang mereka dapat hanya kehampaan dan kekecewaan. Tetapi ngomong-ngomong, kemana malaikat ke-tiga  menyembunyikan kebahagiaan? Ternyata malaikat ke tiga  tidak pergi kemana-mana. Ia hanya pergi ke tempat dimana ada manusia yang memiliki hati yang suci dan tulus. 

Dan mememang benar bila kebahagiaan itu hanyalah hasil dari hidup yang melakukan kebenaran dengan hati yang suci dan tulus. Banyak orang yang menjadikan kebahagiaan sebagai tujuan justru tidak bahagia. Tetapi mereka yang menjaga hidupnya untuk terus berpegang pada kebenaran justru bahagia.
3). Tugas Kita
Ada sebuah kita menarik yang terjadi pada tahun 1968, yaitu saat lomba lari marathon Olimpiade di Mexico City. Kala itu semua acara sudah usai dan sebagian besar penonton sudah bubar. Yang tertinggal hanya para petugas dan beberapa wartawan yang sedang membereskan peralatannya.

Tiba-tida dari sebelah selatan muncul Stephe Akwari, pelari marathon dari Tanzania. Ia berlari dengan kaki pincang karena mengalami kecelakaan saat berlomba. 

Dengan langkah terseok-seok ia berusaha melintasi garis finish. Bud Greenspan, seorang kamerawan sempat memperhatikan dirinya. Terkesan dengan keuletannya, ia bertanya, “Mengapa anda harus menyelesaikan tugas melelahkan ini? Bukankah pertandingan sudah usai?”. Dengan terengah-engah ia menjawa, “Tanzania mengirim saya bukan untuk mengikuti marathon. Tanzania mengirim saya untuk menyelesaikan pertandingan.”

Keuletan Stephen Akwari memberi inspirasi kepada kita agar berusaha memahami arti sebuah tugas. Banyak orang menganggap tugas sebagai beban yang menyusahkan.Kita seirngkali gagal untuk bersukacita dalam pekerjaan kita akibat salah pengertian. 

Arti sebuah tugas adalah bahwa kita masih diberi kesempatan untuk menunjukkan potensi kita, karena itu kita harus membenahi cara berpikir kita dalam menghadapai sebuah tugas. Tugas adalah anugerah Tuhan bagi kita dimana kita bias membuat hidup kita menjadi lebih baik. Karena itu selagi masih ada kesempatan, kerjakanlah segala tugas itu dengan sungguh-sungguh

4). Menanti Dengan Setia
Bertahun-tahun yang silam, seorang pemuda dengan kekasihnya datang ke pantai di malam hari untuk saling berpisah.  Sang pemuda hendak berlayar ke negeri yang jauh di seberang lautan dan mengadu nasib.  Ia mengumpulkan kayu bakar, menyalakan api unggun dan membicarakan rencana mereka.  Ia berjanji ketika ia kembali nanti, ia akan mengambil kekasihnya sebagai isteri. 

Kemudian sang pemuda meminta kekasihnya untuk menyanyikan lagu kesayangan mereka, lagu cinta yang yang amat mereka sukai.  Setelah saling berucap janji setia untuk menanti, ia meminta kekasihnya untuk menyanyikan lagu itu satu kali lagi.  Ia berkata, “Aku akan kembali untukmu, dan aku akan membawamu ke sebuah rumah yang indah di pulau nan jauh di sana ke mana aku akan pergi.  Tapi sementara aku jauh darimu, aku akan kesepian, mungkin putus asa, dan setiap hari di waktu seperti ini, aku akan memikirkanmu dan mengingat kembali malam perpisahan ini.  Kemudian aku akan kembali di waktu yang sama seperti sekarang, dan ketika aku melihat api unggunmu dan mendengar nyanyianmu, aku tahu bahwa kamu telah setia dan tekun menanti.”  Dengan bercucuran air mata, sang gadis berjanji dan sambil mengucapkan salam perpisahan untuk terakhir kalinya, sang pemuda naik ke kapal dan berlayar di tengah gelapnya malam.  Ia pergi jauh untuk mengadu nasib dan entah apa yang akan ia dapat.

Keesokan malamnya, sesuai dengan janji, sang gadis datang ke pantai itu.  Ia berdiri di sisi api unggun dan menyanyikan lagu mereka sambil memikirkan dengan lembut kekasihnya yang telah pergi di kejauhan laut.  Malam demi malam ia memegang janjinya.  Bulan-bulan pun berlalu, kemudian tahun demi tahun, tapi setiap malam ia berdiri di samping api unggun dan menyanyikan lagu cinta mereka.  Teman-temannya menasehati agar ia berhenti datang ke pantai dan mencari orang lain.  Mereka mengatakan bahwa tentulah sang pemuda telah lupa akan janjinya dan tidak akan pernah kembali.  Tapi sang gadis memiliki keyakinan yang kokoh pada kekasihnya.  “Ia telah berjanji, maka ia pasti akan kembali untukku,” kata sang gadis.  Jumlah tahun yang banyak telah mengukir jejaknya di wajah dan rambut sang wanita, tapi tetap, kekasihnya tak kunjung datang.

Suatu malam, lebih semangat dari biasa, sang wanita datang ke tempat biasa di malam hari.  Harapan telah pupus rasanya, tapi dalam hatinya ia tahu bahwa ia harus setia.  Api meredup tertiup angin pantai, dan iapun mengumpulkan kayu bakar sekali lagi.  Ia menyanyikan kembali lagu yang telah dinyanyikan ribuan kali.  Ketika ia hendak pulang ke rumahnya, ia mendengar suara dayuhan kapal di kejauhan.  Mungkin seorang nelayan yang pulang malam.  Tapi pengharapan cinta wanita ini membuatnya gigih, ia menyalakan api yang baru sekali lagi, dan sekali lagi menanyikan lagu cinta mereka.  Kapal itu mendekat dan semakin mendekat.  Dan pemuda itu yang juga telah menjadi tua datang.  Ia turun dari kapal dan mengenggam tangan kekasihnya, “Aku telah menunggu untuk melihat apimu dan mendengar lagu kita,” ia berkata.  “Dan aku tahu, engkau dengan siap sedia senantiasa menanti.  Marilah kita pergi ke rumah indah yang telah kubangun untukmu di seberang sana.”

Sang wanita menanti dengan siap sedia, karena ia melakukan apa yang diinginkan oleh kekasihnya.  Ia menyalakan api dan menyanyikan lagu mereka.  melakukan apa yang diinginkan kekasihnya karena ia mengenal kekasihnya.  

Sebagai orang Kristen, kita juga sedang menantikan Kekasih kita.  Dalam penantian itu, dibutuhkan lebih dari sekadar penantian pasif, yaitu sebuah kesiap-sediaan.  Untuk dapat siap sedia, kita harus tahu apa yang Ia inginkan ketika Ia mendapati kita?  Demi mengetahuinya, kita harus mengenal Dia. 

5). Belajarlah dari nenek Ella Craig
Sebuah media masa yang terbit di Negara bagian Nashville, Amerika Serikat “The Nashville Banner” memberikan laporan unik tentang hidup seorang  nenek yang bernama Ella Craig yang berusia 81  tahun.

Dilaporkan bahwa nenek Ella Craig selalu pergi ke Gereja setiap hari Minggu selama 20 tahun tanpa   absen satu kali pun. Itu berarti nenek Ella Craig selama 20 tahun pergi ke Gereja sebanyak 1.040 hari Minggu!
Artikel itu juga memunculkan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah Ella Craig tidak pernah punya teman di hari Minggu yang menghalanginya ke Gereja?
2. Apakah ia tidak pernah sakit kepala, flu, tidak enak badan, atau lelah?
3. Tidak pernahkah ia melakukan perjalanan akhir pekan?
4. Tidak pernahkah ia bangun terlambat di hari Minggu pagi?
5. Apakah di daerahnya tidak pernah turun hujan atau salju di Minggu pagi?
6. Apakah tidak ada satu orang pun di Gereja yang menyakiti hatinya? Dan seterusnya, masih banyak lagi deretan pertanyaan yang mengisyaratkan kekaguman dan keheranan mereka terhadap nenek Ella Craig .

Artikel itu akhirnya ditutup dengan pertanyaan, “Apakah ada alasan yang dapat menghalangi nenek Craig untuk tidak ke Gereja?”. Jawabannya? Sama sekali tidak ada.

Jadi, jika di hari Minggu kita tidak hadir kebaktian padahal tidak ada sesuatu pun yang menghalangi kita, pasti ada yang salah dengan apa yang ada di dalam diri kita!

6). Meja kayu buat papa dan mama
Sebuah keluarga terdiri suami, istri, anak berumur 6 tahun, dan kakek yang  telah renta. Begitu rentanya sehingga tangannya selalu gemetaran bila memegang sesuatu sehingga berantakan. Hal ini mendatangkan kejengkelan suami istri tersebut. Tidak jarang mereka mengomel dan marah marah melihat hal tersebut. Itulah sebabnya mereka membuatkan meja kayu dan menempatkan di pojok rumah sebagai tempat kakek makan agar tidak mengganggu suasana makan mereka.
Setiap kali makan kakek ini berlinangan air mata, tetapi ia tidak berani menggugat anak dan menantunya.

Suatu ketika suami istri ini tertarik melihat apa yang dilakukan oleh anak mereka. Tampak anak tersebut mengumpulkan kayu dan berusaha membuat sesuatu dari bahan kayu. Lalu mereka mengajukan pertanyaan kepadanya. “Sedang apa nak?”.  “Aku sedang membuat meja kayu buat papa dan mama makan untuk besok kalau aku sudah besar.

Sahabat, anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu menyimak, dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan.

Sadarilah, bahwa untuk merekalah kita akan selalu belajar, bahwa berbuat baik pada orang lain, adalah sama halnya dengan tabungan masa depan.

Suatu kali, di Taiwan ada seorang konglomerat dimana kekayaannya itu diperoleh benar-benar dari nol. Karena itu, apa yang dilakukannya mampu menginspirasi banyak orang. 

7). Ilustrasi: Berkat atau Kutuk
Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil. Meskipun ia miskin, semua orang cemburu kepadanya karena ia memiliki kuda putih cantik. Bahkan raja menginginkan hartanya itu. Kuda seperti itu belum pernah di lihat begitu kemegahannya, keagungannya dan kekuatannya.

Orang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda jantan itu, tetapi orang tua itu selalu menolak, "Kuda ini bukan kuda bagi saya," ia akan mengatakan. "Ia adalah seperti seseorang. Bagaimana kita dapat menjual seseorang. Ia adalah sahabat bukan milik. Bagaimana kita dapat menjual seorang sahabat." Orang itu miskin dan godaan besar. Tetapi ia tetap tidak menjual kuda itu.

Suatu pagi ia menemukan bahwa kuda itu tidak ada di kandangnya. Seluruh desa datang menemuinya. "Orang tua bodoh," mereka mengejek dia, "sudah kami katakan bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami sudah peringatkan bahwa kamu akan di rampok. Anda begitu miskin. Mana mungkin anda dapat melindungi binatang yang begitu berharga? Sebaiknya anda sudah menjualnya. Anda boleh minta harga apa saja. Harga setinggi apapun akan di bayar juga. Sekarang kuda itu hilang dan anda dikutuk oleh kemalangan."

Orang tua itu menjawab, "Jangan bicara terlalu cepat. Katakan saja bahwa kuda itu tidak berada di kandangnya. Itu saja yang kita tahu; selebihnya adalah penilaian. Apakah saya di kutuk atau tidak, bagaimana Anda dapat ketahui itu? Bagaimana Anda dapat menghakimi?"

Orang protes, "Jangan menggambarkan kita sebagai orang bodoh! Mungkin kita bukan ahli filsafat, tetapi filsafat hebat tidak di perlukan. Fakta sederhana bahwa kudamu hilang adalah kutukan."

Orang tua itu berbicara lagi, "Yang saya tahu hanyalah bahwa kandang itu kosong dan kuda itu pergi. Selebihnya saya tidak tahu. Apakah itu kutukan atau berkat, saya tidak dapat katakan. Yang dapat kita lihat hanyalah sepotong saja. Siapa tahu apa yang akan terjadi nanti?"

Orang-orang desa tertawa. Menurut mereka orang itu gila. Mereka memang selalu menganggap dia orang tolol; kalau tidak, ia akan menjual kuda itu dan hidup dari uang yang diterimanya. Sebaliknya, ia seorang tukang potong kayu miskin, orang tua yang memotong kayu bakar dan menariknya keluar hutan lalu menjualnya. Uang yang ia terima hanya cukup untuk membeli makanan, tidak lebih. Hidupnya sengsara sekali. Sekarang ia sudah membuktikan bahwa ia betul-betul tolol.

Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak di curi, ia lari ke dalam hutan. Ia tidak hanya kembali, ia juga membawa sekitar selusin kuda liar bersamanya. Sekali lagi penduduk desa berkumpul di sekeliling tukang potong kayu itu dan mengatakan, "Orang tua, kamu benar dan kami salah. Yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat. Maafkan kami."

Jawab orang itu, "Sekali lagi kalian bertindak gegabah. Katakan saja bahwa kuda itu sudah balik. Katakan saja bahwa selusin kuda balik bersama dia, tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa ini adalah berkat? Anda hanya melihat sepotong saja. Kecuali kalau kalian sudah mengetahui seluruh cerita, bagaimana anda dapat menilai? Kalian hanya membaca satu halaman dari sebuah buku. Dapatkah kalian menilai seluruh buku? Kalian hanya membaca satu kata dari sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh ungkapan? Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai seluruh hidup berdasarkan satu halaman atau satu kata. Yang anda tahu hanyalah sepotong! Jangan katakan itu adalah berkat. Tidak ada yang tahu. Saya sudah puas dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu karena apa yang saya tidak tahu."

"Barangkali orang tua itu benar," mereka berkata satu kepada yang lain. Jadi mereka tidak banyak berkata-kata. Tetapi di dalam hati mereka tahu ia salah. Mereka tahu itu adalah berkat. Dua belas kuda liar pulang bersama satu kuda. Dengan kerja sedikit, binatang itu dapat dijinakkan dan dilatih, kemudian dijual untuk banyak uang.

Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak muda itu mulai menjinakkan kuda-kuda liar itu. Setelah beberapa hari, ia terjatuh dari salah satu kuda dan kedua kakinya patah. Sekali lagi orang desa berkumpul sekitar orang tua itu dan menilai.

"Kamu benar," kata mereka, "Kamu sudah buktikan bahwa kamu benar. Selusin kuda itu bukan berkat. Mereka adalah kutukan. Satu-satunya puteramu patah kedua kakinya dan sekarang dalam usia tuamu kamu tidak ada siapa-siapa untuk membantumu. Sekarang kamu lebih miskin lagi."

Orand tua itu berbicara lagi, "Ya, kalian kesetanan dengan pikiran untuk menilai, menghakimi. Jangan keterlaluan. Katakan saja bahwa anak saya patah kaki. Siapa tahu itu berkat atau kutukan? Tidak ada yang tahu. Kita hanya mempunyai sepotong cerita. Hidup ini datang sepotong-sepotong."

Maka terjadilah 2 minggu kemudian negeri itu berperang dengan negeri tetangga. Semua anak muda di desa diminta untuk menjadi tentara. Hanya anak si orang tua tidak diminta karena ia sedang terluka. Sekali lagi orang berkumpul sekitar orang tua itu sambil menangis dan berteriak karena anak-anak mereka sudah dipanggil untuk bertempur. Sedikit sekali kemungkinan mereka akan kembali. Musuh sangat kuat dan perang itu akan dimenangkan musuh. Mereka mungkin tidak akan melihat anak-anak mereka kembali.

"Kamu benar, orang tua," mereka menangis, "Tuhan tahu kamu benar. Ini membuktikannya. Kecelakaan anakmu merupakan berkat. Kakinya patah, tetapi paling tidak ia ada bersamamu. Anak-anak kami pergi untuk selama-lamanya".

Orang tua itu berbicara lagi, "Tidak mungkin untuk berbicara dengan kalian. Kalian selalu menarik kesimpulan. Tidak ada yang tahu. Katakan hanya ini: anak-anak kalian harus pergi berperang, dan anak saya tidak. Tidak ada yang tahu apakah itu berkat atau kutukan. Tidak ada yang cukup bijaksana untuk mengetahui. Hanya Allah yang tahu."

Orang tua itu benar. Kita hanya tahu sepotong dari seluruh kejadian. Kecelakaan-kecelakaan dan kengerian hidup ini hanya merupakan satu halaman dari buku besar. Kita jangan terlalu cepat menarik kesimpulan. Kita harus simpan dulu penilaian kita dari badai-badai kehidupan sampai kita ketahui seluruh cerita.

Saya tidak tahu dari mana si tukang kayu belajar menjaga kesabarannya. Mungkin dari tukang kayu lain di Galelia. Sebab tukang kayu itulah yang paling baik mengungkapkannya:

"Janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri."
Ia adalah yang paling tahu. Ia menulis cerita kita. Dan Ia sudah menulis bab yang terakhir. (In The Eye of The Storm - Max Lucado)

8). Lakukan yang terbaik Tuhan yang akan memberkati
Karena penasaran, ada seorang pemuda ingin menimba pengalaman dari sang pengusaha. Dia berkata: “Terus terang saya sangat ingin menimba pengalaman dari Bapak sehingga bisa sukses seperti Bapak,” ujar pemuda itu. 

Mendengar permintaan itu, sang pengusaha tersenyum sejenak. Kemudian, ia pun meminta anak muda tadi menengadahkan tangannya. Si pemuda pun terheran-heran. Namun, lantas si pengusahapun menjelaskan maksudnya.

“Biar aku lihat garis tanganmu. Dan, simaklah baik-baik apa pendapatku tentangmu sebelum aku memberikan pelajaran seperti yang kamu minta,” jawab pengusaha tersebut. Setelah menengadahkan kedua tangannya, si pengusaha pun berkata, “Lihatlah telapak tanganmu ini. Di sini ada beberapa garis utama yang menentukan nasib. Di sana ada garis kehidupan. Kemudian, di sini ada garis rezeki dan ada pula garis jodoh. Sekarang, menggenggamlah. Di mana semua garis tadi?” 

“Di dalam telapak tangan yang saya genggam.” Jawab si pemuda yang penasaran. 
“Hal itu mengandung arti, bahwa apapun takdir dan keadaanmu kelak, semua itu ada dalam genggamanmu sendiri. Kerja keraslah untuk mendapatkan semua itu. Tetapi coba lihat pula genggamanmu. Bukankah masih ada garis yang tidak ikut tergenggam? Sisa garis itulah yang berada di luar kendalimu. Karena di sanalah letak kekuatan Tuhan yang kita tidak akan mampu lakukan dan itulah bagianNya."

Genggam dan lakukan bagianmu dengan kerja keras dan sungguh, dan bawalah kepada Tuhan bagian yang tidak mampu engkau lakukan!


9). Persahabatan Sejati
Ada dua orang pria yang bersahabat.  Mereka bernama Albert Durer dan Hans.  Mereka ingin sekali masuk ke sekolah seni lukis dan pahat.  Masalahnya, mereka tidak mempunyai uang.  Kemudian Hans mempunyai ide untuk mengatasi masalah tersebut.  Hans akan bekerja untuk membiayai kuliah Albert.  Nanti setelah Albert lulus dan menjadi pelukis, maka Albert yang akan membiayai kuliah Hans.  Hans bekerja sebagai kuli bangunan.  Lalu Albert masuk ke sekolah seni lukis dan pahat.  Tahun demi tahun pun berlalu.  Akhirnya Albert lulus dari sekolahnya.  Dengan penuh semangat, ia pergi ke rumah Hans. 

Ketika tiba di rumah Hans, ia mengetuk pintu berulangkali, namun tidak ada jawabannya.  Lalu Albert mengintip dari jendela.  Apa yang dilihatnya?  Ternyata Hans sedang berlutut.  Kedua belah tangan sahabatnya itu mengarah ke atas.  Hans sedang berdoa sambil menangis: “Oh Tuhan, tanganku ini.  Tanganku sudah menjadi kaku dan kasar.  Tanganku sudah tidak bisa dipakai untuk melukis.  Biarlah Albert saja yang menjadi pelukis.”  Ternyata pekerjaan Hans sebagai seorang kuli bangunan telah membuat tangannya menjadi kaku dan kasar.  Ia tidak mungkin menjadi pelukis lagi.  Apa yang dilakukan Hans ini tentunya tidak bisa dilupakan Albert seumur hidupnya.  Itulah sebabnya, Albert mengabadikan kasih dan pengorbanan sahabatnya ini dengan membuat suatu lukisan yang diberi nama “Tangan Berdoa” atau Praying Hand yang sangat terkenal itu. 

Saudara-saudara, tentunya kita ingin memiliki sahabat seperti Hans.  Seorang sahabat yang penuh kasih dan rela berkorban bagi kita.  Mungkin kita juga ingin supaya kita menjadi sahabat yang terbaik bagi sahabat kita.  Persahabatan antara Albert dan Hans adalah satu dari sekian banyak contoh persahabatan sejati yang kita dambakan.  Namun, bagaimana caranya agar persahabatan ini dapat kita miliki?  Persahabatan sejati membutuhkan dasar yang kokoh.  Itulah sebabnya, kita perlu tahu bahwa persahabatan sejati dalam hidup orang percaya adalah persahabatan yang berdasarkan kasih dan kesetiaan.  Saudara-saudara, perikop yang baru saja kita baca ini juga merupakan kisah persahabatan sejati dalam Alkitab.  Kisah ini mirip dengan persahabatan Daud dan Yonatan di 1 Samuel 18:1-. 

10). Saling perduli
Seorang pria turun dari sebuah mobil mewah yang diparkir di depan kuburan umum.
Pria itu berjalan menuju pos penjaga kuburan. Setelah memberi salam, pria yang ternyata adalah sopir itu berkata, "Pak, maukah Anda menemui wanita yang ada di mobil itu? 

Tolonglah Pak,karena para dokter mengatakan sebentar lagi beliau akan meninggal!"
Penjaga kuburan itu menganggukkan kepalanya tanda setuju dan ia segera berjalan di belakang sopir itu. 
Seorang wanita lemah dan berwajah sedih membuka pintu mobilnya dan berusaha tersenyum kepada penjaga kuburan itu sambil berkata, " Saya Ny . Steven. Saya yang selama ini mengirim uang setiap dua minggu sekali kepada Anda. Saya mengirim uang itu agar Anda dapat membeli seikat kembang dan menaruhnya di atas makam anak saya. Saya datang untuk berterima kasih atas kesediaan dan kebaikan hati Anda. Saya ingin memanfaatkan sisa hidup saya untuk berterima kasih kepada orang-orang yang telah menolong saya."

"O, jadi Nyonya yang selalu mengirim uang itu? Nyonya, sebelumnya saya minta maaf kepada Anda. Memang uang yang Nyonya kirimkan itu selalu saya belikan kembang, tetapi saya tidak pernah menaruh kembang itu di pusara anak Anda." jawab pria itu. "Apa, maaf?" tanya wanita itu dengan gusar.

"Ya, Nyonya. Saya tidak menaruh kembang itu di sana karena menurut saya, orang mati tidak akan pernah melihat keindahan seikat kembang.

Karena itu setiap kembang yang saya beli, saya berikan kepada mereka yang ada di rumah sakit, orang miskin yang saya jumpai, atau mereka yang sedang bersedih. Orang-orang yang demikian masih hidup, sehingga mereka dapat menikmati keindahan dan keharuman kembang-kembang itu, Nyonya," jawab pria itu.

Wanita itu terdiam, kemudian ia mengisyaratkan agar sopirnya segera pergi.

Tiga bulan kemudian, seorang wanita cantik turun dari mobilnya dan berjalan dengan anggun ke arah pos penjaga kuburan.

"Selamat pagi. Apakah Anda masih ingat saya? Saya Ny.Steven. Saya datang untuk berterima kasih atas nasihat yang Anda berikan beberapa bulan yang lalu. Anda benar bahwa memperhatikan dan membahagiakan mereka yang masih hidup jauh lebih berguna daripada meratapi mereka yang sudah meninggal.

Ketika saya secara langsung mengantarkan kembang-kembang itu ke rumah sakit atau panti jompo, kembang-kembang itu tidak hanya membuat mereka bahagia, tetapi saya juga turut bahagia. Sampai saat ini para dokter tidak tahu mengapa saya bisa sembuh, tetapi saya benar-benar yakin bahwa sukacita dan pengharapan adalah obat yang memulihkan saya!"

Jangan pernah mengasihani diri sendiri, karena mengasihani diri sendiri akan membuat kita terperangkap di kubangan kesedihan. Ada prinsip yang mungkin kita tahu, tetapi sering kita lupakan, yaitu dengan menolong orang lain sesungguhnya kita menolong diri sendiri.

11). Kesabaran yang membawa pada pengharapan
Alkisah, seorang pemuda menemukan sebuah gua yang terletak di kaki gunung. Saat dijelajahinya gua itu, ia menemukan sebuah mutiara yang tak ternilai harganya. Tetapi sayang sekali mutiara tersebut berada di mulut naga yang kuat dan besar. Si pemuda tersebut sudah berjuang dengan sekuat tenaga untuk mendapatkan mutiara yang sangat berharga tersebut. Tetapi ia tidak berhasil, malahan ia terluka. Akhirnya ia pergi dan kembali menjalani hidupnya seperti biasa. Ia lalu menikah dan punya anak dan bekerja keras selama bertahaun-tahun.

Saat pemuda tadi sudah menjadi tua, saat itu istri dan anak-anaknya sudah meninggal dunia. Suatu ketika ia berkata: “sebelum aku mati, aku ingin kembali ke gua, untuk melihat mtiara itu.” Ia pun kembali ke gua. Mutiara itu masih di sana dan masih seindah dulu. Namun sang naga itu sudah menjadi lemah dan tua. Akhirnya ia dengan mudah mengambil mutiara itu dan membawanya pergi.

Naga dalam kisah tadi melambangkan tantangan, sedangkan mutiara melambangkan hikmah dan anugerah tersembunyi di balik setiap persoalan hidup. Si pemuda tadi sudah berjuang seumur hidupnya dan akhirnya ia memiliki hadiah yang indah dengan mudah.

Pembaca, hidup ini memang penuh tantangan. “Sang naga” bias muncul dimana saja di hidup kita setiap hari. Yang penting tetaplah optimis dan bersemangat. Semua tantangan sekali kelak pasti membuahkan anugerah yang besar bagi hidup kita.

12). Kebahgiaan tidak bisa dibeli dengan uang
Ada seorang tukang sepatu yang selalu ceria dan bahagia. Setiap hari ia selalu menyanyi dengan gembira bersama keluarganya.
Sementara itu tukang sepatu memiliki tetangga yang sangat kaya raya. Pekerjaannya setiap hari adalah menghitung uang yang tidak pernah habis.
Orang kaya itu sangat terganggu dengan nyanyian tukang sepatu. Tetapi ia bingung mencari cara untuk membungkam mulutnya agar tidak bernanyi lagi. Lalu ia menemukan akal.
Dipanggilnya tukang sepatu  itu. Lalu orang kaya itu memberinya uang satu tas. Tukang sepatu itu menerimanya dengan sangat senang. Segera tas berisi uang itupun dibawanya pulang dan diserahkan kepada isterinya.

Isteri tukang sepatu itu terkejut  dan senang dengan pemberian tersebut. Maka dibukanyalah tas tersebut dan dihitungnya uang itu lembar per lembar. Sementara isterinya menghitung uang, tukang sepatu itu bernyanyi riang.

Ketika menghitung uang dalam tas tersebut, dahi isteri tukang sepatu tiba-tiba berkerut. Rupanya ia bingung dengan jumlah uang yang dihitungnya. Ia hitung sekali lagi dan ternyata jumlahnya adalah Rp 99.700.000,-. Ia tidak percaya bila uang dalam tas tersebut jumlahnya seperti itu. Ia hitung berkali-kali dan ternyata jumlahnya tetap Rp 99.700.000,-. Semakin berkerutlah kening isteri tukang sepatu sambil bergumam: “Hmmm….semestinya jumlahnya Rp 100.000.000,- . Tidak mungkin kalau jumlahnya ganjil seperti ini. Kemana yang Rp 300.000,- itu?....”

Isteri tukang sepatu itu mulai bertanya kepada suaminya. Dan suaminya menjawab bahwa ia tidak mengutak-atik uang dalam tas tersebut.

Makin berkernyitlah kening isteri tukang sepatu. Ia mulai curiga kepada suaminya. “Jangan jangan duitnya disembunyikan...atau ….jangan jangan suamiku sudah mulai mempunyai isteri simpanan…, dst.” Pertanyaan-pertanyaan itu mulai menggelisahkan hatinya sehingga akhirnya meledak menjadi pertengkaran. Sejak saat itu rumah tukang sepatu tidak lagi terdengar suara nyanyian dan keceriaan lagi, tetapi pertengkaran demi pertengkaran menghiasi kehidupan keluarga tukang sepatu.

Damai dan sukacita itu lebih bernilai dari sekedar kekayaan dunia.

13). Dampak Pujian 
Ada seorang gadis muda yang suka menari. Kepandaiannya menari sangat menonjol sehingga ia memenangkan berbagai perlombaan. Ia ingin menjadi penari kelas dunia. Ia membayangkan betapa bangganya bisa mengunjungi berbagai negara di dunia bila kelak telah menjadi penari kelas dunia.

Suatu ketika ada pertunjukkan tari di kotanya. Pertunjukkan tersebut dihadiri oleh seorang pakar tari. Sudah banyak orang yang menjadi penari kelas dunia di bawah asuhannya. Ia berencana hendak menemui pakar tari tersebut untuk menunjukkan tariannya. Bila perlu memohon untuk bisa menjadi muridnya.

 Saat pertunjukkan usai  gadis tersebut berhasil menemui sang pakar. Mulailah ia menari di depan sang pakar. Belum ada 10 menit, sang pakar tadi tiba-tiba pergi tanpa memberi ekspresi apapun.

Gadis itupun segera berlari dan pulang dengan kecewa. Sejak saat itu ia bersumpah tidak akan menari lagi.

Gadis tersebut akhirnya menjadi isteri seorang lelaki dan  Ia memiliki tiga anak. Suaminya sekarang sudah mati. Dan untuk menghidupi anaknya ia menjadi pelayan restoran.

Suatu ketika ada pertunjukkan tari di kotanya. Di akhir acara ia melihat ada pakar tari yang pernah ia jumpai dulu. Sekarang tampak tua dan rambutnya memutih. Ia membawa ke tiga putranya ke belakang panggung dan memperkenalkannya  kepada pakar tari. Rupa-rupanya sang pakar masih mengingatnya. Setelah berbincang-bincang, gadis itu mengajukan pertanyaan. “Ada yang mengganjal di hati saya. Mengapa pada waktu dulu itu anda langsung pergi tanpa menghiraukan saya? Sebegitu jelekkah tarian saya?”. 

Sang pakar menjawab,”Oh, ya saya ingat. Sebenarnya tarianmu sangat bagus, dan kamu sangat berpeluang untuk menjadi penari kelas dunia.”

“Ini tidak adil! Seharusnya anda memuji saya supaya saya tidak putus asa. Jika tahu seperti itu, seharusnya tidak perlu menjadi pelayan restoran.” Timpal si gadis.

“Pada waktu itu saya sangat lelah. Saya pergi hendak mengambil kartu nama saya untuk saya berikan kepadamu. Tetapi kamu sudah pergi. Tidak perlu anggur satu barel untuk membuktikkan anggur itu enak. Bagi saya tidak harus 10 menit untuk melihat tarianmu untuk mengetahui apa kamu berbakat atau tidak. Seharusnya kamu fokus kepada impianmu dan jangan biarkan siapapun untuk  mencurinya. Mengapa kamu pusing dengan apa komentar orang kepadamu? Seketika mungkin kamu sakit hati pada waktu itu, tetapi selanjutnya kamu bisa berlatih dan melupakan kekecewaanmu. Tetapi penyesalanmu hari ini tidak akan pernah bisa kamu lupakan untuk selamanya.” Jawab sang pakar.

“Soal pujian? Pada waktu itu kamu sedang tumbuh. Pujian itu ibarat pisau bermata dua. Bisa memotivasi, bisa juga melumpuhkan semangat juang, karena orang lalu berpuas diri. Lagi pula, pujian itu seharusnya keluar dari hati saya sendiri. Mengapa kamu memintanya? Apa artinya pujian yang tidak tulus itu bagimu?” Imbuhnya. 

14). Kasih Sejati
John dan Andy bersahabat sejak kecil.  Saat mereka remaja, pecahlah perang dunia kedua.  Mereka berdua harus ikut wajib militer.  Mereka ditugaskan di garis depan medan perang.  Pada suatu pagi yang berkabut, kapten mereka memimpin mereka untuk menyerang markas musuh.  Namun, sinar matahari telah menghapus kabut itu sebelum mereka sampai di dekat markas musuh.  Mereka pun langsung terlihat oleh musuh.  Musuh segera menembak mereka secara membabi buta.  Mereka kemudian berusaha lari menyelamatkan diri, termasuk John dan Andy.  Sesampainya di markas, ternyata John tidak ada.  Andy segera meminta ijin kepada kaptennya untuk mencari Andy di daerah musuh.  Tentu saja kapten itu menolak karena itu sangat berbahaya.  Bisa jadi John juga telah meninggal.  Namun, Andy tidak menghiraukan larangan kaptennya.  Ia pergi mencari John. 

Setengah jam kemudian Andy kembali dengan berlumuran darah.  Sang kapten pun marah besar dan berkata: “Apa kubilang, John sudah mati dan kau pun tertembak.  Sungguh sia-sia”  Andy berkata: “Tidak sia-sia, karena aku mendengar kata-kata terakhirnya”  Karena penasaran, sang kapten bertanya lagi” “Memangnya apa yang ia katakan sampai kau rela mempertaruhkan nyawamu?”  

John berkata: “Saya tahu kau pasti akan kembali mencariku, aku mengasihimu sahabatku”  Dia mengatakannya sambil tersenyum puas.  Oleh karena kasihnya kepada John, Andy rela mempertaruhkan nyawanya untuk mencari sahabatnya ini.  Memang usaha Andy ini tampaknya sia-sia karena Andy tertembak dan John meninggal.  Namun, sebenarnya hal ini tidak sia-sia karena sampai akhir hidupnya, John melihat bahwa Andy, sahabatnya ini tetap mengasihi dia.


15). Menerima orang lain
Ada sebuah ilustrasi tentang penciptaan pria & wanita.
Pada saat Sang Pencipta telah selesai mencipta-kan pria. Kemudian Sang Pencipta mengambil lingkaran bulan purnama, kelenturan ranting pohon anggur, goyang rumput yang tertiup angin, mekarnya bunga, kelangsingan dari buluh galah, sinar dari mata-hari, tetes embun dan tiupan angin. Ia juga mengambil rasa takut dari kelinci dan rasa sombong dari merak, kelembutan dari bulu burung dan kekerasan dari intan, rasa manis dari madu dan kekejam-an dari harimau, panas dari api dan dingin dari salju, keaktifan bicara dari burung kutilang dan nyanyian dari burung bul-bul, kepalsuan dari burung bangau dan kesetiaan dari induk singa.

Dengan mencampur-kannya bahan semua itu, maka Sang Pen-cipta membentuk wanita dan memberi-kannya kepada pria. Pria itu merasa senang sekali karena hidupnya tidak merana dan kesepian seorang diri.

Setelah satu minggu, pria itu datang kepada Tuhan, katanya: ’Tuhan, ciptaan-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku membuat hidupku tidak bahagia. Ia bicara tiada henti sehingga aku tidak dapat beristirahat. Ia minta selalu untuk diperhatikan. Ia mudah menangis karena hal-hal  sepele. Aku datang untuk mengembalikan wanita itu kepada-Mu, karena! aku tidak bisa hidup dengannya".
 
"Baiklah", kata Sang Pencipta. Dan Ia meng-ambilnya kembali.

Beberapa minggu kemudian, pria itu datang lagi kepada Tuhan, dan berkata, 'Tuhan, sejak aku memberikan kembali wanita ciptaan-Mu, kini aku merana kesepian. Tiada lagi yang memperhatikan-ku, tiada lagi yang menyayangiku. Aku selalu memikirkan dia, ke mana pun aku pergi, aku selalu ingat dia. Makan tidak enak, tidur tidak nyenyak. Aku rindu kepadanya. Di kala aku sendirian, kubayangkan wajah-nya yang cantik, ku-bayangkan bagaimana ia menari dan me-nyanyi. Bagaimana ia melirik aku.Bagaimana ia bercakap-cakap dan manja kepadaku. Ia sangat cantik untuk dipandang, dan sedemikian lembut untuk disentuh. Aku suka akan senyuman-nya. Tuhan, kembali-kan lagi wanita itu kepadaku!'.

Sang Pencipta berkata, "Baiklah". Ia memberikan wanita itu kembali kepadanya.

Tetapi, tiga hari kemudian pria itu datang lagi kepada Tuhan dan berkata, "Tuhan, aku tidak mengerti. Mengapa dia memberikan lebih banyak lagi kesusahan dari pada kegembira-an. Dia semakin menyebalkan. Aku tidak tahan lagi dengan sikap dan tingkah lakunya. Aku berdoa kepada-Mu. Ambillah kembali wanita itu. Aku tidak dapat lagi hidup dengannya".

Sang Pencipta balik bertanya, "Kamu tidak dapat hidup lagi dengannya?". 

Pria itu tertunduk malu, ia merasa putus asa. Dalam hatinya ia berkata, "Apa yang harus aku perbuat? Aku tidak dapat hidup dengannya, tetapi aku juga tidak dapat hidup tanpa dia. Tuhan, ajarilah aku untuk mengerti apa arti hidup ini?".

"Belajarlah untuk memahami perbedaan dan belajarlah untuk berani menerima perbedaan dalam hidupmu! Pahamilah dan usahakanlah apa yang menjadi kebutuhan mendasar dari pasangan hidupmu!", jawab Tuhan.

Dan inilah enam kebutuhan mendasar pria dan wanita:
 1. Wanita membutuh-kan perhatian, dan pria membutuhkan kepercayaan. 
 2. Wanita membutuh-kan pengertian, dan pria membutuhkan penerimaan.
 3. Wanita membutuh-kan rasa hormat, dan pria membutuhkan penghargaan.
 4. Wanita membutuh-kan kesetiaan, dan pria membutuhkan kekaguman.
 5. Wanita membutuh-kan penegasan, dan pria membutuhkan persetujuan.
 6. Wanita membutuh-kan jaminan, dan pria membutuhkan dorongan. 

16). Sentuhan hari Natal
Saya kurang menyukai pertemuan di Gereja pada hari Natal. Karena setiap kali Natal Gereja selalu penuh sesak sebelum acara dimulai. Apa  gunanya orang-orang ini datang setahun sekali. Mereka hanya bikin penuh Gereja sekali satahun. Menurut saya sebaiknya orang-orang itu di rumah saja.

Tetapi ketika saya teringat dengan kisah para murid yang mengusir anak-anak datang kepada Yesus.  Di situ Yesus melarang murid-murid melakukan hal tersebut dengan mengatakan,”Biarlah anak-anak itu dating kemari, sebab merekalah yang empunya kerajaan surga.” (Matius 19:14). Sikap saya sepertinya mencerminkan sikap para murid-murid Yesus.

Harry Reassonary seorang wartawan dan penyiar radio mengatakan, “Jika orang-orang Kristen tersentuh hanya setahun sekali pada hari Natal, bagaimanapun sentuhan itu tetap ada artinya. Sebab kita tidak tahu kapan seseorang bisa berjumpa dengan Yesus secara pribadi. Bias jadi saat pagi-pagi di hari Natal mereka merenung dan Yesus menjamah hati kita. Bisa juga melalui perayaan, konser Natal, paduan suara atau melalui berbagai macam event Natal yang diselenggarakan dan mereka mengalami setuhan dan jamahan Tuhan sehingga mengalami perjuumpaan secara pribadi dengan Tuhan. Kita tidak bias tahu secara persis. Semua hal bias dipakai Tuhan menjadi sarana untuk menjamah hati seseorang untuk berjumpa dengan Yesus.”

Jadi mari di kesempatan Natal ini kita undang dan kita ajak sebanyak mungkin orang untuk dating. Siapa tahu Tuhan menjamah hati mereka.

17). Mengalahkan kejahatan ya kebaikan
“Gara-gara tinggal di Pondok Mertua Indah (PMI) alias ikut suami numpang di rumah mertua. Jadinya ya, tiap hari harus tahan mendengar gerutu dan omelannya. Tetapi sekarang saya sudah tidak tahan Paman. Saya pengin lebih baik dia mati saja”, cerita Tutik kepada Pamannya.

“Paman, tolongalah saya. Paman khan ahli meramu tanaman dan obat-obatan. Tolong buatkan racun untuk membunuh Ibu mertuaku.” kata Tutik memohon.

“Baiklah, saya buatkan. Cuma supaya tidak ketahuan bahwa yang membunuh itu kamu, saya buatkan ramuan khusus. Racun ini tidak langsung mematikan, tetapi daya kerjanya perlahan-lahan. Karena itu setiap hari kamu buatkan makanan kesukaan ibu mertuamu dan taburilah dengan racun ini, lalu sajikan kepadanya dengan muka yang berseri.” saran Paman Tutik.

Sebulan kemudian Tutik menjumpai Pamannya. Ia menceritakan bahwa Ibu mertuanya sekarang sudah berubah menjadi sangat baik dan sayang kepadanya.
“Paman, saya menyesal telah meracuni Ibu mertua. Tolonglah Paman, buatkan penawarnya, supaya Ibu mertuaku tidak mati. Aku sangat sayang kepadanya.” rengek Tutik.
Mendengar itu Pamannya tertawa terkekeh-kekeh, “ He.. he… he… tenang saja. Yang aku berikan kepadamu itu bukan racun. Tetapi… jamu galian singset ha… ha… ha…”.
“Pantesan kok Ibu mertuaku tambah sehat dan ayu… Woww… Paman keterlaluan…” seru Tutik geregetan.
“Kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”.

18). Ilustrasi:Menjadi Garam dan terang
Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. 

Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. "Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya ...", ujar Pak tua itu. "Pahit. Pahit sekali", jawab sang tamu, sambil meludah ke samping.

Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. "Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah." Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, "Bagaimana rasanya?". "Segar", sahut tamunya. "Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?", tanya Pak Tua lagi. "Tidak", jawab si anak muda. 
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. "Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. 
Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. "Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki.

Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu." Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. 
"Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan." Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan "segenggam garam", untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa. (Anonim)

19). Kasih yang tak terbatas
Seorang pemuda hanya tertunduk lesu, memandang tiang gantungan yang menanti di hadapannya. Andaikan ia tahu akan berakhir begini, tentu tidak akan sekarang ... sudah terlambat. Seorang petugas mengikatnya dengan tali dan mempersiapkannya untuk digantung. Sambil menuju tiang gantungan, terlintas di pikirannya, ibunya yang juga satu-satunya keluarganya yang tinggal, sedang menangisinya. Kini hanya tinggal menunggu lonceng. Ya, tinggal menunggu sedentang lonceng dan ia akan meninggalkan dunia fana ini untuk selama-lamanya. Peraturannya saat itu, hukuman gantung dilaksanakan setelah lonceng besar berbunyi. Ia sudah pasrah dan menunggu ajalnya.

Saat itu pukul 11 siang hari. Ditunggunya satu jam ... dua jam ... lonceng tidak juga berbunyi hingga pukul 2 siang. "Akh, berarti kematianku sudah sangat dekat?" pikir si pemuda. Tapi lonceng tidak juga berdentang hingga pukul 5 sore. Lonceng itu memang bergerak sejak siang, namun ternyata bukan bunyi yang dikeluarkannya, melainkan tetesan darah !!! Di tengah-tengah lonceng besar tersebut, ternyata ada seorang wanita tua yang menjepit bola di dalam lonceng hingga tidak terdengar bunyinya. Saat lonceng tersebut dipukul, wanita ini menjepitkan dirinya di dalam lonceng besar itu. Wanita tua itu tak lain adalah ibu sang pemuda yang akan dihukum!!! Akhirnya, pemuda tersebut dibebaskan dari hukumannya karena lonceng tersebut tidak juga berbunyi, sesuai dengan peraturan yang ada. Begitu besarnya cinta Ibu itu terhadap anaknya, hingga dia rela mempertaruhkan nyawanya sendiri demi menyelamatkan anak yang dikasihinya. Ibu itu melambangkan Tuhan kita, Yesus Kristus yang telah rela membayar harga yang seharusnya menjadi tanggungan kita, dengan mati di kayu salib, agar kita diselamatkan. Seharusnya, kitalah yang sepatutnya digantung, kitalah yang sepatutnya disalib! Namun cinta Tuhan amat besar bagi kita, Cintanya tiada batasnya bagi kita anak-anak Nya.

Yohanes 3:16. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal? Yohanes 4:9. "Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. 

Roma 8:39. "Atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. Kasih anak sepanjang penggalah ... Kasih ibu sepanjang abad ... Kasih Tuhan sepanjang masa. (Anonim)



20). ILUSTRASI : Lima Jari Berdoa
JARI JEMPOL
Jari ini adalah yang paling dekat dengan Anda, ketika Anda sedang melipat tangan dan berdoa. Jadi, mulailah berdoa bagi orang-orang yang sangat akrab dan dekat dengan Anda. Sebutkan nama-nama mereka yang Anda kenal dengan baik. Bagi CS. Lewis, mendoakan orang-orang yang kita kasihi adalah "a sweet duty."

JARI TELUNJUK
Jari berikutnya adalah si telunjuk. Doakan bagi mereka yang mengajar. Ini termasuk hamba-hamba Tuhan, guru, dokter, dan para pendidik lainnya. Mereka butuh dukungan dan hikmat, agar dapat menunjukkan arah yang tepat bagi mereka yang membutuhkan jasa mereka. Doakan mereka selalu.

JARI TENGAH
Ini jari yang paling tinggi, berarti kita harus ingat pada para pemimpin bangsa. Doakan presiden hingga para pejabat dibawahnya. Doakan para pemimpin organisasi sosial maupun bisnis. Mereka sering mempengaruhi bangsa kita dan membimbing opini publik. Mereka sangat butuh bantuan dariNya.

JARI MANIS
Jari keempat adalah jari yang paling lemah. Nah, guru piano pun biasanya cukup kebingungan ketika berhadapan dengan si jari yang lemah ini. Oleh sebab itu, mari kita doakan bagi saudara-saudara kita yang lemah, kena musibah, dan lain-lain. Kita doakan bagi mereka yang dianggap sebagai sampah masyarakat. Mereka sangat membutuhkan doa-doa Anda, baik siang maupun malam. Tapi, bukan cuma doa, lho !

JARI KELINsGKING
Jari terakhir ini adalah yang paling kecil diantara jari- jari manusia. Inilah jari yang menggambarkan sikap kita yang seharusnya rendah hati saat berhubungan dengan Tuhan dan sesama. Jadi, jangan lupakan berdoa bagi diri sendiri, agar memiliki buah roh dan meneladani kehidupan Kristus Yesus, Tuhan kita.


Saran yang terakhir, "Saat Anda berdoa bagi keempat kelompok diatas, Anda harus menaruh kebutuhan pribadi Anda dalam perspektif yang tepat, agar Anda bisa mendoakan diri Anda sendiri dengan lebih efektif lagi."

21). Berada di belakang layar
Lima orang bersaudara hidup dengan tentram di sebuah kaki gunung. Orang tua mereka yang sudah meninggal, mewariskan 1.5 ha sawah dan ladang untuk diolah. Sawah dan ladang itu terletak agak jauh dari rumah sehingga mereka harus berangkat bekerja di sawah pada pagi hari. Atas kesepakatan bersama, si sulung memerintahkan kepada si bungsu untuk tinggal di rumah selama mereka bekerja di sawah. Si bungsu menyetujui dan menyambut gembira keputusan tersebut. Setiap kali kakak-kakaknya pulang dari bekerja, mereka pasti sudah menemukan rumah mereka yang sudah bersih, rapi, dan terasa nyaman. Di atas meja makan sudah tersedia makanan dan minuman untuk mereka semua, tempat tidur rapi semuanya, dan pakaian-pakaian kotor sudah dicuci dan digosok semuanya. 

Tetapi rupanya salah seorang kakak berpikiran jelek dan curiga terhadap si bungsu. "Si bungsu curang, dia tidak mau ikut ke sawah dan hanya mau bermalas-malasan saja di rumah," pikir seorang kakaknya.

Setelah berhasil mempengaruhi saudara-saudaranya yang lain, diputuskanlah bahwa mereka semua harus berangkat ke sawah termasuk si bungsu. Ketika kembali ke rumah mereka menemukan rumah yang berantakan, tidak terurus, meja makan kosong. Mereka menyadari bahwa adik bungsu mereka yang selama ini dianggap tidak berguna, kini baru terasa bahwa dia memiliki peranan penting.

Jangan pernah meremehkan orang-orang yang bekerja di belakang layar, yang tidak begitu menonjol pekerjaannya. Lihatlah siapa saja di rumah anda yang kelihatannya paling "tidak berguna", mungkin itu adalah orangtuamu yang sudah tua, kakek, nenek yang kelihatannya hanya duduk-duduk sepanjang hari, pembantu yang pekerjaannya kelihatan tidak terlalu berharga, petugas kebersihan di gereja, pendoa yang tidak pernah kelihatan tampil di depan atau siapapun yang pernah anda remehkan. Belajar untuk melihat sisi baik kehadiran mereka dan bagaimana mereka kalau tidak ada di rumah atau di gereja anda. Tanpa sadar kita sering berkata dengan sombongnya, "Biarkan saja dia pergi, biarkan dia keluar! Toh di rumah ini dia tidak berguna?" atau "Untuk apa ditahan-tahan, masih banyak orang yang bisa mengerjakan apa yang dia kerjakan." 

Suatu saat kita akan merasakan bahwa kita telah kehilangan orang-orang terbaik yang pernah ada di rumah atau di gereja kita. Semua kita telah diperlengkapi dengan keahliaan masing-masing yang berbeda dengan maksud agar bisa saling bekerjasama, saling melengkapi dan saling menolong. Walaupun ada sebagian orang yang tidak terlalu menonjol dalam keahlian tertentu tapi belajarlah untuk menghargai manfaat dari kehadiran mereka dan kemampuan yang dipercayakan kepada mereka. Doa: Ya Tuhan aku bersyukur untuk orang-orang yang Tuhan tempatkan di sekelilingku. Berilah aku hati yang bisa menghargai keberadaan mereka dan tidak meremehkan meskipun kelihatannya apa yang mereka lakukan bernilai kecil. Ajarilah aku untuk selalu dapat bekerjasama dengan orang lain. Dalam nama Yesus aku memohon, Amin. (Anonim)

22). Kisah Seorang Pelukis
Suatu hari seorang pelukis terkenal sedang menyelesaikan lukisan terbaiknya dan rencananya akan dipamerkan pada saat pernikahan Putri Diana. Ketika menyelesaikan lukisannya ia sangat senang dan terus memandangi lukisannya yang berukuran 2×8 m. Sambil memandangi, ia berjalan mundur dan ketika berjalan mundur ia tidak melihat ke belakang. Ia terus berjalan mundur dan di belakangnya adalah ujung dari gedung tersebut yang tinggi sekali dan tinggal satu langkah lagi dia bisa mengakhiri hidupnya.

Seseorang melihat pemandangan tersebut dan bermaksud untuk berteriak memperingatkan pelukis tersebut, tapi tidak jadi karena dia khawatir si pelukis tersebut malah bisa jatuh ketika kaget mendengar teriakannya. Kemudian orang yang melihat pelukis tersebut mengambil kuas dan cat yang ada di depan lukisan tersebut lalu mencoret-coret lukisan tersebut sampai rusak. Tentu saja pelukis tersebut sangat marah dan berjalan maju hendak memukul orang tersebut. Tetapi beberapa orang yang ada disitu menghadang dan memperlihatkan posisi pelukis tadi yang nyaris jatuh.

Kadang-kadang kita telah melukiskan masa depan kita dengan sangat bagus dan memimpikan suatu hari indah yang kita idamkan. Tetapi kadangkala rencana itu tidak bisa terlaksana karena Tuhan punya maksud lain yang lebih baik. Kadang-kadang kita marah dan jengkel terhadap TUHAN atau juga terhadap orang lain. Tapi perlu kita ketahui TUHAN selalu menyediakan yang terbaik. Dia melihat segala apa yang tidak kita lihat.

23). Kisah seorang tukang kayu
Seorang tukang bangunan yang sudah tua berniat untuk pensiun dari profesi yang sudah ia geluti selama puluhan tahun.

Ia ingin menikmati masa tua bersama istri dan anak cucunya. Ia tahu ia akan kehilangan penghasilan rutinnya namun bagaimanapun tubuh tuanya butuh istirahat. Ia pun menyampaikan rencana tersebut kepada mandornya.

Sang Mandor merasa sedih, sebab ia akan kehilangan salah satu tukang kayu terbaiknya, ahli bangunan yang handal yang ia miliki dalam timnya. Namun ia juga tidak bisa memaksa.

Sebagai permintaan terakhir sebelum tukang kayu tua ini berhenti, sang mandor memintanya untuk sekali lagi membangun sebuah rumah untuk terakhir kalinya.

Dengan berat hati si tukang kayu menyanggupi namun ia berkata karena ia sudah berniat untuk pensiun maka ia akan mengerjakannya tidak dengan segenap hati.

Sang mandor hanya tersenyum dan berkata, “Kerjakanlah dengan yang terbaik yang kamu bisa. Kamu bebas membangun dengan semua bahan terbaik yang ada.”

Si tukang kayu lalu memulai pekerjaan terakhirnya. Ia begitu malas-malasan. Ia asal-asalan membuat rangka bangunan, ia malas mencari, maka ia gunakan bahan-bahan berkualitas rendah. Sayang sekali, ia memilih cara yang buruk untuk mengakhiri karirnya.

Saat rumah itu selesai. Sang mandor datang untuk memeriksa. Saat sang mandor memegang daun pintu depan, ia berbalik dan berkata, “Ini adalah rumahmu, hadiah dariku untukmu!”

Betapa terkejutnya si tukang kayu. Ia sangat menyesal. Kalau saja sejak awal ia tahu bahwa ia sedang membangun rumahnya, ia akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Sekarang akibatnya, ia harus tinggal di rumah yang ia bangun dengan asal-asalan.

Inilah refleksi hidup kita!

Pikirkanlah kisah si tukang kayu ini. Anggaplah rumah itu sama dengan kehidupan Anda. Setiap kali Anda memalu paku, memasang rangka, memasang keramik, lakukanlah dengan segenap hati dan bijaksana.

Kehidupanmu saat ini adalah akibat dari pilihanmu di masa lalu. Masa depanmu adalalah hasil dari keputusanmu saat ini.

24). Kisah Tiga Pohon
Alkisah, ada tiga pohon di dalam hutan. Suatu hari, ketiganya saling menceritakan mengenai harapan dan impian mereka.

Pohon pertama berkata, "Kelak aku ingin menjadi peti harta karun. Aku akan diisi dengan emas, perak dan berbagai batu permata dan semua orang akan mengagumi keindahannya."

Kemudian pohon kedua berkata, suatu hari kelak aku akan menjadi kapal yang besar. Aku akan mengangkut raja-raja dan berlayar ke ujung dunia. Aku akan menjadi kapal yang kuat dan setiap orang merasa aman berada dekat denganku.

Akhirnya pohon ke tiga berkata, Aku ingin tumbuh menjadi pohon yang tertinggi di hutan di puncak bukit. Orang-orang akan memandangku dan berpikir betapa aku begitu dekat untuk menggapai surga dan Tuhan. Aku akan menjadi pohon terbesar sepanjang masa dan orang akan mengingatku.

Setelah beberapa tahun berdoa agar impian terkabul, sekelompok penebang pohon datang dan menebang ketiga pohon itu. Pohon pertama dibawa ke tukang kayu. Ia sangat senang sebab ia tahu bahwa ia akan dibuat menjadi peti harta karun. Tetapi doanya tidak menjadi kenyataan karena tukang kayu membuatnya menjadi kotak tempat menaruh makan ternak. Ia hanya diletakkan di kandang dan diisi jerami.

Pohon ke dua dibawa ke galangan kapal. Ia berpikir bahwa doanya menjadi kenyataan. Tetapi ia dipotong-potong dan dibuat menjadi sebuah perahu nelayan kecil. Impiannya untuk menjadi kapal besar untuk mengangkut raja-raja telah berakhir.

Pohon ketiga dipotong menjadi potongan-potongan kayu besar dan dibiarkan teronggok dengan gelap. Tahun demi tahun berlalu, dan ketiga pohon itu telah melupakan impiannya. Kemudian suatu hari, sepasang suami-istri tiba kandang.

Sang istri melahirkan dan meletakkan bayinya di atas tumpukan jerami di kotak makanan ternak yang dibuat dari pohon pertama. Orang-orang datang menyembah bayi itu. Akhirnya pohon pertama sadar bahwa didalamnya diletakkan harta terbesar sepanjang masa.

Bertahun-tahun kemudian, sekolompok laki-laki naik ke atas perahu nelayan yang dibuat dari pohon ke dua. Ditengah danau, badai besar datang DAN pohon kedua berpikir bahwa ia tidak cukup kuat untuk melindungi orang-orang didalamnya. Tetapi salah seorang laki-laki itu berdiri dan berkata, "DIAM!"
Tenanglah! dan badaipun berhenti. Ketika itu, tahulah bahwa ia telah mengangkut Raja diatas segala raja.

Akhirnya, seorang datang dan mengambil pohon ke tiga. Ia dipikul sepanjang jalan sementara orang-orang mengejek lelaki yang memikulnya. Laki-laki ini kemudian dipakukan di kayu ini dan mati di puncak bukit. Akhirnya pohon ketiga sadar bahwa ia demikian dekat dengan Tuhan, karena Yesus yang disalibkan padanya.

Ketika keadaaan tidak seperti yang engkau inginkan, ketahuilah Tuhan memiliki rencana untukmu. Ketiga pohon mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tetapi tidak dengan cara seperti yang mereka bayangkan. Kita tidak selalu tahu apa rencana Tuhan bagi kita. Kita hanya tahu bahwa jalan-NYA bukanlah jalan kita, tetapi jalan-NYA adalah yang terbaik.

24). Katak Tuli
Suatu saat ada perlombaan panjat tebing yang diikuti oleh para katak dari segala jenisnya.
Ketika start semua penonton bersorak mendukung mereka. Tapi di tengah pertandingan, beberapa katak menyerah karena medan perlombaan sangat berat. Hanya ada lima katak terus berjuang mencapai garis akhir. Saat medan bertambah sulit para penonton yang tadinya mendukung para katak itu mulai tidak yakin akan kemampuan mereka.

Mereka berteriak agar para katak menyerah saja. Bahkan sebagian memberitahu para katak bahwa medan yang berat itu berbahaya dan bisa membunuh mereka. Akhirnya hanya seekor katak yang bertahan dan memenangkan perlombaan.

Setelah diteliti mengapa banyak yang gagal, hasilnya menyebutkan mereka mendengarkan perkataan penonton menjadi takut dan berhenti. Dan bagaimana dengan katak yang bisa terus dan akhirnya memenangkan pertandingan? Ternyata ia adalah seekor katak yang tuli, ia tidak mendengar apapun yang penonton katakan. Dalam kasus ini, tuli itu anugerah.

Saat kesulitan hidup meningkat, daripada percaya Tuhan kita seringkali mendengarkan suara negatif orang-orang di sekitar kita dan mempercayainya. Jadi jika anda ingin mencapai tujuan hidupmu, jangan memberi tempat kepada perkataan negatif, intimidasi dari orang lain. Yakinlah akan tujuanmu, tempatkan perkataan Tuhan sebagai panduan, dan percayalah akan jawaban doa-doamu!

Tutuplah kuping Anda untuk hal-hal yang negatif!

25. Mengalah
Ada dua ekor kambing gunung bertemu satu sama lain di jalan sempit di tepi tebing terjal yang hanya cukup untuk diliwati salah satu dari kedua binatang liar tersebut. Di sebelah kiri adalah tebing terjal, dan di sebelah kanan danau yang dalam. Keduanya saling berpandangan. Apa yang harus mereka lakukan? Keduanya tak dapat balik karena terlalu berbahaya, tak dapat berputar karena jalan itu terlalu sempit.

Kemudian salah satu dari mereka membaringkan dirinya di jalan yang kecil itu, dan mengembik memberi tanda kepada kambing lainnya supaya berjalan diatasnya. Dan selamatlah keduanya dari kecelakaan. Kambing-kambing itu tidak saling menanduk dan berkelahi mempertahankan jalannya masing-masing supaya selamat.




Kata Martin Luther  yang mengangkat ilustrasi ini, manusia justru kadang-kadang tidak lebih bijak dari kedua kambing diatas, yang mau saling “merendahkan diri” untuk "memberi jalan" ketika "papasan" dengan yang lain!

"......Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga" Filipi 2:3-4.

26). Hidup adalah pilihan
Ada sebuah cerita dari Yunani. Pada suatu ketika,ada seorang pemuda mendatangi seorang bijak bernama Aristoteles. Ia hendak menguji hikmat filsuf Yunani yang terkenal itu. Ia membawa anak burung,menyembunyikan dibalik punggungnya dengan kedua tangannya. Ketika berhadapan dengan Aristoteles, dia berkata; “menurut anda, apakah anak burung ini hidup atau mati”? Anak muda ini berkikir, jika Aristoteles menjawab mati, maka ia akan melepas burung itu tetapi jika dia menjawab hidup, maka ia akan mencekik leher burung itu. Dengan rasa was-was si pemuda ini menunggu jawaban.

Sambil tersenyum, Aristoteles menjawab, ”Anak muda, hidup mati burung itu ada dalam genggaman tanganmu. Jika engkau memnghendaki hidup, maka burung itu pasti akan hidup.Tetapi jika engkau menghendaki mati, maka burung itu akan mati”. Dengan mendengar jawaban ini, si pemuda tersebut mengangguk kagum dan mengakui kebijaksanaan yang dimiliki oleh Aristoteles.

Cerita ini mengandung pesan bahwa manusia hidup diperhadapkan kepada kebebasan dalam memilih,menentukan dan memutuskan tujuan hidupnya. Dalam segala hal kita bebas namun kebebasan itu bukan berdasarkan ukuran-ukuran duniawi. Memilih hidup berarti mengikut Yesus. Mengikut Yesus tentu melakukan kehendakNya: Apa yang mesti kita perbuat dan bagaimana kita melakukannya

27). Cuek membawa malapetaka
Sepasang suami istri petani pulang kerumah setelah berbelanja. Seekor tikus memperhatikan makanan apa lagi yang dibawa mereka dari pasar??” Ternyata, salah satu yang dibeli oleh petani ini adalah Perangkap Tikus. Sang tikus kaget bukan kepalang. Ia segera berlari menuju kandang, mendatangi ayam dan berteriak “ada perangkap tikus”. Sang Ayam berkata “Tuan Tikus, Aku turut bersedih, tapi itu tidak berpengaruh padaku”

Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing sambil berteriak. Sang Kambing pun berkata “Aku
turut ber simpati, tapi tidak ada yg bisa aku lakukan” Tikus lalu menemui Sapi. Ia mendapat jawaban sama. “Maafkan aku. Tp perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali” Ia lalu lari ke hutan dan bertemu Ular. Sang ular berkata “Perangkap Tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku” Akhirnya Sang Tikus kembali kerumah dengan pasrah mengetahui kalau ia akan menghadapi bahaya sendiri.

Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya berbunyi menandakan telah memakan korban. Ketika melihat perangkap tikusnya, ternyata seekor ular berbisa. Buntut ular yg terperangkap membuat ular semakin ganas dan menyerang istri pemilik rumah.

Walaupun sang Suami sempat membunuh ular tersebut, sang Istri tetapi harus di bawa ke
rumah sakit. Beberapa hari kemudian istrinya demam. Ia lalu minta dibuatkan sop ceker ayam oleh suaminya. Dengan segera ia menyembelih ayamnya untuk dimasak cekernya. Tetapi sakit sang Istri tak kunjung reda. Seorang teman menyarankan utk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambing untuk mengambil hatinya. Istrinya tidak sembuh dan akhirnya
meninggal dunia.

Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga sang Petani harus menyembelih
sapinya untuk memberi makan para pelayat. 
Dari kejauhan sang Tikus menatap dgn penuh kesedihan. Beberapa hari kemudian ia melihat  Perangkap Tikus tersebut sudah tdk digunakan lagi.


28). 4 Hal yang tak mungkin kembali
Seorang gadis muda menunggu penerbangannya di ruang tunggu sebuah bandara yang super sibuk. Karena harus menunggu berjam-jam, dia memutuskan membeli sebuah buku untuk menghabiskan waktunya. Dia juga membeli sebungkus kue. Dia duduk di kursi bersandaran tangan, di ruang VIP bandara, untuk istirahat dan membaca dengan tenang.
Di sisi sandaran tangan di mana kue terletak, seorang laki-laki duduk di kursi sebelah, membuka majalah dan mulai membaca

Ketika ia mengambil kue pertama, laki-laki itu juga turut mengambil. Si gadis merasa gemas tapi tidak berkata apa-apa. Dia hanya berpikir: “Lancang benar! Bila saya nggak sabaran sudah kugebuk dia untuk kenekatannya!” Untuk setiap kue yang dia ambil, laki-laki itu turut mengambil satu.

Ini sangatlah membuatnya marah namun si gadis tak ingin sampai timbul kegaduhan di ruang itu
Ketika tinggal satu kue yang tersisa si gadis mulai berpikir: “Aha…bakal ngapain sekarang orang yang nggak sopan ini?” Lalu, laki-laki itu mengambil kue yang tersisa, membaginya dua, lalu memberikan yang separuh padanya. Benar-benar keterlaluan! Si gadis benar-benar marah besar sekarang!

Dalam kemarahannya, dia mengakhiri bukunya, dikemasnya barangnya lalu bergegas ke tempat boarding. Ketika sudah duduk di seat-nya, di dalam pesawat, dia merogoh tasnya untuk mengambil kacamata, dan dia sontak terkejut, sebungkus kuenya masih ada di dalam tas, tak tersentuh, tak terbuka!

Dia merasa sangat malu!! Dia sadar telah keliru. Dia lupa kalau kuenya masih tersimpan di dalam tas. Laki-laki tadi telah berbagi kue dengannya, tanpa merasa marah atau sengit ketika si gadis amat marah, berpikir bahwa ia telah berbagi kue dengan laki-laki itu. Dan kini tidak ada lagi kesempatan untuk menerangkan kelalaiannya dan juga untuk meminta maaf.

Aplikasi dari kisah ini sda 4 hal yang tak dapat kembali
  • Batu setelah ia dilontarkan!!
  • Kata setelah ia diucapkan!
  • Kesempatan setelah ia hilang!
  • Waktu setelah ia berlalu!
29. Bapa yang Baik
Ada seorang bapa yang begitu sayang kepada anaknya karena anaknya cacat. Cacatnya tidak tanggung-tanggung. Tangannya tidak bisa bergerak, tidak bisa berjalan, dan tidak bisa berbicara. Anak ini kalau mau berkomunikasi dengan bapanya harus memakai bahasa isyarat. Cacat seumur hidupnya. Suatu hari anak ini dengan bahasa isyarat mengatakan, “ pa saya punya cita-cita ikut lomba triatlon ”. Itu adalah tri lomba dimana para pesertanya harus berenang, naik sepeda dan lari.

Bayangkan, sudah cacat seperti itu tapi masih mau ikut tri lomba. Di dalam hatinya ada semangat di mana dia ingin menjalani hidup ini untuk mencapai hal-hal yang besar. Anak ini tidak bisa, tapi dia minta papanya untuk ikut perlombaan itu, pertandingan yang berkelas internasional itu.

Panitianya bingung bagaimana membiarkan mereka untuk ikut berlomba, tapi akhirnya mereka diijinkan. Papanya membuat sebuah perahu. Anaknya yang cacat di tidurkan di perahu. Papanya menarik perahu itu dengan tali, dia berenang bermil-mil jauhnya. Dia berenang demi anaknya. Setelah itu dia gendong anaknya, dia taruh di atas kereta dorongnya. Anaknya ditaruh, dia yang kayuh bermil-mil jauhnya. Setelah itu dia gendong lagi anaknya, meletakkannya di kursi roda dan dia lari.
Dalam perlombaan itu semua orang sudah mencapai garis finish. Tapi penonton tidak ada yang mau pulang. Karena mereka mau menunggu anak dan bapa yang luar biasa ini. Delapan jam kemudian mereka melihat dari jauh, ada seorang bapa, bergumul, ngos-ngosan tapi dia terus lari. Dia dorong anaknya dan sampai di garis finish. Anak ini bertepuk tangan dengan gembira walaupun tangannya tidak sempurna. Bapa ini menangis, semua orang menangis. Itulah gambaran Bapa kita di Surga. Itulah hati seorang Bapa.

Kita adalah seperti orang cacat ini. Kita adalah seperti orang cacat yang ketika dulu belum percaya Yesus, tidak ada seorangpun yang mem-bapa-i. sehingga hidup kita hancur. Kita tidak mampu berbuat apa-apa. Tetapi Bapa yang di Surga menemukan kita. Dan Dialah Bapa yang baik, yang mau membawa kita mencapai garis finish.

30). BEJANA PILIHAN
Seorang Tuan sedang mencari sebuah bejana. Sambil berjalan sang Tuan melihat dan menilai bejana-bejana tersebut. Bejana Emas berkata: "Pilihlah aku," teriak bejana emas,"Aku mengkilap dan bercahaya. Aku sangat berharga dan aku melakukan segala sesuatu dengan benar. Keindahanku akan mengalahkan yang lain. Dan untuk orang seperti Tuanku, emas adalah yang terbaik!" Tuan itu hanya lewat saja tanpa mengeluarkan sepatah kata.

Kemudian ia melihat suatu bejana perak, ramping dan tinggi. Bejana Perak, Ramping dan Tinggi berkata: "Aku akan melayani engkau Tuanku, aku akan menuangkan anggurmu dan aku akan berada di mejamu di setiap acara jamuan makan. Garisku sangat indah, ukiranku sangat nyata. Dan perakku akan selalu memujimu." Tuan itu hanya lewat saja dan menemukan sebuah bejana kaca.’ Bejana ini lebar mulutnya dan dipoles seperti kaca. "Bejana Kaca berkata; "Sini! Sini!" teriak bejana itu, "aku tahu aku akan terpilih. Taruhlah aku dimejamu, maka semua orang akan memandangku." Namun tuan itu hanya melewatinya dan melihat bejana kristal.

Bejana Kristal berkata: "Lihatlah aku!", panggil bejana kristal yang sangat jernih. Aku sangat transparan, menunjukkan betapa baiknya aku. Meskipun aku mudah pecah, aku akan melayani engkau dengan kebanggaanku. Dan aku yakin, aku akan bahagia dan senang tinggal dalam rumahmu." Tuan itu kemudian menemukan bejana kayu. Dipoles dan terukir indah, berdiri dengan teguh. Bejana Kayu berkata: "Engkau dapat memakai aku, tuanku, kata bejana kayu. Tapi aku lebih senang bila engkau memakaiku untuk buah-buahan, bukan untuk roti."

Kemudian tuan itu melihat ke bawah dan melihat bejana tanah liat. Kosong dan hancur, terbaring begitu saja. Tidak ada harapan untuk terpilih sebagai bejana tuan itu. Bejana Tanah Liat hanya diam. Tuan berkata: Ah! Inilah bejana yang aku cari-cari. Aku akan perbaiki dan kupakai, dan akan aku buat sebagai milikku seutuhnya. Aku tidak membutuhkan bejana yang mempunyai kebanggaan. Tidak juga bejana yang terlalu tinggi untuk ditaruh di rak. Tidak juga yang mempunyai mulut lebar dan dalam. Tidak juga yang memamerkan isinya dengan sombong.Tidak juga yang merasa dirinya selalu benar. Tetapi yang kucari adalah bejana yang sederhana yang akan kupenuhi dengan kuasa dan kehendakku. Kemudian ia mengangkat bejana tanah liat itu. Ia memperbaiki dan membersihkannya dan memenuhinya, ia berbicara dengan lembut kepadanya, "Ada tugas yang perlu engkau kerjakan, jadilah berkat buat orang lain, seperti apa yang telah kuperbuat bagimu."

Demikianlah halnya dengan Tuhan. Ia mencari orang-orang yang rendah hati dan mau berjalan menurut kehendak dan kemauan Tuhan. Dan tentunya orang yang mau dibentuk, sekalipun harus melalui hal-hal menyakitkan.

31). Adonan Kue Kehidupan
Dua orang anak laki-laki menceritakan kepada neneknya betapa buruknya hari mereka : ada orang yang mengganggu mereka di sekolah, orangtua mereka memarahi mereka, dan mereka terkena flu.
Sang nenek mendengarkan keluh kesah kedua cucunya itu dengan sabar sambil membuat adonan kue. Kemudian nenek itu bertanya apakah kedua anak itu mau makanan ringan, tentu saja keduanya mau.

“Ini, ada sebotol minyak goreng,” ujar sang nenek.
“Menjijikkan..” ungkap salah satu anak laki-laki itu.
“Bagaimana jika dua butir telur ini?”
“Tidak enak, nek,” sahut yang satunya.
“Baiklah, bagaimana jika tepung ini saja? Atau mau baking soda saja?”
”Nenek, semua itu tidak enak!” kata mereka bersamaan.
Akhirnya sang nenek pun menjelaskan:
“Ya, semua itu terasa tidak enak jika kamu makan sendiri-sendiri. Tetapi kalau kamu menggabungkan semuanya dan mengaduknya hingga merata, semua itu bisa berubah menjadi sebuah kue yang lezat. 

Tuhan bekerja dengan cara yang sama. Seringkali kita bertanya mengapa Tuhan mengijinkan kita mengalami hal-hal buruk berulang kali. Tetapi Tuhan tahu bahwa jika Dia menyatukan semua hal-hal buruk itu sesuai dengan kehendak-Nya, maka hal itu akan mendatangkan kebaikan! Kita hanya perlu percaya kepada-Nya dan akhirnya segala sesuatunya akan menjadi indah.”

Jika Anda mengalami hal buruk hari ini, ingatlah nasihat nenek di atas, bahwa jika Anda mengijinkan Allah bekerja dalam hidup Anda, pada akhirnya semua itu akan mendatangkan kebaikan, bukan bagi Anda saja namun juga bagi orang-orang di sekeliling Anda.

“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28)
  • Obat stress adalah hati yang gembira..
  • Obat kecewa adalah memandang Tuhan..
  • Obat sakit hati adalah mengampuni & melupakan.
32). Perahu Mainan
Seorang bocah laki-laki membuat sebuah perahu mainan. Dengan penuh kegembiraan dia membawanya ke danau yang tenang. Tetapi karena terbawa air, perahu itu menjauh darinya sehingga tidak terjangkau oleh tangannya yang pendek. Dalam keputus-asaannya, dia minta tolong kepada seorang anak laki-laki yang lebih besar.

Begitu terkejutnya dia ketika anak itu mengambil beberapa kerikil dan mulai melempari perahunya dengan batu itu. "Hei, jangan lempari perahuku...", seru bocah itu, karena mengira anak itu tidak bermaksud menolongnya, tapi justru mau merusak perahu mainannya.

"Coba lihat dulu. Perhatikan apa yang terjadi", kata anak itu. Ketika bocah itu memperhatikan dengan seksama, ternyata batu itu tidak mengenai perahunya, tetapi MELAMPAUINYA. 
Setiap kali batu itu memukul air, timbul ombak kecil yang mendorong perahu itu ke tepi danau. Setiap lemparan batu sudah DIRENCANAKAN dan pada akhirnya perahu kecil itu berada dalam jangkauannya. Betapa gembiranya bocah itu karena mainan kebanggaannya telah kembali.

Pesan bagi kita: Kadang hal-hal dalam kehidupan anda tidak bisa dimengerti. Anda merasa dihajar dan disiksa, tapi cobalah MENUNGGU sejenak, maka anda akan melihat bahwa setiap pencobaan atau hajaran itu seperti batu yang dilemparkan ke telaga kehidupan anda yang tenang.

Mazmur 119:144
"Peringatan-peringatan-Mu adil untuk selama-lamanya, buatlah aku mengerti, supaya aku hidup."

33). Jangan Terburu - buru Menilai Seseorang
Seorang dokter tampak bergegas masuk ke dalam ruang operasi.
Ayah dari si anak yang akan dioperasi datang menghampirinya :
"Dokter, mengapa sih Anda ini lama sekali sampai ke sini? Apa anda tidak tau, nyawa anak saya terancam jika tidak segera di operasi... Terlalu!!!" Labrak si ayah.

Dokter itu tersenyum..
"Maaf, saya sedang tdk di RS tadi, tapi secepatnya ke sini setelah ditelepon pihak RS."
Kemudian ia menuju ruang operasi. Setelah beberapa jam disana, ia keluar dg senyuman di wajahnya:

"Syukur.. keadaan anak anda kini stabil."
Tanpa menunggu jawaban sang ayah, dokter tsb berkata :
"Suster akan membantu anda jika ada yg ingin anda tanyakan."
Lalu Dokter tsb bergegas berlalu.

Si ayah tadi langsung komplain dengan suster:
"Kenapa sih dokter itu angkuh sekali? Dia kan sepatutnya memberikan penjelasan mengenai keadaan anak saya?! Apa langkah selanjutnya yg harus saya lakukan & banyak hal yg lain.. Ahhh, sombong sekali dokter itu !!"

Sambil meneteskan air matanya suster menjawab :
"Pak.. Anak dokter tersebut meninggal dalam kecelakaan kemarin sore. Ia sedang menguburkan anaknya saat kami meneleponnya untuk melakukan operasi pd anak Anda. Sekarang anak anda telah selamat, kini ia bisa kembali berkabung.."

34). Jangan terburu-buru menilai orang
Tapi berusahalah utk memaklumi tiap jiwa disekeliling kita yg menyimpan cerita kehidupan yg tak terbayangkan di benak kita...
Setiap orang mempunyai persoalannya masing2..

Kita tidak pernah tahu bahwa:
Αda air mata dibalik setiap senyuman..
Αda kasih sayang dibalik setiap amarah..
Αda pengorbanan dibalik setiap ketidak pedulian..
Αda harapan dibalik setiap kesakitan..

Semoga kita menjadi manusia dengan rasa maklum yang semakin luas dan bersyukur dengan apa yg telah TUHAN berikan dalam hidup ini. INGAT, kita bukan satu2nya manusia dgn segudang masalah.

35). Harapan Selalu Ada
Suatu hari seorang ayah menyuruh anak-anaknya ke hutan melihat sebuah pohon pir di waktu yang berbeda.
Anak pertama disuruhnya pergi pada musim DINGIN,
anak ke 2 pada musim SEMI,
anak ke 3 pada musim PANAS,
dan yang ke 4 pada musim GUGUR.

Anak 1: pohon pir itu tampak sangat jelek dan batangnya bengkok.
Anak 2: pohon itu dipenuhi kuncup-kuncup hijau yang menjanjikan.
Anak 3: pohon itu dipenuhi dengan bunga-bunga yg menebarkan bau yang harum.
Anak 4: ia tidak setuju dengan saudaranya, ia berkata bhw pohon itu penuh dengan buah yang matang dan ranum.

Kemudian sang ayah berkata bahwa  kalian semua benar, hanya saja kalian melihat di waktu yang berbeda.
Ayahnya berpesan: “Mulai sekarang jangan pernah menilai kehidupan hanya berdasarkan satu masa yang sulit.”

Ketika kamu sedang mengalami masa-masa  sulit, segalanya terlihat tidak menjanjikan, banyak kegagalan dan kekecewaan, jangan cepat menyalahkan diri dan orang lain bahkan berkata bahwa  kamu tidak mampu, bodoh dan bernasib sial…

Ingatlah, kamu berharga di mata TUHAN, tdk ada istilah “nasib sial” bagi orang percaya!
Kerjakan yang menjadi bagianmu dan percayalah TUHAN akan mengerjakan bagian-Nya…
Jika kamu tidak bersabar ketika berada di musim dingin, maka kamu akan kehilangan musim semi dan musim panas yang menjanjikan harapan, dan kamu tidak akan menuai hasil di musim gugur.
“Kegelapan malam tidak seterusnya bertahan, esok akan datang fajar yang  mengusir kegelapan.”.
Bersama Tuhan selalu ada pengharapan yang baru.

36). Kopi Vs Cangkir

Dalam sebuah acara reuni, beberapa alumni menjumpai guru sekolah mereka dulu. Melihat para alumni tersebut ramai-ramai membicarakan kesuksesan mereka, guru tersebut segera ke dapur dan mengambil seteko kopi panas dan beberapa cangkir kopi yang berbeda-beda. Mulai dari cangkir yang terbuat dari kristal, kaca, melamin dan plastik. Guru tersebut menyuruh para alumni untuk mengambil cangkir dan mengisinya dengan kopi. Setelah masing-masing alumni sudah mengisi cangkirnya dengan kopi, guru berkata, "Perhatikanlah bahwa kalian semua memilih cangkir yang bagus dan kini yang tersisa hanyalah cangkir yang murah dan tidak menarik.



Memilih hal yang terbaik adalah wajar dan manusiawi. Namun persoalannya, ketika kalian tidak mendapatkan cangkir yang bagus perasaan kalian mulai terganggu. Kalian secara otomatis melihat cangkir yang dipegang orang lain dan mulai membandingkannya. Pikiran kalian terfokus pada cangkir, padahal yang kalian nikmati bukanlah cangkirnya melainkan kopinya." Hidup kita seperti kopi dalam analogi tersebut di atas, sedangkan cangkirnya adalah pekerjaan, jabatan, dan harta benda yang kita miliki.



Pesan moralnya, jangan pernah membiarkan cangkir mempengaruhi kopi yang kita nikmati. Cangkir bukanlah yang utama, kualitas kopi itulah yang terpenting. Jangan berpikir bahwa kekayaan yang melimpah, karier yang bagus dan pekerjaan yang mapan merupakan jaminan kebahagian. Itu konsep yang sangat keliru. Kualitas hidup kita ditentukan oleh "Apa yang ada di dalam" bukan "Apa yang kelihatan dari luar".
Apa gunanya kita memiliki segalanya, namun kita tidak pernah merasakan damai, sukacita, dan kebahagian di dalam kehidupan kita? Itu sangat menyedihkan, karena itu sama seperti kita menikmati kopi basi yang disajikan di sebuah cangkir kristal yang mewah dan mahal. Kunci menikmati kopi bukanlah seberapa bagus cangkirnya, tetapi seberapa bagus kualitas kopinya. 

Selamat menikmati secangkir kopi kehidupan...

 






 

Copyright © 2010 Data-Data Kebenaran Blogger Template by Dzignine