Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil. Meskipun ia miskin, semua orang cemburu kepadanya karena ia memiliki kuda putih cantik. Bahkan raja menginginkan hartanya itu. Kuda seperti itu belum pernah di lihat begitu kemegahannya, keagungannya dan kekuatannya.
Orang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda jantan itu, tetapi orang tua itu selalu menolak, "Kuda ini bukan kuda bagi saya," ia akan mengatakan. "Ia adalah seperti seseorang. Bagaimana kita dapat menjual seseorang. Ia adalah sahabat bukan milik. Bagaimana kita dapat menjual seorang sahabat." Orang itu miskin dan godaan besar. Tetapi ia tetap tidak menjual kuda itu.
Suatu pagi ia menemukan bahwa kuda itu tidak ada di kandangnya. Seluruh desa datang menemuinya. "Orang tua bodoh," mereka mengejek dia, "sudah kami katakan bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami sudah peringatkan bahwa kamu akan di rampok. Anda begitu miskin. Mana mungkin anda dapat melindungi binatang yang begitu berharga? Sebaiknya anda sudah menjualnya. Anda boleh minta harga apa saja. Harga setinggi apapun akan di bayar juga. Sekarang kuda itu hilang dan anda dikutuk oleh kemalangan."
Orang tua itu menjawab, "Jangan bicara terlalu cepat. Katakan saja bahwa kuda itu tidak berada di kandangnya. Itu saja yang kita tahu; selebihnya adalah penilaian. Apakah saya di kutuk atau tidak, bagaimana Anda dapat ketahui itu? Bagaimana Anda dapat menghakimi?"
Orang protes, "Jangan menggambarkan kita sebagai orang bodoh! Mungkin kita bukan ahli filsafat, tetapi filsafat hebat tidak di perlukan. Fakta sederhana bahwa kudamu hilang adalah kutukan."
Orang tua itu berbicara lagi, "Yang saya tahu hanyalah bahwa kandang itu kosong dan kuda itu pergi. Selebihnya saya tidak tahu. Apakah itu kutukan atau berkat, saya tidak dapat katakan. Yang dapat kita lihat hanyalah sepotong saja. Siapa tahu apa yang akan terjadi nanti?"
Orang-orang desa tertawa. Menurut mereka orang itu gila. Mereka memang selalu menganggap dia orang tolol; kalau tidak, ia akan menjual kuda itu dan hidup dari uang yang diterimanya. Sebaliknya, ia seorang tukang potong kayu miskin, orang tua yang memotong kayu bakar dan menariknya keluar hutan lalu menjualnya. Uang yang ia terima hanya cukup untuk membeli makanan, tidak lebih. Hidupnya sengsara sekali. Sekarang ia sudah membuktikan bahwa ia betul-betul tolol.
Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak di curi, ia lari ke dalam hutan. Ia tidak hanya kembali, ia juga membawa sekitar selusin kuda liar bersamanya. Sekali lagi penduduk desa berkumpul di sekeliling tukang potong kayu itu dan mengatakan, "Orang tua, kamu benar dan kami salah. Yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat. Maafkan kami."
Jawab orang itu, "Sekali lagi kalian bertindak gegabah. Katakan saja bahwa kuda itu sudah balik. Katakan saja bahwa selusin kuda balik bersama dia, tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa ini adalah berkat? Anda hanya melihat sepotong saja. Kecuali kalau kalian sudah mengetahui seluruh cerita, bagaimana anda dapat menilai? Kalian hanya membaca satu halaman dari sebuah buku. Dapatkah kalian menilai seluruh buku? Kalian hanya membaca satu kata dari sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh ungkapan? Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai seluruh hidup berdasarkan satu halaman atau satu kata. Yang anda tahu hanyalah sepotong! Jangan katakan itu adalah berkat. Tidak ada yang tahu. Saya sudah puas dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu karena apa yang saya tidak tahu."
"Barangkali orang tua itu benar," mereka berkata satu kepada yang lain. Jadi mereka tidak banyak berkata-kata. Tetapi di dalam hati mereka tahu ia salah. Mereka tahu itu adalah berkat. Dua belas kuda liar pulang bersama satu kuda. Dengan kerja sedikit, binatang itu dapat dijinakkan dan dilatih, kemudian dijual untuk banyak uang.
Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak muda itu mulai menjinakkan kuda-kuda liar itu. Setelah beberapa hari, ia terjatuh dari salah satu kuda dan kedua kakinya patah. Sekali lagi orang desa berkumpul sekitar orang tua itu dan menilai.
"Kamu benar," kata mereka, "Kamu sudah buktikan bahwa kamu benar. Selusin kuda itu bukan berkat. Mereka adalah kutukan. Satu-satunya puteramu patah kedua kakinya dan sekarang dalam usia tuamu kamu tidak ada siapa-siapa untuk membantumu. Sekarang kamu lebih miskin lagi."
Orand tua itu berbicara lagi, "Ya, kalian kesetanan dengan pikiran untuk menilai, menghakimi. Jangan keterlaluan. Katakan saja bahwa anak saya patah kaki. Siapa tahu itu berkat atau kutukan? Tidak ada yang tahu. Kita hanya mempunyai sepotong cerita. Hidup ini datang sepotong-sepotong."
Maka terjadilah 2 minggu kemudian negeri itu berperang dengan negeri tetangga. Semua anak muda di desa diminta untuk menjadi tentara. Hanya anak si orang tua tidak diminta karena ia sedang terluka. Sekali lagi orang berkumpul sekitar orang tua itu sambil menangis dan berteriak karena anak-anak mereka sudah dipanggil untuk bertempur. Sedikit sekali kemungkinan mereka akan kembali. Musuh sangat kuat dan perang itu akan dimenangkan musuh. Mereka mungkin tidak akan melihat anak-anak mereka kembali.
"Kamu benar, orang tua," mereka menangis, "Tuhan tahu kamu benar. Ini membuktikannya. Kecelakaan anakmu merupakan berkat. Kakinya patah, tetapi paling tidak ia ada bersamamu. Anak-anak kami pergi untuk selama-lamanya".
Orang tua itu berbicara lagi, "Tidak mungkin untuk berbicara dengan kalian. Kalian selalu menarik kesimpulan. Tidak ada yang tahu. Katakan hanya ini: anak-anak kalian harus pergi berperang, dan anak saya tidak. Tidak ada yang tahu apakah itu berkat atau kutukan. Tidak ada yang cukup bijaksana untuk mengetahui. Hanya Allah yang tahu."
Orang tua itu benar. Kita hanya tahu sepotong dari seluruh kejadian. Kecelakaan-kecelakaan dan kengerian hidup ini hanya merupakan satu halaman dari buku besar. Kita jangan terlalu cepat menarik kesimpulan. Kita harus simpan dulu penilaian kita dari badai-badai kehidupan sampai kita ketahui seluruh cerita.
Saya tidak tahu dari mana si tukang kayu belajar menjaga kesabarannya. Mungkin dari tukang kayu lain di Galelia. Sebab tukang kayu itulah yang paling baik mengungkapkannya:
"Janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri."
Ia adalah yang paling tahu. Ia menulis cerita kita. Dan Ia sudah menulis bab yang terakhir. (In The Eye of The Storm - Max Lucado)
2). Kebahagiaan yang sejati
Malaikat dipanggil Tuhan untuk menyembunyikan kebahagiaan. Mereka dipesan Tuhan dengan sungguh-sungguh untuk tidak memberitahu manusia dimana mereka menyembunyikannya.
Malaikat dipanggil Tuhan untuk menyembunyikan kebahagiaan. Mereka dipesan Tuhan dengan sungguh-sungguh untuk tidak memberitahu manusia dimana mereka menyembunyikannya.
Malaikat pertama segera pergi ke bumi bagian paling bawah dan menyembunyikan kebahagiaan yang tidak mungkin diketahui manusia. Malaikat ke dua pergi ke langit paling atas ke tempat yang tidak mungkin bisa dijangkau oleh manusia.
Begitulah kita seringkali berpikir bahwa kita akan bahagia bila bisa memiliki kekayaan yang berlimpah-limpah. Ada juga yang beranggapan bahwa kebahagiaan bisa ditemukan jika bisa mencapai kekuasaan dan popularitas yang tertinggi. Banyak
di antara manusia yang setelah berlelah-lelah untuk mencapainya mereka
tidak menemukan kebahagiaan. Yang mereka dapat hanya kehampaan dan
kekecewaan. Tetapi ngomong-ngomong, kemana malaikat ke-tiga menyembunyikan kebahagiaan? Ternyata
malaikat ke tiga tidak pergi kemana-mana. Ia hanya pergi ke tempat
dimana ada manusia yang memiliki hati yang suci dan tulus.
Dan
mememang benar bila kebahagiaan itu hanyalah hasil dari hidup yang
melakukan kebenaran dengan hati yang suci dan tulus. Banyak orang yang
menjadikan kebahagiaan sebagai tujuan justru tidak bahagia. Tetapi
mereka yang menjaga hidupnya untuk terus berpegang pada kebenaran justru
bahagia.
3). Tugas Kita
Ada
sebuah kita menarik yang terjadi pada tahun 1968, yaitu saat lomba lari
marathon Olimpiade di Mexico City. Kala itu semua acara sudah usai dan
sebagian besar penonton sudah bubar. Yang tertinggal hanya para petugas
dan beberapa wartawan yang sedang membereskan peralatannya.
Tiba-tida
dari sebelah selatan muncul Stephe Akwari, pelari marathon dari
Tanzania. Ia berlari dengan kaki pincang karena mengalami kecelakaan
saat berlomba.
Dengan
langkah terseok-seok ia berusaha melintasi garis finish. Bud Greenspan,
seorang kamerawan sempat memperhatikan dirinya. Terkesan dengan
keuletannya, ia bertanya, “Mengapa anda harus menyelesaikan tugas
melelahkan ini? Bukankah pertandingan sudah usai?”. Dengan
terengah-engah ia menjawa, “Tanzania mengirim saya bukan untuk mengikuti
marathon. Tanzania mengirim saya untuk menyelesaikan pertandingan.”
Keuletan
Stephen Akwari memberi inspirasi kepada kita agar berusaha memahami
arti sebuah tugas. Banyak orang menganggap tugas sebagai beban yang
menyusahkan.Kita seirngkali gagal untuk bersukacita dalam pekerjaan kita
akibat salah pengertian.
Arti
sebuah tugas adalah bahwa kita masih diberi kesempatan untuk
menunjukkan potensi kita, karena itu kita harus membenahi cara berpikir
kita dalam menghadapai sebuah tugas. Tugas adalah anugerah Tuhan bagi
kita dimana kita bias membuat hidup kita menjadi lebih baik. Karena itu
selagi masih ada kesempatan, kerjakanlah segala tugas itu dengan
sungguh-sungguh
4). Menanti Dengan Setia
Bertahun-tahun yang
silam, seorang pemuda dengan kekasihnya datang ke pantai di malam hari untuk
saling berpisah. Sang pemuda hendak berlayar ke negeri yang jauh di
seberang lautan dan mengadu nasib. Ia mengumpulkan kayu bakar, menyalakan
api unggun dan membicarakan rencana mereka. Ia berjanji ketika ia kembali
nanti, ia akan mengambil kekasihnya sebagai isteri.
Kemudian sang pemuda
meminta kekasihnya untuk menyanyikan lagu kesayangan mereka, lagu cinta yang
yang amat mereka sukai. Setelah saling berucap janji setia untuk menanti,
ia meminta kekasihnya untuk menyanyikan lagu itu satu kali lagi. Ia
berkata, “Aku akan kembali untukmu, dan aku akan membawamu ke sebuah rumah yang
indah di pulau nan jauh di sana ke mana aku akan pergi. Tapi sementara
aku jauh darimu, aku akan kesepian, mungkin putus asa, dan setiap hari di waktu
seperti ini, aku akan memikirkanmu dan mengingat kembali malam perpisahan
ini. Kemudian aku akan kembali di waktu yang sama seperti sekarang, dan
ketika aku melihat api unggunmu dan mendengar nyanyianmu, aku tahu bahwa kamu
telah setia dan tekun menanti.” Dengan bercucuran air mata, sang gadis
berjanji dan sambil mengucapkan salam perpisahan untuk terakhir kalinya, sang
pemuda naik ke kapal dan berlayar di tengah gelapnya malam. Ia pergi jauh
untuk mengadu nasib dan entah apa yang akan ia dapat.
Keesokan malamnya,
sesuai dengan janji, sang gadis datang ke pantai itu. Ia berdiri di sisi
api unggun dan menyanyikan lagu mereka sambil memikirkan dengan lembut
kekasihnya yang telah pergi di kejauhan laut. Malam demi malam ia
memegang janjinya. Bulan-bulan pun berlalu, kemudian tahun demi tahun,
tapi setiap malam ia berdiri di samping api unggun dan menyanyikan lagu cinta
mereka. Teman-temannya menasehati agar ia berhenti datang ke pantai dan
mencari orang lain. Mereka mengatakan bahwa tentulah sang pemuda telah
lupa akan janjinya dan tidak akan pernah kembali. Tapi sang gadis
memiliki keyakinan yang kokoh pada kekasihnya. “Ia telah berjanji, maka
ia pasti akan kembali untukku,” kata sang gadis. Jumlah tahun yang banyak
telah mengukir jejaknya di wajah dan rambut sang wanita, tapi tetap, kekasihnya
tak kunjung datang.
Suatu malam, lebih
semangat dari biasa, sang wanita datang ke tempat biasa di malam hari.
Harapan telah pupus rasanya, tapi dalam hatinya ia tahu bahwa ia harus
setia. Api meredup tertiup angin pantai, dan iapun mengumpulkan kayu
bakar sekali lagi. Ia menyanyikan kembali lagu yang telah dinyanyikan
ribuan kali. Ketika ia hendak pulang ke rumahnya, ia mendengar suara
dayuhan kapal di kejauhan. Mungkin seorang nelayan yang pulang
malam. Tapi pengharapan cinta wanita ini membuatnya gigih, ia menyalakan
api yang baru sekali lagi, dan sekali lagi menanyikan lagu cinta mereka.
Kapal itu mendekat dan semakin mendekat. Dan pemuda itu yang juga telah
menjadi tua datang. Ia turun dari kapal dan mengenggam tangan kekasihnya,
“Aku telah menunggu untuk melihat apimu dan mendengar lagu kita,” ia
berkata. “Dan aku tahu, engkau dengan siap sedia senantiasa menanti.
Marilah kita pergi ke rumah indah yang telah kubangun untukmu di seberang
sana.”
Sang wanita menanti
dengan siap sedia, karena ia melakukan apa yang diinginkan oleh
kekasihnya. Ia menyalakan api dan menyanyikan lagu mereka.
melakukan apa yang diinginkan kekasihnya karena ia mengenal kekasihnya.
Sebagai orang Kristen, kita juga sedang menantikan Kekasih kita. Dalam
penantian itu, dibutuhkan lebih dari sekadar penantian pasif, yaitu sebuah
kesiap-sediaan. Untuk dapat siap sedia, kita harus tahu apa yang Ia
inginkan ketika Ia mendapati kita? Demi mengetahuinya, kita harus
mengenal Dia.
5). Belajarlah dari nenek Ella Craig
Sebuah
media masa yang terbit di Negara bagian Nashville, Amerika Serikat “The
Nashville Banner” memberikan laporan unik tentang hidup seorang nenek
yang bernama Ella Craig yang berusia 81 tahun.
Dilaporkan
bahwa nenek Ella Craig selalu pergi ke Gereja setiap hari Minggu selama
20 tahun tanpa absen satu kali pun. Itu berarti nenek Ella Craig
selama 20 tahun pergi ke Gereja sebanyak 1.040 hari Minggu!
Artikel itu juga memunculkan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah Ella Craig tidak pernah punya teman di hari Minggu yang menghalanginya ke Gereja?
2. Apakah ia tidak pernah sakit kepala, flu, tidak enak badan, atau lelah?
3. Tidak pernahkah ia melakukan perjalanan akhir pekan?
4. Tidak pernahkah ia bangun terlambat di hari Minggu pagi?
5. Apakah di daerahnya tidak pernah turun hujan atau salju di Minggu pagi?
6. Apakah
tidak ada satu orang pun di Gereja yang menyakiti hatinya? Dan
seterusnya, masih banyak lagi deretan pertanyaan yang mengisyaratkan
kekaguman dan keheranan mereka terhadap nenek Ella Craig .
Artikel
itu akhirnya ditutup dengan pertanyaan, “Apakah ada alasan yang dapat
menghalangi nenek Craig untuk tidak ke Gereja?”. Jawabannya? Sama sekali
tidak ada.
Jadi,
jika di hari Minggu kita tidak hadir kebaktian padahal tidak ada
sesuatu pun yang menghalangi kita, pasti ada yang salah dengan apa yang
ada di dalam diri kita!
Sebuah
keluarga terdiri suami, istri, anak berumur 6 tahun, dan kakek yang
telah renta. Begitu rentanya sehingga tangannya selalu gemetaran bila
memegang sesuatu sehingga berantakan. Hal ini mendatangkan kejengkelan
suami istri tersebut. Tidak jarang mereka mengomel dan marah marah
melihat hal tersebut. Itulah sebabnya mereka membuatkan meja kayu dan
menempatkan di pojok rumah sebagai tempat kakek makan agar tidak
mengganggu suasana makan mereka.
Setiap kali makan kakek ini berlinangan air mata, tetapi ia tidak berani menggugat anak dan menantunya.
Suatu
ketika suami istri ini tertarik melihat apa yang dilakukan oleh anak
mereka. Tampak anak tersebut mengumpulkan kayu dan berusaha membuat
sesuatu dari bahan kayu. Lalu mereka mengajukan pertanyaan kepadanya.
“Sedang apa nak?”. “Aku sedang membuat meja kayu buat papa dan mama
makan untuk besok kalau aku sudah besar.
Sahabat,
anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata mereka akan selalu mengamati,
telinga mereka akan selalu menyimak, dan pikiran mereka akan selalu
mencerna setiap hal yang kita lakukan.
Sadarilah,
bahwa untuk merekalah kita akan selalu belajar, bahwa berbuat baik pada
orang lain, adalah sama halnya dengan tabungan masa depan.
Suatu
kali, di Taiwan ada seorang konglomerat dimana kekayaannya itu
diperoleh benar-benar dari nol. Karena itu, apa yang dilakukannya mampu
menginspirasi banyak orang.
7). Ilustrasi:
Berkat atau Kutuk
Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil. Meskipun ia miskin, semua orang cemburu kepadanya karena ia memiliki kuda putih cantik. Bahkan raja menginginkan hartanya itu. Kuda seperti itu belum pernah di lihat begitu kemegahannya, keagungannya dan kekuatannya.
Orang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda jantan itu, tetapi orang tua itu selalu menolak, "Kuda ini bukan kuda bagi saya," ia akan mengatakan. "Ia adalah seperti seseorang. Bagaimana kita dapat menjual seseorang. Ia adalah sahabat bukan milik. Bagaimana kita dapat menjual seorang sahabat." Orang itu miskin dan godaan besar. Tetapi ia tetap tidak menjual kuda itu.
Suatu pagi ia menemukan bahwa kuda itu tidak ada di kandangnya. Seluruh desa datang menemuinya. "Orang tua bodoh," mereka mengejek dia, "sudah kami katakan bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami sudah peringatkan bahwa kamu akan di rampok. Anda begitu miskin. Mana mungkin anda dapat melindungi binatang yang begitu berharga? Sebaiknya anda sudah menjualnya. Anda boleh minta harga apa saja. Harga setinggi apapun akan di bayar juga. Sekarang kuda itu hilang dan anda dikutuk oleh kemalangan."
Orang tua itu menjawab, "Jangan bicara terlalu cepat. Katakan saja bahwa kuda itu tidak berada di kandangnya. Itu saja yang kita tahu; selebihnya adalah penilaian. Apakah saya di kutuk atau tidak, bagaimana Anda dapat ketahui itu? Bagaimana Anda dapat menghakimi?"
Orang protes, "Jangan menggambarkan kita sebagai orang bodoh! Mungkin kita bukan ahli filsafat, tetapi filsafat hebat tidak di perlukan. Fakta sederhana bahwa kudamu hilang adalah kutukan."
Orang tua itu berbicara lagi, "Yang saya tahu hanyalah bahwa kandang itu kosong dan kuda itu pergi. Selebihnya saya tidak tahu. Apakah itu kutukan atau berkat, saya tidak dapat katakan. Yang dapat kita lihat hanyalah sepotong saja. Siapa tahu apa yang akan terjadi nanti?"
Orang-orang desa tertawa. Menurut mereka orang itu gila. Mereka memang selalu menganggap dia orang tolol; kalau tidak, ia akan menjual kuda itu dan hidup dari uang yang diterimanya. Sebaliknya, ia seorang tukang potong kayu miskin, orang tua yang memotong kayu bakar dan menariknya keluar hutan lalu menjualnya. Uang yang ia terima hanya cukup untuk membeli makanan, tidak lebih. Hidupnya sengsara sekali. Sekarang ia sudah membuktikan bahwa ia betul-betul tolol.
Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak di curi, ia lari ke dalam hutan. Ia tidak hanya kembali, ia juga membawa sekitar selusin kuda liar bersamanya. Sekali lagi penduduk desa berkumpul di sekeliling tukang potong kayu itu dan mengatakan, "Orang tua, kamu benar dan kami salah. Yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat. Maafkan kami."
Jawab orang itu, "Sekali lagi kalian bertindak gegabah. Katakan saja bahwa kuda itu sudah balik. Katakan saja bahwa selusin kuda balik bersama dia, tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa ini adalah berkat? Anda hanya melihat sepotong saja. Kecuali kalau kalian sudah mengetahui seluruh cerita, bagaimana anda dapat menilai? Kalian hanya membaca satu halaman dari sebuah buku. Dapatkah kalian menilai seluruh buku? Kalian hanya membaca satu kata dari sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh ungkapan? Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai seluruh hidup berdasarkan satu halaman atau satu kata. Yang anda tahu hanyalah sepotong! Jangan katakan itu adalah berkat. Tidak ada yang tahu. Saya sudah puas dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu karena apa yang saya tidak tahu."
"Barangkali orang tua itu benar," mereka berkata satu kepada yang lain. Jadi mereka tidak banyak berkata-kata. Tetapi di dalam hati mereka tahu ia salah. Mereka tahu itu adalah berkat. Dua belas kuda liar pulang bersama satu kuda. Dengan kerja sedikit, binatang itu dapat dijinakkan dan dilatih, kemudian dijual untuk banyak uang.
Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak muda itu mulai menjinakkan kuda-kuda liar itu. Setelah beberapa hari, ia terjatuh dari salah satu kuda dan kedua kakinya patah. Sekali lagi orang desa berkumpul sekitar orang tua itu dan menilai.
"Kamu benar," kata mereka, "Kamu sudah buktikan bahwa kamu benar. Selusin kuda itu bukan berkat. Mereka adalah kutukan. Satu-satunya puteramu patah kedua kakinya dan sekarang dalam usia tuamu kamu tidak ada siapa-siapa untuk membantumu. Sekarang kamu lebih miskin lagi."
Orand tua itu berbicara lagi, "Ya, kalian kesetanan dengan pikiran untuk menilai, menghakimi. Jangan keterlaluan. Katakan saja bahwa anak saya patah kaki. Siapa tahu itu berkat atau kutukan? Tidak ada yang tahu. Kita hanya mempunyai sepotong cerita. Hidup ini datang sepotong-sepotong."
Maka terjadilah 2 minggu kemudian negeri itu berperang dengan negeri tetangga. Semua anak muda di desa diminta untuk menjadi tentara. Hanya anak si orang tua tidak diminta karena ia sedang terluka. Sekali lagi orang berkumpul sekitar orang tua itu sambil menangis dan berteriak karena anak-anak mereka sudah dipanggil untuk bertempur. Sedikit sekali kemungkinan mereka akan kembali. Musuh sangat kuat dan perang itu akan dimenangkan musuh. Mereka mungkin tidak akan melihat anak-anak mereka kembali.
"Kamu benar, orang tua," mereka menangis, "Tuhan tahu kamu benar. Ini membuktikannya. Kecelakaan anakmu merupakan berkat. Kakinya patah, tetapi paling tidak ia ada bersamamu. Anak-anak kami pergi untuk selama-lamanya".
Orang tua itu berbicara lagi, "Tidak mungkin untuk berbicara dengan kalian. Kalian selalu menarik kesimpulan. Tidak ada yang tahu. Katakan hanya ini: anak-anak kalian harus pergi berperang, dan anak saya tidak. Tidak ada yang tahu apakah itu berkat atau kutukan. Tidak ada yang cukup bijaksana untuk mengetahui. Hanya Allah yang tahu."
Orang tua itu benar. Kita hanya tahu sepotong dari seluruh kejadian. Kecelakaan-kecelakaan dan kengerian hidup ini hanya merupakan satu halaman dari buku besar. Kita jangan terlalu cepat menarik kesimpulan. Kita harus simpan dulu penilaian kita dari badai-badai kehidupan sampai kita ketahui seluruh cerita.
Saya tidak tahu dari mana si tukang kayu belajar menjaga kesabarannya. Mungkin dari tukang kayu lain di Galelia. Sebab tukang kayu itulah yang paling baik mengungkapkannya:
"Janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri."
Ia adalah yang paling tahu. Ia menulis cerita kita. Dan Ia sudah menulis bab yang terakhir. (In The Eye of The Storm - Max Lucado)
Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil. Meskipun ia miskin, semua orang cemburu kepadanya karena ia memiliki kuda putih cantik. Bahkan raja menginginkan hartanya itu. Kuda seperti itu belum pernah di lihat begitu kemegahannya, keagungannya dan kekuatannya.
Orang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda jantan itu, tetapi orang tua itu selalu menolak, "Kuda ini bukan kuda bagi saya," ia akan mengatakan. "Ia adalah seperti seseorang. Bagaimana kita dapat menjual seseorang. Ia adalah sahabat bukan milik. Bagaimana kita dapat menjual seorang sahabat." Orang itu miskin dan godaan besar. Tetapi ia tetap tidak menjual kuda itu.
Suatu pagi ia menemukan bahwa kuda itu tidak ada di kandangnya. Seluruh desa datang menemuinya. "Orang tua bodoh," mereka mengejek dia, "sudah kami katakan bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami sudah peringatkan bahwa kamu akan di rampok. Anda begitu miskin. Mana mungkin anda dapat melindungi binatang yang begitu berharga? Sebaiknya anda sudah menjualnya. Anda boleh minta harga apa saja. Harga setinggi apapun akan di bayar juga. Sekarang kuda itu hilang dan anda dikutuk oleh kemalangan."
Orang tua itu menjawab, "Jangan bicara terlalu cepat. Katakan saja bahwa kuda itu tidak berada di kandangnya. Itu saja yang kita tahu; selebihnya adalah penilaian. Apakah saya di kutuk atau tidak, bagaimana Anda dapat ketahui itu? Bagaimana Anda dapat menghakimi?"
Orang protes, "Jangan menggambarkan kita sebagai orang bodoh! Mungkin kita bukan ahli filsafat, tetapi filsafat hebat tidak di perlukan. Fakta sederhana bahwa kudamu hilang adalah kutukan."
Orang tua itu berbicara lagi, "Yang saya tahu hanyalah bahwa kandang itu kosong dan kuda itu pergi. Selebihnya saya tidak tahu. Apakah itu kutukan atau berkat, saya tidak dapat katakan. Yang dapat kita lihat hanyalah sepotong saja. Siapa tahu apa yang akan terjadi nanti?"
Orang-orang desa tertawa. Menurut mereka orang itu gila. Mereka memang selalu menganggap dia orang tolol; kalau tidak, ia akan menjual kuda itu dan hidup dari uang yang diterimanya. Sebaliknya, ia seorang tukang potong kayu miskin, orang tua yang memotong kayu bakar dan menariknya keluar hutan lalu menjualnya. Uang yang ia terima hanya cukup untuk membeli makanan, tidak lebih. Hidupnya sengsara sekali. Sekarang ia sudah membuktikan bahwa ia betul-betul tolol.
Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak di curi, ia lari ke dalam hutan. Ia tidak hanya kembali, ia juga membawa sekitar selusin kuda liar bersamanya. Sekali lagi penduduk desa berkumpul di sekeliling tukang potong kayu itu dan mengatakan, "Orang tua, kamu benar dan kami salah. Yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat. Maafkan kami."
Jawab orang itu, "Sekali lagi kalian bertindak gegabah. Katakan saja bahwa kuda itu sudah balik. Katakan saja bahwa selusin kuda balik bersama dia, tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa ini adalah berkat? Anda hanya melihat sepotong saja. Kecuali kalau kalian sudah mengetahui seluruh cerita, bagaimana anda dapat menilai? Kalian hanya membaca satu halaman dari sebuah buku. Dapatkah kalian menilai seluruh buku? Kalian hanya membaca satu kata dari sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh ungkapan? Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai seluruh hidup berdasarkan satu halaman atau satu kata. Yang anda tahu hanyalah sepotong! Jangan katakan itu adalah berkat. Tidak ada yang tahu. Saya sudah puas dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu karena apa yang saya tidak tahu."
"Barangkali orang tua itu benar," mereka berkata satu kepada yang lain. Jadi mereka tidak banyak berkata-kata. Tetapi di dalam hati mereka tahu ia salah. Mereka tahu itu adalah berkat. Dua belas kuda liar pulang bersama satu kuda. Dengan kerja sedikit, binatang itu dapat dijinakkan dan dilatih, kemudian dijual untuk banyak uang.
Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak muda itu mulai menjinakkan kuda-kuda liar itu. Setelah beberapa hari, ia terjatuh dari salah satu kuda dan kedua kakinya patah. Sekali lagi orang desa berkumpul sekitar orang tua itu dan menilai.
"Kamu benar," kata mereka, "Kamu sudah buktikan bahwa kamu benar. Selusin kuda itu bukan berkat. Mereka adalah kutukan. Satu-satunya puteramu patah kedua kakinya dan sekarang dalam usia tuamu kamu tidak ada siapa-siapa untuk membantumu. Sekarang kamu lebih miskin lagi."
Orand tua itu berbicara lagi, "Ya, kalian kesetanan dengan pikiran untuk menilai, menghakimi. Jangan keterlaluan. Katakan saja bahwa anak saya patah kaki. Siapa tahu itu berkat atau kutukan? Tidak ada yang tahu. Kita hanya mempunyai sepotong cerita. Hidup ini datang sepotong-sepotong."
Maka terjadilah 2 minggu kemudian negeri itu berperang dengan negeri tetangga. Semua anak muda di desa diminta untuk menjadi tentara. Hanya anak si orang tua tidak diminta karena ia sedang terluka. Sekali lagi orang berkumpul sekitar orang tua itu sambil menangis dan berteriak karena anak-anak mereka sudah dipanggil untuk bertempur. Sedikit sekali kemungkinan mereka akan kembali. Musuh sangat kuat dan perang itu akan dimenangkan musuh. Mereka mungkin tidak akan melihat anak-anak mereka kembali.
"Kamu benar, orang tua," mereka menangis, "Tuhan tahu kamu benar. Ini membuktikannya. Kecelakaan anakmu merupakan berkat. Kakinya patah, tetapi paling tidak ia ada bersamamu. Anak-anak kami pergi untuk selama-lamanya".
Orang tua itu berbicara lagi, "Tidak mungkin untuk berbicara dengan kalian. Kalian selalu menarik kesimpulan. Tidak ada yang tahu. Katakan hanya ini: anak-anak kalian harus pergi berperang, dan anak saya tidak. Tidak ada yang tahu apakah itu berkat atau kutukan. Tidak ada yang cukup bijaksana untuk mengetahui. Hanya Allah yang tahu."
Orang tua itu benar. Kita hanya tahu sepotong dari seluruh kejadian. Kecelakaan-kecelakaan dan kengerian hidup ini hanya merupakan satu halaman dari buku besar. Kita jangan terlalu cepat menarik kesimpulan. Kita harus simpan dulu penilaian kita dari badai-badai kehidupan sampai kita ketahui seluruh cerita.
Saya tidak tahu dari mana si tukang kayu belajar menjaga kesabarannya. Mungkin dari tukang kayu lain di Galelia. Sebab tukang kayu itulah yang paling baik mengungkapkannya:
"Janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri."
Ia adalah yang paling tahu. Ia menulis cerita kita. Dan Ia sudah menulis bab yang terakhir. (In The Eye of The Storm - Max Lucado)
8). Lakukan yang terbaik Tuhan yang akan memberkati
Karena
penasaran, ada seorang pemuda ingin menimba pengalaman dari sang
pengusaha. Dia berkata: “Terus terang saya sangat ingin menimba
pengalaman dari Bapak sehingga bisa sukses seperti Bapak,” ujar pemuda
itu.
Mendengar
permintaan itu, sang pengusaha tersenyum sejenak. Kemudian, ia pun
meminta anak muda tadi menengadahkan tangannya. Si pemuda pun
terheran-heran. Namun, lantas si pengusahapun menjelaskan maksudnya.
“Biar
aku lihat garis tanganmu. Dan, simaklah baik-baik apa pendapatku
tentangmu sebelum aku memberikan pelajaran seperti yang kamu minta,”
jawab pengusaha tersebut. Setelah menengadahkan kedua tangannya, si
pengusaha pun berkata, “Lihatlah telapak tanganmu ini. Di sini ada
beberapa garis utama yang menentukan nasib. Di sana ada garis kehidupan.
Kemudian, di sini ada garis rezeki dan ada pula garis jodoh. Sekarang,
menggenggamlah. Di mana semua garis tadi?”
“Di dalam telapak tangan yang saya genggam.” Jawab si pemuda yang penasaran.
“Hal
itu mengandung arti, bahwa apapun takdir dan keadaanmu kelak, semua itu
ada dalam genggamanmu sendiri. Kerja keraslah untuk mendapatkan semua
itu. Tetapi coba lihat pula genggamanmu. Bukankah masih ada garis yang
tidak ikut tergenggam? Sisa garis itulah yang berada di luar kendalimu.
Karena di sanalah letak kekuatan Tuhan yang kita tidak akan mampu
lakukan dan itulah bagianNya."
Genggam dan lakukan bagianmu dengan kerja keras dan sungguh, dan bawalah kepada Tuhan bagian yang tidak mampu engkau lakukan!
10). Saling perduli
9). Persahabatan Sejati
Ada dua
orang pria yang bersahabat. Mereka bernama Albert Durer dan Hans.
Mereka ingin sekali masuk ke sekolah seni lukis dan pahat. Masalahnya,
mereka tidak mempunyai uang. Kemudian Hans mempunyai ide untuk mengatasi
masalah tersebut. Hans akan bekerja untuk membiayai kuliah Albert.
Nanti setelah Albert lulus dan menjadi pelukis, maka Albert yang akan membiayai
kuliah Hans. Hans bekerja sebagai kuli bangunan. Lalu Albert masuk
ke sekolah seni lukis dan pahat. Tahun demi tahun pun berlalu.
Akhirnya Albert lulus dari sekolahnya. Dengan penuh semangat, ia pergi ke
rumah Hans.
Ketika
tiba di rumah Hans, ia mengetuk pintu berulangkali, namun tidak ada
jawabannya. Lalu Albert mengintip dari jendela. Apa yang
dilihatnya? Ternyata Hans sedang berlutut. Kedua belah tangan
sahabatnya itu mengarah ke atas. Hans sedang berdoa sambil menangis: “Oh
Tuhan, tanganku ini. Tanganku sudah menjadi kaku dan kasar.
Tanganku sudah tidak bisa dipakai untuk melukis. Biarlah Albert saja yang
menjadi pelukis.” Ternyata pekerjaan Hans sebagai seorang kuli bangunan
telah membuat tangannya menjadi kaku dan kasar. Ia tidak mungkin menjadi
pelukis lagi. Apa yang dilakukan Hans ini tentunya tidak bisa dilupakan
Albert seumur hidupnya. Itulah sebabnya, Albert mengabadikan kasih dan
pengorbanan sahabatnya ini dengan membuat suatu lukisan yang diberi nama
“Tangan Berdoa” atau Praying Hand yang sangat terkenal
itu.
Saudara-saudara,
tentunya kita ingin memiliki sahabat seperti Hans. Seorang sahabat yang
penuh kasih dan rela berkorban bagi kita. Mungkin kita juga ingin supaya
kita menjadi sahabat yang terbaik bagi sahabat kita. Persahabatan antara
Albert dan Hans adalah satu dari sekian banyak contoh persahabatan sejati yang
kita dambakan. Namun, bagaimana caranya agar persahabatan ini dapat kita
miliki? Persahabatan sejati membutuhkan dasar yang kokoh. Itulah
sebabnya, kita perlu tahu bahwa persahabatan sejati dalam hidup orang
percaya adalah persahabatan yang berdasarkan kasih dan kesetiaan.
Saudara-saudara, perikop yang baru saja kita baca ini juga merupakan kisah
persahabatan sejati dalam Alkitab. Kisah ini mirip dengan persahabatan
Daud dan Yonatan di 1 Samuel 18:1-.
Seorang pria turun dari sebuah mobil mewah yang diparkir di depan kuburan umum.
Pria
itu berjalan menuju pos penjaga kuburan. Setelah memberi salam, pria
yang ternyata adalah sopir itu berkata, "Pak, maukah Anda menemui wanita
yang ada di mobil itu?
Tolonglah Pak,karena para dokter mengatakan sebentar lagi beliau akan meninggal!"
Penjaga kuburan itu menganggukkan kepalanya tanda setuju dan ia segera berjalan di belakang sopir itu. Seorang wanita lemah dan berwajah sedih membuka pintu mobilnya dan berusaha tersenyum kepada penjaga kuburan itu sambil berkata, " Saya Ny . Steven. Saya yang selama ini mengirim uang setiap dua minggu sekali kepada Anda. Saya mengirim uang itu agar Anda dapat membeli seikat kembang dan menaruhnya di atas makam anak saya. Saya datang untuk berterima kasih atas kesediaan dan kebaikan hati Anda. Saya ingin memanfaatkan sisa hidup saya untuk berterima kasih kepada orang-orang yang telah menolong saya."
Penjaga kuburan itu menganggukkan kepalanya tanda setuju dan ia segera berjalan di belakang sopir itu. Seorang wanita lemah dan berwajah sedih membuka pintu mobilnya dan berusaha tersenyum kepada penjaga kuburan itu sambil berkata, " Saya Ny . Steven. Saya yang selama ini mengirim uang setiap dua minggu sekali kepada Anda. Saya mengirim uang itu agar Anda dapat membeli seikat kembang dan menaruhnya di atas makam anak saya. Saya datang untuk berterima kasih atas kesediaan dan kebaikan hati Anda. Saya ingin memanfaatkan sisa hidup saya untuk berterima kasih kepada orang-orang yang telah menolong saya."
"O, jadi Nyonya yang selalu mengirim uang itu? Nyonya, sebelumnya saya minta maaf kepada Anda. Memang uang yang Nyonya kirimkan itu selalu saya belikan kembang, tetapi saya tidak pernah menaruh kembang itu di pusara anak Anda." jawab pria itu. "Apa, maaf?" tanya wanita itu dengan gusar.
"Ya, Nyonya. Saya tidak menaruh kembang itu di sana karena menurut saya, orang mati tidak akan pernah melihat keindahan seikat kembang.
Karena itu setiap kembang yang saya beli, saya berikan kepada mereka yang ada di rumah sakit, orang miskin yang saya jumpai, atau mereka yang sedang bersedih. Orang-orang yang demikian masih hidup, sehingga mereka dapat menikmati keindahan dan keharuman kembang-kembang itu, Nyonya," jawab pria itu.
Wanita itu terdiam, kemudian ia mengisyaratkan agar sopirnya segera pergi.
Tiga bulan kemudian, seorang wanita cantik turun dari mobilnya dan berjalan dengan anggun ke arah pos penjaga kuburan.
"Selamat pagi. Apakah Anda masih ingat saya? Saya Ny.Steven. Saya datang untuk berterima kasih atas nasihat yang Anda berikan beberapa bulan yang lalu. Anda benar bahwa memperhatikan dan membahagiakan mereka yang masih hidup jauh lebih berguna daripada meratapi mereka yang sudah meninggal.
Ketika saya secara langsung mengantarkan kembang-kembang itu ke rumah sakit atau panti jompo, kembang-kembang itu tidak hanya membuat mereka bahagia, tetapi saya juga turut bahagia. Sampai saat ini para dokter tidak tahu mengapa saya bisa sembuh, tetapi saya benar-benar yakin bahwa sukacita dan pengharapan adalah obat yang memulihkan saya!"
Jangan pernah mengasihani diri sendiri, karena mengasihani diri sendiri akan membuat kita terperangkap di kubangan kesedihan. Ada prinsip yang mungkin kita tahu, tetapi sering kita lupakan, yaitu dengan menolong orang lain sesungguhnya kita menolong diri sendiri.
11). Kesabaran yang membawa pada pengharapan
Alkisah,
seorang pemuda menemukan sebuah gua yang terletak di kaki gunung. Saat
dijelajahinya gua itu, ia menemukan sebuah mutiara yang tak ternilai
harganya. Tetapi sayang sekali mutiara tersebut berada di mulut naga
yang kuat dan besar. Si pemuda tersebut sudah berjuang dengan sekuat
tenaga untuk mendapatkan mutiara yang sangat berharga tersebut. Tetapi
ia tidak berhasil, malahan ia terluka. Akhirnya ia pergi dan kembali
menjalani hidupnya seperti biasa. Ia lalu menikah dan punya anak dan
bekerja keras selama bertahaun-tahun.
Saat pemuda tadi sudah menjadi tua, saat itu istri dan anak-anaknya sudah meninggal dunia. Suatu ketika ia berkata: “sebelum aku mati, aku ingin kembali ke gua, untuk melihat mtiara itu.” Ia
pun kembali ke gua. Mutiara itu masih di sana dan masih seindah dulu.
Namun sang naga itu sudah menjadi lemah dan tua. Akhirnya ia dengan
mudah mengambil mutiara itu dan membawanya pergi.
Naga
dalam kisah tadi melambangkan tantangan, sedangkan mutiara melambangkan
hikmah dan anugerah tersembunyi di balik setiap persoalan hidup. Si
pemuda tadi sudah berjuang seumur hidupnya dan akhirnya ia memiliki
hadiah yang indah dengan mudah.
Pembaca,
hidup ini memang penuh tantangan. “Sang naga” bias muncul dimana saja
di hidup kita setiap hari. Yang penting tetaplah optimis dan
bersemangat. Semua tantangan sekali kelak pasti membuahkan anugerah yang
besar bagi hidup kita.
12). Kebahgiaan tidak bisa dibeli dengan uang
Ada seorang tukang sepatu yang selalu ceria dan bahagia. Setiap hari ia selalu menyanyi dengan gembira bersama keluarganya.
Sementara
itu tukang sepatu memiliki tetangga yang sangat kaya raya. Pekerjaannya
setiap hari adalah menghitung uang yang tidak pernah habis.
Orang
kaya itu sangat terganggu dengan nyanyian tukang sepatu. Tetapi ia
bingung mencari cara untuk membungkam mulutnya agar tidak bernanyi lagi.
Lalu ia menemukan akal.
Dipanggilnya
tukang sepatu itu. Lalu orang kaya itu memberinya uang satu tas.
Tukang sepatu itu menerimanya dengan sangat senang. Segera tas berisi
uang itupun dibawanya pulang dan diserahkan kepada isterinya.
Isteri
tukang sepatu itu terkejut dan senang dengan pemberian tersebut. Maka
dibukanyalah tas tersebut dan dihitungnya uang itu lembar per lembar.
Sementara isterinya menghitung uang, tukang sepatu itu bernyanyi riang.
Ketika
menghitung uang dalam tas tersebut, dahi isteri tukang sepatu tiba-tiba
berkerut. Rupanya ia bingung dengan jumlah uang yang dihitungnya. Ia
hitung sekali lagi dan ternyata jumlahnya adalah Rp 99.700.000,-. Ia
tidak percaya bila uang dalam tas tersebut jumlahnya seperti itu. Ia
hitung berkali-kali dan ternyata jumlahnya tetap Rp 99.700.000,-.
Semakin berkerutlah kening isteri tukang sepatu sambil bergumam:
“Hmmm….semestinya jumlahnya Rp 100.000.000,- . Tidak mungkin kalau
jumlahnya ganjil seperti ini. Kemana yang Rp 300.000,- itu?....”
Isteri
tukang sepatu itu mulai bertanya kepada suaminya. Dan suaminya menjawab
bahwa ia tidak mengutak-atik uang dalam tas tersebut.
Makin
berkernyitlah kening isteri tukang sepatu. Ia mulai curiga kepada
suaminya. “Jangan jangan duitnya disembunyikan...atau ….jangan jangan
suamiku sudah mulai mempunyai isteri simpanan…, dst.”
Pertanyaan-pertanyaan itu mulai menggelisahkan hatinya sehingga akhirnya
meledak menjadi pertengkaran. Sejak saat itu rumah tukang sepatu tidak
lagi terdengar suara nyanyian dan keceriaan lagi, tetapi pertengkaran
demi pertengkaran menghiasi kehidupan keluarga tukang sepatu.
Damai dan sukacita itu lebih bernilai dari sekedar kekayaan dunia.
13). Dampak Pujian
Ada
seorang gadis muda yang suka menari. Kepandaiannya menari sangat
menonjol sehingga ia memenangkan berbagai perlombaan. Ia ingin menjadi
penari kelas dunia. Ia membayangkan betapa bangganya bisa mengunjungi
berbagai negara di dunia bila kelak telah menjadi penari kelas dunia.
Suatu
ketika ada pertunjukkan tari di kotanya. Pertunjukkan tersebut dihadiri
oleh seorang pakar tari. Sudah banyak orang yang menjadi penari kelas
dunia di bawah asuhannya. Ia berencana hendak menemui pakar tari
tersebut untuk menunjukkan tariannya. Bila perlu memohon untuk bisa
menjadi muridnya.
Saat
pertunjukkan usai gadis tersebut berhasil menemui sang pakar. Mulailah
ia menari di depan sang pakar. Belum ada 10 menit, sang pakar tadi
tiba-tiba pergi tanpa memberi ekspresi apapun.
Gadis itupun segera berlari dan pulang dengan kecewa. Sejak saat itu ia bersumpah tidak akan menari lagi.
Gadis
tersebut akhirnya menjadi isteri seorang lelaki dan Ia memiliki tiga
anak. Suaminya sekarang sudah mati. Dan untuk menghidupi anaknya ia
menjadi pelayan restoran.
Suatu
ketika ada pertunjukkan tari di kotanya. Di akhir acara ia melihat ada
pakar tari yang pernah ia jumpai dulu. Sekarang tampak tua dan rambutnya
memutih. Ia
membawa ke tiga putranya ke belakang panggung dan memperkenalkannya
kepada pakar tari. Rupa-rupanya sang pakar masih mengingatnya. Setelah
berbincang-bincang, gadis itu mengajukan pertanyaan. “Ada yang
mengganjal di hati saya. Mengapa pada waktu dulu itu anda langsung pergi
tanpa menghiraukan saya? Sebegitu jelekkah tarian saya?”.
Sang
pakar menjawab,”Oh, ya saya ingat. Sebenarnya tarianmu sangat bagus,
dan kamu sangat berpeluang untuk menjadi penari kelas dunia.”
“Ini
tidak adil! Seharusnya anda memuji saya supaya saya tidak putus asa.
Jika tahu seperti itu, seharusnya tidak perlu menjadi pelayan restoran.”
Timpal si gadis.
“Pada
waktu itu saya sangat lelah. Saya pergi hendak mengambil kartu nama
saya untuk saya berikan kepadamu. Tetapi kamu sudah pergi. Tidak perlu
anggur satu barel untuk membuktikkan anggur itu enak. Bagi saya tidak
harus 10 menit untuk melihat tarianmu untuk mengetahui apa kamu berbakat
atau tidak. Seharusnya kamu fokus kepada impianmu dan jangan biarkan
siapapun untuk mencurinya. Mengapa kamu pusing dengan apa komentar
orang kepadamu? Seketika mungkin kamu sakit hati pada waktu itu, tetapi
selanjutnya kamu bisa berlatih dan melupakan kekecewaanmu. Tetapi
penyesalanmu hari ini tidak akan pernah bisa kamu lupakan untuk
selamanya.” Jawab sang pakar.
“Soal
pujian? Pada waktu itu kamu sedang tumbuh. Pujian itu ibarat pisau
bermata dua. Bisa memotivasi, bisa juga melumpuhkan semangat juang,
karena orang lalu berpuas diri. Lagi pula, pujian itu seharusnya keluar
dari hati saya sendiri. Mengapa kamu memintanya? Apa artinya pujian yang
tidak tulus itu bagimu?” Imbuhnya.
14). Kasih Sejati
John dan Andy bersahabat sejak kecil. Saat mereka remaja,
pecahlah perang dunia kedua. Mereka berdua harus ikut wajib
militer. Mereka ditugaskan di garis depan medan perang. Pada suatu
pagi yang berkabut, kapten mereka memimpin mereka untuk menyerang markas musuh.
Namun, sinar matahari telah menghapus kabut itu sebelum mereka sampai di
dekat markas musuh. Mereka pun langsung terlihat oleh musuh. Musuh
segera menembak mereka secara membabi buta. Mereka kemudian berusaha lari
menyelamatkan diri, termasuk John dan Andy. Sesampainya di markas,
ternyata John tidak ada. Andy segera meminta ijin kepada kaptennya untuk
mencari Andy di daerah musuh. Tentu saja kapten itu menolak karena itu
sangat berbahaya. Bisa jadi John juga telah meninggal. Namun, Andy
tidak menghiraukan larangan kaptennya. Ia pergi mencari John.
Setengah jam kemudian Andy kembali dengan berlumuran
darah. Sang kapten pun marah besar dan berkata: “Apa kubilang, John sudah
mati dan kau pun tertembak. Sungguh sia-sia” Andy berkata: “Tidak
sia-sia, karena aku mendengar kata-kata terakhirnya” Karena penasaran,
sang kapten bertanya lagi” “Memangnya apa yang ia katakan sampai kau rela
mempertaruhkan nyawamu?”
John berkata: “Saya tahu kau pasti akan kembali mencariku, aku
mengasihimu sahabatku” Dia mengatakannya sambil tersenyum puas.
Oleh karena kasihnya kepada John, Andy rela mempertaruhkan nyawanya untuk
mencari sahabatnya ini. Memang usaha Andy ini tampaknya sia-sia karena
Andy tertembak dan John meninggal. Namun, sebenarnya hal ini tidak
sia-sia karena sampai akhir hidupnya, John melihat bahwa Andy, sahabatnya ini
tetap mengasihi dia.
15). Menerima orang lain
Ada sebuah ilustrasi tentang penciptaan pria & wanita.
Pada
saat Sang Pencipta telah selesai mencipta-kan pria. Kemudian Sang
Pencipta mengambil lingkaran bulan purnama, kelenturan ranting
pohon anggur, goyang rumput yang tertiup angin, mekarnya bunga,
kelangsingan dari buluh galah, sinar dari mata-hari, tetes embun dan
tiupan angin. Ia juga mengambil rasa takut dari kelinci dan rasa sombong
dari merak, kelembutan dari bulu burung dan kekerasan dari intan, rasa
manis dari madu dan kekejam-an dari harimau, panas dari api dan dingin
dari salju, keaktifan bicara dari burung kutilang dan nyanyian dari
burung bul-bul, kepalsuan dari burung bangau dan kesetiaan dari induk
singa.
Dengan
mencampur-kannya bahan semua itu, maka Sang Pen-cipta membentuk wanita
dan memberi-kannya kepada pria. Pria itu merasa senang sekali karena
hidupnya tidak merana dan kesepian seorang diri.
Setelah satu minggu, pria itu datang kepada Tuhan, katanya: ’Tuhan, ciptaan-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku membuat hidupku tidak bahagia. Ia bicara tiada henti sehingga aku tidak dapat beristirahat. Ia minta selalu untuk diperhatikan. Ia mudah menangis karena hal-hal sepele. Aku datang untuk mengembalikan wanita itu kepada-Mu, karena! aku tidak bisa hidup dengannya".
"Baiklah", kata Sang Pencipta. Dan Ia meng-ambilnya kembali.
Beberapa
minggu kemudian, pria itu datang lagi kepada Tuhan, dan berkata,
'Tuhan, sejak aku memberikan kembali wanita ciptaan-Mu, kini aku merana
kesepian. Tiada lagi yang memperhatikan-ku, tiada lagi yang
menyayangiku. Aku selalu memikirkan dia, ke mana pun aku pergi, aku
selalu ingat dia. Makan tidak enak, tidur tidak nyenyak. Aku rindu
kepadanya. Di kala aku sendirian, kubayangkan wajah-nya yang cantik,
ku-bayangkan bagaimana ia menari dan me-nyanyi. Bagaimana ia melirik
aku.Bagaimana ia bercakap-cakap dan manja kepadaku. Ia sangat cantik
untuk dipandang, dan sedemikian lembut untuk disentuh. Aku suka akan
senyuman-nya. Tuhan, kembali-kan lagi wanita itu kepadaku!'.
Sang Pencipta berkata, "Baiklah". Ia memberikan wanita itu kembali kepadanya.
Tetapi,
tiga hari kemudian pria itu datang lagi kepada Tuhan dan
berkata, "Tuhan, aku tidak mengerti. Mengapa dia memberikan lebih banyak
lagi kesusahan dari pada kegembira-an. Dia semakin menyebalkan. Aku
tidak tahan lagi dengan sikap dan tingkah lakunya. Aku berdoa kepada-Mu.
Ambillah kembali wanita itu. Aku tidak dapat lagi hidup dengannya".
Sang Pencipta balik bertanya, "Kamu tidak dapat hidup lagi dengannya?".
Sang Pencipta balik bertanya, "Kamu tidak dapat hidup lagi dengannya?".
Pria
itu tertunduk malu, ia merasa putus asa. Dalam hatinya ia berkata, "Apa
yang harus aku perbuat? Aku tidak dapat hidup dengannya, tetapi aku
juga tidak dapat hidup tanpa dia. Tuhan, ajarilah aku untuk mengerti apa
arti hidup ini?".
"Belajarlah untuk memahami perbedaan dan belajarlah untuk berani menerima perbedaan dalam hidupmu! Pahamilah dan usahakanlah apa yang menjadi kebutuhan mendasar dari pasangan hidupmu!", jawab Tuhan.
Dan inilah enam kebutuhan mendasar pria dan wanita:
1. Wanita membutuh-kan perhatian, dan pria membutuhkan kepercayaan.
2. Wanita membutuh-kan pengertian, dan pria membutuhkan penerimaan.
3. Wanita membutuh-kan rasa hormat, dan pria membutuhkan penghargaan.
4. Wanita membutuh-kan kesetiaan, dan pria membutuhkan kekaguman.
5. Wanita membutuh-kan penegasan, dan pria membutuhkan persetujuan.
6. Wanita membutuh-kan jaminan, dan pria membutuhkan dorongan.
Saya
kurang menyukai pertemuan di Gereja pada hari Natal. Karena setiap kali
Natal Gereja selalu penuh sesak sebelum acara dimulai. Apa gunanya
orang-orang ini datang setahun sekali. Mereka hanya bikin penuh Gereja
sekali satahun. Menurut saya sebaiknya orang-orang itu di rumah saja.
Tetapi
ketika saya teringat dengan kisah para murid yang mengusir anak-anak
datang kepada Yesus. Di situ Yesus melarang murid-murid melakukan hal
tersebut dengan mengatakan,”Biarlah anak-anak itu dating kemari, sebab
merekalah yang empunya kerajaan surga.” (Matius 19:14). Sikap saya
sepertinya mencerminkan sikap para murid-murid Yesus.
Harry
Reassonary seorang wartawan dan penyiar radio mengatakan, “Jika
orang-orang Kristen tersentuh hanya setahun sekali pada hari Natal,
bagaimanapun sentuhan itu tetap ada artinya. Sebab kita tidak tahu kapan
seseorang bisa berjumpa dengan Yesus secara pribadi. Bias jadi saat
pagi-pagi di hari Natal mereka merenung dan Yesus menjamah hati kita.
Bisa juga melalui perayaan, konser Natal, paduan suara atau melalui
berbagai macam event Natal yang diselenggarakan dan mereka mengalami
setuhan dan jamahan Tuhan sehingga mengalami perjuumpaan secara pribadi
dengan Tuhan. Kita tidak bias tahu secara persis. Semua hal bias dipakai
Tuhan menjadi sarana untuk menjamah hati seseorang untuk berjumpa
dengan Yesus.”
Jadi
mari di kesempatan Natal ini kita undang dan kita ajak sebanyak mungkin
orang untuk dating. Siapa tahu Tuhan menjamah hati mereka.
17). Mengalahkan kejahatan ya kebaikan
“Gara-gara
tinggal di Pondok Mertua Indah (PMI) alias ikut suami numpang di rumah
mertua. Jadinya ya, tiap hari harus tahan mendengar gerutu dan
omelannya. Tetapi sekarang saya sudah tidak tahan Paman. Saya pengin
lebih baik dia mati saja”, cerita Tutik kepada Pamannya.
“Paman,
tolongalah saya. Paman khan ahli meramu tanaman dan obat-obatan. Tolong
buatkan racun untuk membunuh Ibu mertuaku.” kata Tutik memohon.
“Baiklah, saya buatkan. Cuma supaya tidak ketahuan bahwa yang membunuh itu kamu, saya buatkan ramuan khusus. Racun ini tidak langsung mematikan, tetapi daya kerjanya perlahan-lahan. Karena itu setiap hari kamu buatkan makanan kesukaan ibu mertuamu dan taburilah dengan racun ini, lalu sajikan kepadanya dengan muka yang berseri.” saran Paman Tutik.
Sebulan
kemudian Tutik menjumpai Pamannya. Ia menceritakan bahwa Ibu mertuanya
sekarang sudah berubah menjadi sangat baik dan sayang kepadanya.
“Paman,
saya menyesal telah meracuni Ibu mertua. Tolonglah Paman, buatkan
penawarnya, supaya Ibu mertuaku tidak mati. Aku sangat sayang
kepadanya.” rengek Tutik.
Mendengar
itu Pamannya tertawa terkekeh-kekeh, “ He.. he… he… tenang saja. Yang
aku berikan kepadamu itu bukan racun. Tetapi… jamu galian singset ha…
ha… ha…”.
“Pantesan kok Ibu mertuaku tambah sehat dan ayu… Woww… Paman keterlaluan…” seru Tutik geregetan.
“Kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”.
18). Ilustrasi:Menjadi Garam dan terang
Suatu ketika, hiduplah
seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang
sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet.
Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia.
Tanpa membuang waktu,
orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya
mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta
tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas,
lalu diaduknya perlahan. "Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya
...", ujar Pak tua itu. "Pahit. Pahit sekali", jawab sang tamu,
sambil meludah ke samping.
Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. "Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah." Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, "Bagaimana rasanya?". "Segar", sahut tamunya. "Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?", tanya Pak Tua lagi. "Tidak", jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. "Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. "Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki.
Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu." Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat.
"Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan." Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan "segenggam garam", untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa. (Anonim)
19). Kasih yang tak terbatas
Seorang
pemuda hanya tertunduk lesu, memandang tiang gantungan yang menanti di
hadapannya. Andaikan ia tahu akan berakhir begini, tentu tidak akan
sekarang ... sudah terlambat. Seorang petugas mengikatnya dengan tali
dan mempersiapkannya untuk digantung. Sambil menuju tiang gantungan,
terlintas di pikirannya, ibunya yang juga satu-satunya keluarganya yang
tinggal, sedang menangisinya. Kini hanya tinggal menunggu lonceng. Ya,
tinggal menunggu sedentang lonceng dan ia akan meninggalkan dunia fana
ini untuk selama-lamanya. Peraturannya saat itu, hukuman gantung
dilaksanakan setelah lonceng besar berbunyi. Ia sudah pasrah dan
menunggu ajalnya.
Saat
itu pukul 11 siang hari. Ditunggunya satu jam ... dua jam ... lonceng
tidak juga berbunyi hingga pukul 2 siang. "Akh, berarti kematianku sudah
sangat dekat?" pikir si pemuda. Tapi lonceng tidak juga berdentang
hingga pukul 5 sore. Lonceng itu memang bergerak sejak siang, namun
ternyata bukan bunyi yang dikeluarkannya, melainkan tetesan darah !!! Di
tengah-tengah lonceng besar tersebut, ternyata ada seorang wanita tua
yang menjepit bola di dalam lonceng hingga tidak terdengar bunyinya.
Saat lonceng tersebut dipukul, wanita ini menjepitkan dirinya di dalam
lonceng besar itu. Wanita tua itu tak lain adalah ibu sang pemuda yang
akan dihukum!!! Akhirnya, pemuda tersebut dibebaskan dari hukumannya
karena lonceng tersebut tidak juga berbunyi, sesuai dengan peraturan
yang ada. Begitu besarnya cinta Ibu itu terhadap anaknya, hingga dia
rela mempertaruhkan nyawanya sendiri demi menyelamatkan anak yang
dikasihinya. Ibu itu melambangkan Tuhan kita, Yesus Kristus yang telah
rela membayar harga yang seharusnya menjadi tanggungan kita, dengan mati
di kayu salib, agar kita diselamatkan. Seharusnya, kitalah yang
sepatutnya digantung, kitalah yang sepatutnya disalib! Namun cinta Tuhan
amat besar bagi kita, Cintanya tiada batasnya bagi kita anak-anak Nya.
Yohanes
3:16. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia
telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang
percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal?
Yohanes 4:9. "Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah
kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam
dunia, supaya kita hidup oleh-Nya.
Roma
8:39. "Atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah,
ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari
kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. Kasih anak
sepanjang penggalah ... Kasih ibu sepanjang abad ... Kasih Tuhan
sepanjang masa. (Anonim)
20). ILUSTRASI : Lima Jari
Berdoa
JARI JEMPOL
Jari ini adalah yang
paling dekat dengan Anda, ketika Anda sedang melipat tangan dan berdoa. Jadi,
mulailah berdoa bagi orang-orang yang sangat akrab dan dekat dengan Anda.
Sebutkan nama-nama mereka yang Anda kenal dengan baik. Bagi CS. Lewis,
mendoakan orang-orang yang kita kasihi adalah "a sweet duty."
JARI TELUNJUK
Jari berikutnya adalah
si telunjuk. Doakan bagi mereka yang mengajar. Ini termasuk hamba-hamba Tuhan,
guru, dokter, dan para pendidik lainnya. Mereka butuh dukungan dan hikmat, agar
dapat menunjukkan arah yang tepat bagi mereka yang membutuhkan jasa mereka.
Doakan mereka selalu.
JARI TENGAH
Ini jari yang paling
tinggi, berarti kita harus ingat pada para pemimpin bangsa. Doakan presiden
hingga para pejabat dibawahnya. Doakan para pemimpin organisasi sosial maupun
bisnis. Mereka sering mempengaruhi bangsa kita dan membimbing opini publik. Mereka
sangat butuh bantuan dariNya.
JARI MANIS
Jari keempat adalah
jari yang paling lemah. Nah, guru piano pun biasanya cukup kebingungan ketika
berhadapan dengan si jari yang lemah ini. Oleh sebab itu, mari kita doakan bagi
saudara-saudara kita yang lemah, kena musibah, dan lain-lain. Kita doakan bagi
mereka yang dianggap sebagai sampah masyarakat. Mereka sangat membutuhkan
doa-doa Anda, baik siang maupun malam. Tapi, bukan cuma doa, lho !
JARI KELINsGKING
Jari terakhir ini
adalah yang paling kecil diantara jari- jari manusia. Inilah jari yang
menggambarkan sikap kita yang seharusnya rendah hati saat berhubungan dengan
Tuhan dan sesama. Jadi, jangan lupakan berdoa bagi diri sendiri, agar memiliki
buah roh dan meneladani kehidupan Kristus Yesus, Tuhan kita.
Saran yang terakhir,
"Saat Anda berdoa bagi keempat kelompok diatas, Anda harus menaruh
kebutuhan pribadi Anda dalam perspektif yang tepat, agar Anda bisa mendoakan
diri Anda sendiri dengan lebih efektif lagi."
21). Berada di belakang layar
Lima orang
bersaudara hidup dengan tentram di sebuah kaki gunung. Orang tua mereka yang
sudah meninggal, mewariskan 1.5 ha sawah dan ladang untuk diolah. Sawah dan
ladang itu terletak agak jauh dari rumah sehingga mereka harus berangkat
bekerja di sawah pada pagi hari. Atas kesepakatan bersama, si sulung
memerintahkan kepada si bungsu untuk tinggal di rumah selama mereka bekerja di
sawah. Si bungsu menyetujui dan menyambut gembira keputusan tersebut. Setiap
kali kakak-kakaknya pulang dari bekerja, mereka pasti sudah menemukan rumah
mereka yang sudah bersih, rapi, dan terasa nyaman. Di atas meja makan sudah
tersedia makanan dan minuman untuk mereka semua, tempat tidur rapi semuanya,
dan pakaian-pakaian kotor sudah dicuci dan digosok semuanya.
Tetapi rupanya salah
seorang kakak berpikiran jelek dan curiga terhadap si bungsu. "Si bungsu
curang, dia tidak mau ikut ke sawah dan hanya mau bermalas-malasan saja di
rumah," pikir seorang kakaknya.
Setelah berhasil
mempengaruhi saudara-saudaranya yang lain, diputuskanlah bahwa mereka semua
harus berangkat ke sawah termasuk si bungsu. Ketika kembali ke rumah mereka
menemukan rumah yang berantakan, tidak terurus, meja makan kosong. Mereka
menyadari bahwa adik bungsu mereka yang selama ini dianggap tidak berguna, kini
baru terasa bahwa dia memiliki peranan penting.
Jangan pernah
meremehkan orang-orang yang bekerja di belakang layar, yang tidak begitu
menonjol pekerjaannya. Lihatlah siapa saja di rumah anda yang kelihatannya
paling "tidak berguna", mungkin itu adalah orangtuamu yang sudah tua,
kakek, nenek yang kelihatannya hanya duduk-duduk sepanjang hari, pembantu yang
pekerjaannya kelihatan tidak terlalu berharga, petugas kebersihan di gereja,
pendoa yang tidak pernah kelihatan tampil di depan atau siapapun yang pernah
anda remehkan. Belajar untuk melihat sisi baik kehadiran mereka dan bagaimana
mereka kalau tidak ada di rumah atau di gereja anda. Tanpa sadar kita sering berkata dengan sombongnya,
"Biarkan saja dia pergi, biarkan dia keluar! Toh di rumah ini dia tidak
berguna?" atau "Untuk apa ditahan-tahan, masih banyak orang yang bisa
mengerjakan apa yang dia kerjakan."
Suatu saat kita akan merasakan bahwa kita telah kehilangan orang-orang terbaik yang pernah ada di rumah atau di gereja kita. Semua kita telah diperlengkapi dengan keahliaan masing-masing yang berbeda dengan maksud agar bisa saling bekerjasama, saling melengkapi dan saling menolong. Walaupun ada sebagian orang yang tidak terlalu menonjol dalam keahlian tertentu tapi belajarlah untuk menghargai manfaat dari kehadiran mereka dan kemampuan yang dipercayakan kepada mereka. Doa: Ya Tuhan aku bersyukur untuk orang-orang yang Tuhan tempatkan di sekelilingku. Berilah aku hati yang bisa menghargai keberadaan mereka dan tidak meremehkan meskipun kelihatannya apa yang mereka lakukan bernilai kecil. Ajarilah aku untuk selalu dapat bekerjasama dengan orang lain. Dalam nama Yesus aku memohon, Amin. (Anonim)
Suatu saat kita akan merasakan bahwa kita telah kehilangan orang-orang terbaik yang pernah ada di rumah atau di gereja kita. Semua kita telah diperlengkapi dengan keahliaan masing-masing yang berbeda dengan maksud agar bisa saling bekerjasama, saling melengkapi dan saling menolong. Walaupun ada sebagian orang yang tidak terlalu menonjol dalam keahlian tertentu tapi belajarlah untuk menghargai manfaat dari kehadiran mereka dan kemampuan yang dipercayakan kepada mereka. Doa: Ya Tuhan aku bersyukur untuk orang-orang yang Tuhan tempatkan di sekelilingku. Berilah aku hati yang bisa menghargai keberadaan mereka dan tidak meremehkan meskipun kelihatannya apa yang mereka lakukan bernilai kecil. Ajarilah aku untuk selalu dapat bekerjasama dengan orang lain. Dalam nama Yesus aku memohon, Amin. (Anonim)
Suatu hari seorang
pelukis terkenal sedang menyelesaikan lukisan terbaiknya dan rencananya akan
dipamerkan pada saat pernikahan Putri Diana. Ketika menyelesaikan lukisannya ia
sangat senang dan terus memandangi lukisannya yang berukuran 2×8 m. Sambil
memandangi, ia berjalan mundur dan ketika berjalan mundur ia tidak melihat ke
belakang. Ia terus berjalan mundur dan di belakangnya adalah ujung dari gedung
tersebut yang tinggi sekali dan tinggal satu langkah lagi dia bisa mengakhiri
hidupnya.
Seseorang melihat
pemandangan tersebut dan bermaksud untuk berteriak memperingatkan pelukis
tersebut, tapi tidak jadi karena dia khawatir si pelukis tersebut malah bisa
jatuh ketika kaget mendengar teriakannya. Kemudian orang yang melihat pelukis
tersebut mengambil kuas dan cat yang ada di depan lukisan tersebut lalu
mencoret-coret lukisan tersebut sampai rusak. Tentu saja pelukis tersebut
sangat marah dan berjalan maju hendak memukul orang tersebut. Tetapi beberapa
orang yang ada disitu menghadang dan memperlihatkan posisi pelukis tadi yang
nyaris jatuh.
Kadang-kadang kita
telah melukiskan masa depan kita dengan sangat bagus dan memimpikan suatu hari
indah yang kita idamkan. Tetapi kadangkala rencana itu tidak bisa terlaksana
karena Tuhan punya maksud lain yang lebih baik. Kadang-kadang kita marah dan
jengkel terhadap TUHAN atau juga terhadap orang lain. Tapi perlu kita ketahui
TUHAN selalu menyediakan yang terbaik. Dia melihat segala apa yang tidak kita
lihat.
23). Kisah seorang tukang kayu
23). Kisah seorang tukang kayu
Seorang tukang bangunan
yang sudah tua berniat untuk pensiun dari profesi yang sudah ia geluti selama
puluhan tahun.
Ia ingin menikmati masa
tua bersama istri dan anak cucunya. Ia tahu ia akan kehilangan penghasilan
rutinnya namun bagaimanapun tubuh tuanya butuh istirahat. Ia pun menyampaikan
rencana tersebut kepada mandornya.
Sang Mandor merasa
sedih, sebab ia akan kehilangan salah satu tukang kayu terbaiknya, ahli
bangunan yang handal yang ia miliki dalam timnya. Namun ia juga tidak bisa
memaksa.
Sebagai permintaan
terakhir sebelum tukang kayu tua ini berhenti, sang mandor memintanya untuk
sekali lagi membangun sebuah rumah untuk terakhir kalinya.
Dengan berat hati si
tukang kayu menyanggupi namun ia berkata karena ia sudah berniat untuk pensiun
maka ia akan mengerjakannya tidak dengan segenap hati.
Sang mandor hanya
tersenyum dan berkata, “Kerjakanlah dengan yang terbaik yang kamu bisa. Kamu
bebas membangun dengan semua bahan terbaik yang ada.”
Si tukang kayu lalu
memulai pekerjaan terakhirnya. Ia begitu malas-malasan. Ia asal-asalan membuat
rangka bangunan, ia malas mencari, maka ia gunakan bahan-bahan berkualitas
rendah. Sayang sekali, ia memilih cara yang buruk untuk mengakhiri karirnya.
Saat rumah itu selesai.
Sang mandor datang untuk memeriksa. Saat sang mandor memegang daun pintu depan,
ia berbalik dan berkata, “Ini adalah rumahmu, hadiah dariku untukmu!”
Betapa terkejutnya si
tukang kayu. Ia sangat menyesal. Kalau saja sejak awal ia tahu bahwa ia sedang
membangun rumahnya, ia akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Sekarang
akibatnya, ia harus tinggal di rumah yang ia bangun dengan asal-asalan.
Inilah refleksi hidup
kita!
Pikirkanlah kisah si
tukang kayu ini. Anggaplah rumah itu sama dengan kehidupan Anda. Setiap kali
Anda memalu paku, memasang rangka, memasang keramik, lakukanlah dengan segenap
hati dan bijaksana.
Kehidupanmu saat ini
adalah akibat dari pilihanmu di masa lalu. Masa depanmu adalalah hasil dari
keputusanmu saat ini.
24). Kisah Tiga Pohon
Alkisah, ada tiga pohon di dalam hutan. Suatu hari,
ketiganya saling menceritakan mengenai harapan dan impian mereka.
Pohon pertama berkata, "Kelak aku ingin menjadi
peti harta karun. Aku akan diisi dengan emas, perak dan berbagai batu permata
dan semua orang akan mengagumi keindahannya."
Kemudian pohon kedua berkata, suatu hari kelak aku
akan menjadi kapal yang besar. Aku akan mengangkut raja-raja dan berlayar ke
ujung dunia. Aku akan menjadi kapal yang kuat dan setiap orang merasa aman
berada dekat denganku.
Akhirnya pohon ke tiga berkata, Aku ingin tumbuh
menjadi pohon yang tertinggi di hutan di puncak bukit. Orang-orang akan
memandangku dan berpikir betapa aku begitu dekat untuk menggapai surga dan
Tuhan. Aku akan menjadi pohon terbesar sepanjang masa dan orang akan mengingatku.
Setelah beberapa tahun berdoa agar impian terkabul,
sekelompok penebang pohon datang dan menebang ketiga pohon itu. Pohon pertama
dibawa ke tukang kayu. Ia sangat senang sebab ia tahu bahwa ia akan dibuat
menjadi peti harta karun. Tetapi doanya tidak menjadi kenyataan karena tukang
kayu membuatnya menjadi kotak tempat menaruh makan ternak. Ia hanya diletakkan
di kandang dan diisi jerami.
Pohon ke dua dibawa ke galangan kapal. Ia berpikir
bahwa doanya menjadi kenyataan. Tetapi ia dipotong-potong dan dibuat menjadi
sebuah perahu nelayan kecil. Impiannya untuk menjadi kapal besar untuk
mengangkut raja-raja telah berakhir.
Pohon ketiga dipotong menjadi potongan-potongan kayu
besar dan dibiarkan teronggok dengan gelap. Tahun demi tahun berlalu, dan
ketiga pohon itu telah melupakan impiannya. Kemudian suatu hari, sepasang
suami-istri tiba kandang.
Sang istri melahirkan dan meletakkan bayinya di atas
tumpukan jerami di kotak makanan ternak yang dibuat dari pohon pertama.
Orang-orang datang menyembah bayi itu. Akhirnya pohon pertama sadar bahwa
didalamnya diletakkan harta terbesar sepanjang masa.
Bertahun-tahun kemudian, sekolompok laki-laki naik
ke atas perahu nelayan yang dibuat dari pohon ke dua. Ditengah danau, badai
besar datang DAN pohon kedua berpikir bahwa ia tidak cukup kuat untuk
melindungi orang-orang didalamnya. Tetapi salah seorang laki-laki itu berdiri
dan berkata, "DIAM!"
Tenanglah! dan badaipun berhenti. Ketika itu,
tahulah bahwa ia telah mengangkut Raja diatas segala raja.
Akhirnya, seorang datang dan mengambil pohon ke
tiga. Ia dipikul sepanjang jalan sementara orang-orang mengejek lelaki yang
memikulnya. Laki-laki ini kemudian dipakukan di kayu ini dan mati di puncak
bukit. Akhirnya pohon ketiga sadar bahwa ia demikian dekat dengan Tuhan, karena
Yesus yang disalibkan padanya.
Ketika keadaaan tidak seperti yang engkau inginkan,
ketahuilah Tuhan memiliki rencana untukmu. Ketiga pohon mendapatkan apa yang
mereka inginkan. Tetapi tidak dengan cara seperti yang mereka
bayangkan. Kita tidak selalu tahu apa rencana Tuhan bagi kita. Kita hanya tahu
bahwa jalan-NYA bukanlah jalan kita, tetapi jalan-NYA adalah yang terbaik.
24). Katak Tuli
Suatu saat ada
perlombaan panjat tebing yang diikuti oleh para katak dari segala jenisnya.
Ketika start semua
penonton bersorak mendukung mereka. Tapi di tengah pertandingan, beberapa katak
menyerah karena medan perlombaan sangat berat. Hanya ada lima katak
terus berjuang mencapai garis akhir. Saat medan bertambah sulit para penonton
yang tadinya mendukung para katak itu mulai tidak yakin akan kemampuan mereka.
Mereka berteriak agar
para katak menyerah saja. Bahkan sebagian memberitahu para katak bahwa medan
yang berat itu berbahaya dan bisa membunuh mereka. Akhirnya hanya seekor katak
yang bertahan dan memenangkan perlombaan.
Setelah diteliti
mengapa banyak yang gagal, hasilnya menyebutkan mereka mendengarkan perkataan
penonton menjadi takut dan berhenti. Dan bagaimana dengan
katak yang bisa terus dan akhirnya memenangkan pertandingan? Ternyata ia adalah
seekor katak yang tuli, ia tidak mendengar apapun yang penonton katakan. Dalam
kasus ini, tuli itu anugerah.
Saat kesulitan hidup
meningkat, daripada percaya Tuhan kita seringkali mendengarkan suara negatif
orang-orang di sekitar kita dan mempercayainya. Jadi jika anda ingin mencapai
tujuan hidupmu, jangan memberi tempat kepada perkataan negatif, intimidasi dari
orang lain. Yakinlah akan tujuanmu, tempatkan perkataan Tuhan sebagai panduan,
dan percayalah akan jawaban doa-doamu!
Tutuplah kuping Anda
untuk hal-hal yang negatif!
25. Mengalah
Cerita ini mengandung pesan bahwa manusia hidup diperhadapkan kepada kebebasan dalam memilih,menentukan dan memutuskan tujuan hidupnya. Dalam segala hal kita bebas namun kebebasan itu bukan berdasarkan ukuran-ukuran duniawi. Memilih hidup berarti mengikut Yesus. Mengikut Yesus tentu melakukan kehendakNya: Apa yang mesti kita perbuat dan bagaimana kita melakukannya
Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing sambil berteriak. Sang Kambing pun berkata “Aku
turut ber simpati, tapi tidak ada yg bisa aku lakukan” Tikus lalu menemui Sapi. Ia mendapat jawaban sama. “Maafkan aku. Tp perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali” Ia lalu lari ke hutan dan bertemu Ular. Sang ular berkata “Perangkap Tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku” Akhirnya Sang Tikus kembali kerumah dengan pasrah mengetahui kalau ia akan menghadapi bahaya sendiri.
Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya berbunyi menandakan telah memakan korban. Ketika melihat perangkap tikusnya, ternyata seekor ular berbisa. Buntut ular yg terperangkap membuat ular semakin ganas dan menyerang istri pemilik rumah.
Walaupun sang Suami sempat membunuh ular tersebut, sang Istri tetapi harus di bawa ke
rumah sakit. Beberapa hari kemudian istrinya demam. Ia lalu minta dibuatkan sop ceker ayam oleh suaminya. Dengan segera ia menyembelih ayamnya untuk dimasak cekernya. Tetapi sakit sang Istri tak kunjung reda. Seorang teman menyarankan utk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambing untuk mengambil hatinya. Istrinya tidak sembuh dan akhirnya
meninggal dunia.
Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga sang Petani harus menyembelih
sapinya untuk memberi makan para pelayat. Dari kejauhan sang Tikus menatap dgn penuh kesedihan. Beberapa hari kemudian ia melihat Perangkap Tikus tersebut sudah tdk digunakan lagi.
Pesan bagi kita: Kadang hal-hal dalam kehidupan anda tidak bisa dimengerti. Anda merasa dihajar dan disiksa, tapi cobalah MENUNGGU sejenak, maka anda akan melihat bahwa setiap pencobaan atau hajaran itu seperti batu yang dilemparkan ke telaga kehidupan anda yang tenang.
Mazmur 119:144
"Peringatan-peringatan-Mu adil untuk selama-lamanya, buatlah aku mengerti, supaya aku hidup."
25. Mengalah
Ada dua ekor
kambing gunung bertemu satu sama lain di jalan sempit di tepi tebing terjal
yang hanya cukup untuk diliwati salah satu dari kedua binatang liar tersebut.
Di sebelah kiri adalah tebing terjal, dan di sebelah kanan danau yang dalam.
Keduanya saling berpandangan. Apa yang harus mereka lakukan? Keduanya tak dapat
balik karena terlalu berbahaya, tak dapat berputar karena jalan itu terlalu
sempit.
Kemudian salah
satu dari mereka membaringkan dirinya di jalan yang kecil itu, dan mengembik
memberi tanda kepada kambing lainnya supaya berjalan diatasnya. Dan selamatlah
keduanya dari kecelakaan. Kambing-kambing itu tidak saling menanduk dan
berkelahi mempertahankan jalannya masing-masing supaya selamat.
Kata Martin
Luther yang mengangkat ilustrasi ini, manusia justru kadang-kadang tidak
lebih bijak dari kedua kambing diatas, yang mau saling “merendahkan diri” untuk
"memberi jalan" ketika "papasan" dengan yang lain!
"......Sebaliknya
hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama
daripada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan
kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga" Filipi
2:3-4.
26). Hidup adalah
pilihan
Ada sebuah
cerita dari Yunani. Pada suatu ketika,ada seorang pemuda mendatangi seorang
bijak bernama Aristoteles. Ia hendak
menguji hikmat filsuf Yunani yang terkenal itu. Ia membawa anak
burung,menyembunyikan dibalik punggungnya dengan kedua tangannya. Ketika
berhadapan dengan Aristoteles, dia berkata; “menurut anda, apakah anak burung
ini hidup atau mati”? Anak muda ini
berkikir, jika Aristoteles menjawab mati, maka ia akan melepas burung itu
tetapi jika dia menjawab hidup, maka ia akan mencekik leher burung itu. Dengan
rasa was-was si pemuda ini menunggu jawaban.
Sambil
tersenyum, Aristoteles menjawab, ”Anak muda, hidup mati burung itu ada dalam
genggaman tanganmu. Jika engkau memnghendaki hidup, maka burung itu pasti akan
hidup.Tetapi jika engkau menghendaki mati, maka burung itu akan mati”. Dengan
mendengar jawaban ini, si pemuda tersebut mengangguk kagum dan mengakui
kebijaksanaan yang dimiliki oleh Aristoteles.
Cerita ini mengandung pesan bahwa manusia hidup diperhadapkan kepada kebebasan dalam memilih,menentukan dan memutuskan tujuan hidupnya. Dalam segala hal kita bebas namun kebebasan itu bukan berdasarkan ukuran-ukuran duniawi. Memilih hidup berarti mengikut Yesus. Mengikut Yesus tentu melakukan kehendakNya: Apa yang mesti kita perbuat dan bagaimana kita melakukannya
27). Cuek membawa
malapetaka
Sepasang suami
istri petani pulang kerumah setelah berbelanja. Seekor tikus memperhatikan
makanan apa lagi yang dibawa mereka dari pasar??” Ternyata, salah satu yang
dibeli oleh petani ini adalah Perangkap Tikus. Sang tikus kaget bukan kepalang. Ia segera berlari menuju kandang, mendatangi ayam dan berteriak “ada
perangkap tikus”. Sang Ayam berkata “Tuan Tikus, Aku turut bersedih, tapi itu
tidak berpengaruh padaku”
Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing sambil berteriak. Sang Kambing pun berkata “Aku
turut ber simpati, tapi tidak ada yg bisa aku lakukan” Tikus lalu menemui Sapi. Ia mendapat jawaban sama. “Maafkan aku. Tp perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali” Ia lalu lari ke hutan dan bertemu Ular. Sang ular berkata “Perangkap Tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku” Akhirnya Sang Tikus kembali kerumah dengan pasrah mengetahui kalau ia akan menghadapi bahaya sendiri.
Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya berbunyi menandakan telah memakan korban. Ketika melihat perangkap tikusnya, ternyata seekor ular berbisa. Buntut ular yg terperangkap membuat ular semakin ganas dan menyerang istri pemilik rumah.
Walaupun sang Suami sempat membunuh ular tersebut, sang Istri tetapi harus di bawa ke
rumah sakit. Beberapa hari kemudian istrinya demam. Ia lalu minta dibuatkan sop ceker ayam oleh suaminya. Dengan segera ia menyembelih ayamnya untuk dimasak cekernya. Tetapi sakit sang Istri tak kunjung reda. Seorang teman menyarankan utk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambing untuk mengambil hatinya. Istrinya tidak sembuh dan akhirnya
meninggal dunia.
Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga sang Petani harus menyembelih
sapinya untuk memberi makan para pelayat. Dari kejauhan sang Tikus menatap dgn penuh kesedihan. Beberapa hari kemudian ia melihat Perangkap Tikus tersebut sudah tdk digunakan lagi.
28). 4
Hal yang tak mungkin kembali
Seorang
gadis muda menunggu penerbangannya di ruang tunggu sebuah bandara yang super
sibuk. Karena harus menunggu berjam-jam, dia memutuskan membeli sebuah buku
untuk menghabiskan waktunya. Dia juga membeli sebungkus kue. Dia duduk di kursi
bersandaran tangan, di ruang VIP bandara, untuk istirahat dan membaca dengan
tenang.
Di
sisi sandaran tangan di mana kue terletak, seorang laki-laki duduk di kursi
sebelah, membuka majalah dan mulai membaca
Ketika
ia mengambil kue pertama, laki-laki itu juga turut mengambil. Si gadis merasa
gemas tapi tidak berkata apa-apa. Dia hanya berpikir: “Lancang benar! Bila saya
nggak sabaran sudah kugebuk dia untuk kenekatannya!” Untuk setiap kue yang dia
ambil, laki-laki itu turut mengambil satu.
Ini
sangatlah membuatnya marah namun si gadis tak ingin sampai timbul kegaduhan di
ruang itu
Ketika
tinggal satu kue yang tersisa si gadis mulai berpikir: “Aha…bakal ngapain
sekarang orang yang nggak sopan ini?” Lalu, laki-laki itu mengambil kue yang
tersisa, membaginya dua, lalu memberikan yang separuh padanya. Benar-benar
keterlaluan! Si gadis benar-benar marah besar sekarang!
Dalam
kemarahannya, dia mengakhiri bukunya, dikemasnya barangnya lalu bergegas ke
tempat boarding. Ketika sudah duduk di seat-nya, di dalam pesawat, dia merogoh
tasnya untuk mengambil kacamata, dan dia sontak terkejut, sebungkus kuenya
masih ada di dalam tas, tak tersentuh, tak terbuka!
Dia
merasa sangat malu!! Dia sadar telah keliru. Dia lupa kalau kuenya masih
tersimpan di dalam tas. Laki-laki tadi telah berbagi kue dengannya, tanpa
merasa marah atau sengit ketika si gadis amat marah, berpikir bahwa ia telah
berbagi kue dengan laki-laki itu. Dan
kini tidak ada lagi kesempatan untuk menerangkan kelalaiannya dan juga untuk
meminta maaf.
Aplikasi
dari kisah ini sda 4 hal yang tak dapat kembali
- Batu setelah ia dilontarkan!!
- Kata setelah ia diucapkan!
- Kesempatan setelah ia hilang!
- Waktu setelah ia berlalu!
29. Bapa yang Baik
Ada seorang bapa yang
begitu sayang kepada anaknya karena anaknya cacat. Cacatnya tidak
tanggung-tanggung. Tangannya tidak bisa bergerak, tidak bisa berjalan, dan
tidak bisa berbicara. Anak ini kalau mau berkomunikasi dengan bapanya harus
memakai bahasa isyarat. Cacat seumur hidupnya. Suatu hari anak ini dengan
bahasa isyarat mengatakan, “ pa saya punya cita-cita ikut lomba triatlon ”. Itu
adalah tri lomba dimana para pesertanya harus berenang, naik sepeda dan lari.
Bayangkan, sudah cacat
seperti itu tapi masih mau ikut tri lomba. Di dalam hatinya ada semangat di
mana dia ingin menjalani hidup ini untuk mencapai hal-hal yang besar. Anak ini
tidak bisa, tapi dia minta papanya untuk ikut perlombaan itu, pertandingan yang
berkelas internasional itu.
Panitianya bingung
bagaimana membiarkan mereka untuk ikut berlomba, tapi akhirnya mereka
diijinkan. Papanya membuat sebuah perahu. Anaknya yang cacat di tidurkan di
perahu. Papanya menarik perahu itu dengan tali, dia berenang bermil-mil
jauhnya. Dia berenang demi anaknya. Setelah itu dia gendong anaknya, dia taruh
di atas kereta dorongnya. Anaknya ditaruh, dia yang kayuh bermil-mil jauhnya.
Setelah itu dia gendong lagi anaknya, meletakkannya di kursi roda dan dia lari.
Dalam perlombaan itu
semua orang sudah mencapai garis finish. Tapi penonton tidak ada yang mau
pulang. Karena mereka mau menunggu anak dan bapa yang luar biasa ini. Delapan
jam kemudian mereka melihat dari jauh, ada seorang bapa, bergumul, ngos-ngosan
tapi dia terus lari. Dia dorong anaknya dan sampai di garis finish. Anak ini
bertepuk tangan dengan gembira walaupun tangannya tidak sempurna. Bapa ini
menangis, semua orang menangis. Itulah gambaran Bapa kita di Surga. Itulah hati
seorang Bapa.
Kita adalah seperti
orang cacat ini. Kita adalah seperti orang cacat yang ketika dulu belum percaya
Yesus, tidak ada seorangpun yang mem-bapa-i. sehingga hidup kita hancur. Kita
tidak mampu berbuat apa-apa. Tetapi Bapa yang di Surga menemukan kita. Dan
Dialah Bapa yang baik, yang mau membawa kita mencapai garis finish.
30). BEJANA
PILIHAN
Seorang Tuan sedang
mencari sebuah bejana. Sambil berjalan sang Tuan melihat dan menilai
bejana-bejana tersebut. Bejana Emas berkata: "Pilihlah aku," teriak
bejana emas,"Aku mengkilap dan bercahaya. Aku sangat berharga dan aku
melakukan segala sesuatu dengan benar. Keindahanku akan mengalahkan yang lain.
Dan untuk orang seperti Tuanku, emas adalah yang terbaik!" Tuan itu hanya
lewat saja tanpa mengeluarkan sepatah kata.
Kemudian ia melihat
suatu bejana perak, ramping dan tinggi. Bejana Perak, Ramping dan Tinggi
berkata: "Aku akan melayani engkau Tuanku, aku akan menuangkan anggurmu
dan aku akan berada di mejamu di setiap acara jamuan makan. Garisku sangat
indah, ukiranku sangat nyata. Dan perakku akan selalu memujimu." Tuan itu
hanya lewat saja dan menemukan sebuah bejana kaca.’ Bejana ini lebar mulutnya
dan dipoles seperti kaca. "Bejana Kaca berkata; "Sini! Sini!"
teriak bejana itu, "aku tahu aku akan terpilih. Taruhlah aku dimejamu,
maka semua orang akan memandangku." Namun tuan itu hanya melewatinya dan
melihat bejana kristal.
Bejana Kristal berkata:
"Lihatlah aku!", panggil bejana kristal yang sangat jernih. Aku
sangat transparan, menunjukkan betapa baiknya aku. Meskipun aku mudah pecah,
aku akan melayani engkau dengan kebanggaanku. Dan aku yakin, aku akan bahagia
dan senang tinggal dalam rumahmu." Tuan itu kemudian menemukan bejana
kayu. Dipoles dan terukir indah, berdiri dengan teguh. Bejana Kayu berkata:
"Engkau dapat memakai aku, tuanku, kata bejana kayu. Tapi aku lebih senang
bila engkau memakaiku untuk buah-buahan, bukan untuk roti."
Kemudian tuan itu
melihat ke bawah dan melihat bejana tanah liat. Kosong dan hancur, terbaring
begitu saja. Tidak ada harapan untuk terpilih sebagai bejana tuan itu. Bejana
Tanah Liat hanya diam. Tuan berkata: Ah! Inilah bejana yang aku cari-cari. Aku
akan perbaiki dan kupakai, dan akan aku buat sebagai milikku seutuhnya. Aku
tidak membutuhkan bejana yang mempunyai kebanggaan. Tidak juga bejana yang
terlalu tinggi untuk ditaruh di rak. Tidak juga yang mempunyai mulut lebar dan
dalam. Tidak juga yang memamerkan isinya dengan sombong.Tidak juga yang merasa
dirinya selalu benar. Tetapi yang kucari adalah bejana yang sederhana yang akan
kupenuhi dengan kuasa dan kehendakku. Kemudian ia mengangkat
bejana tanah liat itu. Ia memperbaiki dan membersihkannya dan memenuhinya, ia
berbicara dengan lembut kepadanya, "Ada tugas yang perlu engkau kerjakan,
jadilah berkat buat orang lain, seperti apa yang telah kuperbuat bagimu."
Demikianlah halnya
dengan Tuhan. Ia mencari orang-orang yang rendah hati dan mau berjalan menurut
kehendak dan kemauan Tuhan. Dan tentunya orang yang mau dibentuk, sekalipun
harus melalui hal-hal menyakitkan.
31). Adonan Kue
Kehidupan
Dua orang anak
laki-laki menceritakan kepada neneknya betapa buruknya hari mereka : ada orang
yang mengganggu mereka di sekolah, orangtua mereka memarahi mereka, dan mereka
terkena flu.
Sang nenek mendengarkan
keluh kesah kedua cucunya itu dengan sabar sambil membuat adonan kue. Kemudian nenek
itu bertanya apakah kedua anak itu mau makanan ringan, tentu saja keduanya mau.
“Ini, ada sebotol minyak
goreng,” ujar sang nenek.
“Menjijikkan..” ungkap
salah satu anak laki-laki itu.
“Bagaimana jika dua
butir telur ini?”
“Tidak enak, nek,”
sahut yang satunya.
“Baiklah, bagaimana
jika tepung ini saja? Atau mau baking soda saja?”
”Nenek, semua itu tidak
enak!” kata mereka bersamaan.
Akhirnya sang nenek pun
menjelaskan:
“Ya, semua itu terasa
tidak enak jika kamu makan sendiri-sendiri. Tetapi kalau kamu menggabungkan
semuanya dan mengaduknya hingga merata, semua itu bisa berubah menjadi sebuah
kue yang lezat.
Tuhan bekerja dengan cara yang sama. Seringkali kita bertanya mengapa
Tuhan mengijinkan kita mengalami hal-hal buruk berulang kali. Tetapi Tuhan tahu
bahwa jika Dia menyatukan semua hal-hal buruk itu sesuai dengan kehendak-Nya,
maka hal itu akan mendatangkan kebaikan! Kita hanya perlu percaya kepada-Nya
dan akhirnya segala sesuatunya akan menjadi indah.”
Jika Anda mengalami hal
buruk hari ini, ingatlah nasihat nenek di atas, bahwa jika Anda mengijinkan
Allah bekerja dalam hidup Anda, pada akhirnya semua itu akan mendatangkan
kebaikan, bukan bagi Anda saja namun juga bagi orang-orang di sekeliling Anda.
“Kita tahu sekarang,
bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi
mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan
rencana Allah.” (Roma 8:28)
- Obat stress adalah hati yang gembira..
- Obat kecewa adalah memandang Tuhan..
- Obat sakit hati adalah mengampuni & melupakan.
32). Perahu Mainan
Seorang bocah laki-laki membuat sebuah perahu mainan. Dengan penuh kegembiraan dia membawanya ke danau yang tenang. Tetapi karena terbawa air, perahu itu menjauh darinya sehingga tidak terjangkau oleh tangannya yang pendek. Dalam keputus-asaannya, dia minta tolong kepada seorang anak laki-laki yang lebih besar.
Begitu terkejutnya dia ketika anak itu mengambil beberapa kerikil dan mulai melempari perahunya dengan batu itu. "Hei, jangan lempari perahuku...", seru bocah itu, karena mengira anak itu tidak bermaksud menolongnya, tapi justru mau merusak perahu mainannya.
"Coba lihat dulu. Perhatikan apa yang terjadi", kata anak itu. Ketika bocah itu memperhatikan dengan seksama, ternyata batu itu tidak mengenai perahunya, tetapi MELAMPAUINYA. Setiap kali batu itu memukul air, timbul ombak kecil yang mendorong perahu itu ke tepi danau. Setiap lemparan batu sudah DIRENCANAKAN dan pada akhirnya perahu kecil itu berada dalam jangkauannya. Betapa gembiranya bocah itu karena mainan kebanggaannya telah kembali.
Seorang bocah laki-laki membuat sebuah perahu mainan. Dengan penuh kegembiraan dia membawanya ke danau yang tenang. Tetapi karena terbawa air, perahu itu menjauh darinya sehingga tidak terjangkau oleh tangannya yang pendek. Dalam keputus-asaannya, dia minta tolong kepada seorang anak laki-laki yang lebih besar.
Begitu terkejutnya dia ketika anak itu mengambil beberapa kerikil dan mulai melempari perahunya dengan batu itu. "Hei, jangan lempari perahuku...", seru bocah itu, karena mengira anak itu tidak bermaksud menolongnya, tapi justru mau merusak perahu mainannya.
"Coba lihat dulu. Perhatikan apa yang terjadi", kata anak itu. Ketika bocah itu memperhatikan dengan seksama, ternyata batu itu tidak mengenai perahunya, tetapi MELAMPAUINYA. Setiap kali batu itu memukul air, timbul ombak kecil yang mendorong perahu itu ke tepi danau. Setiap lemparan batu sudah DIRENCANAKAN dan pada akhirnya perahu kecil itu berada dalam jangkauannya. Betapa gembiranya bocah itu karena mainan kebanggaannya telah kembali.
Pesan bagi kita: Kadang hal-hal dalam kehidupan anda tidak bisa dimengerti. Anda merasa dihajar dan disiksa, tapi cobalah MENUNGGU sejenak, maka anda akan melihat bahwa setiap pencobaan atau hajaran itu seperti batu yang dilemparkan ke telaga kehidupan anda yang tenang.
Mazmur 119:144
"Peringatan-peringatan-Mu adil untuk selama-lamanya, buatlah aku mengerti, supaya aku hidup."
33). Jangan
Terburu - buru Menilai Seseorang
Seorang dokter tampak
bergegas masuk ke dalam ruang operasi.
Ayah dari si anak yang
akan dioperasi datang menghampirinya :
"Dokter, mengapa
sih Anda ini lama sekali sampai ke sini? Apa anda tidak tau, nyawa anak saya
terancam jika tidak segera di operasi... Terlalu!!!" Labrak si ayah.
Dokter itu tersenyum..
"Maaf, saya sedang
tdk di RS tadi, tapi secepatnya ke sini setelah ditelepon pihak RS."
Kemudian ia menuju
ruang operasi. Setelah beberapa jam disana, ia keluar dg senyuman di wajahnya:
"Syukur.. keadaan
anak anda kini stabil."
Tanpa menunggu jawaban
sang ayah, dokter tsb berkata :
"Suster akan
membantu anda jika ada yg ingin anda tanyakan."
Lalu Dokter tsb
bergegas berlalu.
Si ayah tadi langsung
komplain dengan suster:
"Kenapa sih dokter
itu angkuh sekali? Dia kan sepatutnya memberikan penjelasan mengenai keadaan
anak saya?! Apa langkah selanjutnya yg harus saya lakukan & banyak hal yg
lain.. Ahhh, sombong sekali dokter itu !!"
Sambil meneteskan air
matanya suster menjawab :
"Pak.. Anak dokter
tersebut meninggal dalam kecelakaan kemarin sore. Ia sedang menguburkan anaknya
saat kami meneleponnya untuk melakukan operasi pd anak Anda. Sekarang anak anda
telah selamat, kini ia bisa kembali berkabung.."
34). Jangan terburu-buru menilai orang
Tapi berusahalah utk
memaklumi tiap jiwa disekeliling kita yg menyimpan cerita kehidupan yg tak
terbayangkan di benak kita...
Setiap orang mempunyai
persoalannya masing2..
Kita tidak pernah tahu
bahwa:
Αda air mata dibalik
setiap senyuman..
Αda kasih sayang
dibalik setiap amarah..
Αda pengorbanan dibalik
setiap ketidak pedulian..
Αda harapan dibalik
setiap kesakitan..
Semoga kita menjadi
manusia dengan rasa maklum yang semakin luas dan bersyukur dengan apa yg telah
TUHAN berikan dalam hidup ini. INGAT, kita bukan
satu2nya manusia dgn segudang masalah.
35). Harapan Selalu Ada
35). Harapan Selalu Ada
Suatu hari seorang ayah menyuruh
anak-anaknya ke hutan melihat sebuah pohon pir di waktu yang berbeda.
Anak pertama disuruhnya pergi pada
musim DINGIN,
anak ke 2 pada musim SEMI,
anak ke 3 pada musim PANAS,
dan yang ke 4 pada musim GUGUR.
Anak 1: pohon pir itu tampak sangat
jelek dan batangnya bengkok.
Anak 2: pohon itu dipenuhi
kuncup-kuncup hijau yang menjanjikan.
Anak 3: pohon itu dipenuhi dengan
bunga-bunga yg menebarkan bau yang harum.
Anak 4: ia tidak setuju dengan
saudaranya, ia berkata bhw pohon itu penuh dengan buah yang matang dan ranum.
Kemudian sang ayah berkata
bahwa kalian semua benar, hanya saja kalian melihat di waktu yang
berbeda.
Ayahnya berpesan: “Mulai sekarang
jangan pernah menilai kehidupan hanya berdasarkan satu masa yang sulit.”
Ketika kamu sedang mengalami
masa-masa sulit, segalanya terlihat tidak menjanjikan, banyak kegagalan
dan kekecewaan, jangan cepat menyalahkan diri dan orang lain bahkan berkata
bahwa kamu tidak mampu, bodoh dan bernasib sial…
Ingatlah, kamu berharga di mata
TUHAN, tdk ada istilah “nasib sial” bagi orang percaya!
Kerjakan yang menjadi bagianmu dan
percayalah TUHAN akan mengerjakan bagian-Nya…
Jika kamu tidak bersabar ketika
berada di musim dingin, maka kamu akan kehilangan musim semi dan musim panas
yang menjanjikan harapan, dan kamu tidak akan menuai hasil di musim gugur.
“Kegelapan malam tidak seterusnya
bertahan, esok akan datang fajar yang mengusir kegelapan.”.
Bersama Tuhan selalu ada pengharapan
yang baru.
36). Kopi Vs Cangkir
36). Kopi Vs Cangkir
Dalam sebuah acara
reuni, beberapa alumni menjumpai guru sekolah mereka dulu. Melihat para alumni
tersebut ramai-ramai membicarakan kesuksesan mereka, guru tersebut segera ke
dapur dan mengambil seteko kopi panas dan beberapa cangkir kopi yang berbeda-beda.
Mulai dari cangkir yang terbuat dari kristal, kaca, melamin dan plastik. Guru
tersebut menyuruh para alumni untuk mengambil cangkir dan mengisinya dengan
kopi. Setelah masing-masing alumni sudah mengisi cangkirnya dengan kopi, guru
berkata, "Perhatikanlah bahwa kalian semua memilih cangkir yang bagus dan
kini yang tersisa hanyalah cangkir yang murah dan tidak menarik.
Memilih hal yang
terbaik adalah wajar dan manusiawi. Namun persoalannya, ketika kalian tidak
mendapatkan cangkir yang bagus perasaan kalian mulai terganggu. Kalian secara
otomatis melihat cangkir yang dipegang orang lain dan mulai membandingkannya.
Pikiran kalian terfokus pada cangkir, padahal yang kalian nikmati bukanlah
cangkirnya melainkan kopinya." Hidup kita seperti kopi dalam analogi tersebut
di atas, sedangkan cangkirnya adalah pekerjaan, jabatan, dan harta benda yang
kita miliki.
Pesan moralnya, jangan
pernah membiarkan cangkir mempengaruhi kopi yang kita nikmati. Cangkir bukanlah
yang utama, kualitas kopi itulah yang terpenting. Jangan berpikir bahwa
kekayaan yang melimpah, karier yang bagus dan pekerjaan yang mapan merupakan
jaminan kebahagian. Itu konsep yang sangat keliru. Kualitas hidup kita
ditentukan oleh "Apa yang ada di dalam" bukan "Apa yang
kelihatan dari luar".
Apa gunanya kita
memiliki segalanya, namun kita tidak pernah merasakan damai, sukacita, dan
kebahagian di dalam kehidupan kita? Itu sangat menyedihkan, karena itu sama
seperti kita menikmati kopi basi yang disajikan di sebuah cangkir kristal yang
mewah dan mahal. Kunci menikmati kopi bukanlah seberapa bagus cangkirnya,
tetapi seberapa bagus kualitas kopinya.
Selamat menikmati
secangkir kopi kehidupan...