Kata "Pembentukan Rohani" dalam bahasa Inggris adalah "Spiritual Formation"; dibentuk dari kata "spiritual" (rohani) artinya hal-hal yang berkenaan dengan keagamaan dan "formation" (pembentukan) yang artinya adalah tindakan yang memberikan bentuk kepada sesuatu.
Jadi secara harafiah, istilah Pembentukan Rohani diartikan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan untuk memberi bentuk kepada hidup kerohanian.
Tinjauan Teologis
Ditinjau dari sudut kekristenan kata "spiritual" atau "rohani" memiliki latar belakang konsep Yahudi (Perjanjian Lama) yang pada umumnya dikaitkan dengan karya penyelamatan Allah atas umat-Nya, yaitu bangsa Israel. Allah ingin agar hidup umat yang telah diselamatkan-Nya itu memiliki hubungan yang dekat dengan Allah. Namun hal itu tidaklah terjadi secara otomatis, perlu proses yang terus menerus dan sadar (intensional) sehingga terjadi pembentukan hidup rohani yang mengakui akan kehadiran Allah secara penuh dalam setiap area kehidupan.
Tuhan berfirman kepada umat Israel, bahwa Ia memberikan ketetapan dan peraturan yang harus dilakukan oleh bangsa Israel dimanapun bangsa Israel berada. Tujuan Allah memberikan ketetapan dan perintah ini, supaya bangsa Israel sampai kepada anak cucunya hidup Takut akan Allah, dengan berpegang kepada ketetapan dan perintah Tuhan, melakukan dengan taat dan setia. Maka bangsa Israel akan diberkati dan janji Tuhan-pun digenapi bagi bangsa Israel (Ulangan pasal 6).
Oleh karena itu, dalam konteks kekristenan Perjanjian Baru, Pembentukan Rohani diartikan sebagai proses yang dilakukan secara terus menerus, sistematis dan sadar untuk mencapai tujuan yang Tuhan inginkan yaitu menjadi serupa dengan Kristus dalam seluruh hidup kita, melalui ketaatan pada Alkitab dan kekuatan yang diberikan oleh Roh Kudus.
Dasar-Dasar Alkitabiah Pembentukan Rohani Kristen
Pembentukan hidup rohani seorang Kristen memiliki dasar dan arah yang jelas.
Berikut ini adalah beberapa prinsip Alkitab yang perlu kita perhatikan dengan baik berkenaan dengan proses pembentukan hidup rohani seorang Kristen:
- Hidup rohani seorang Kristen dimulai dari anugerah keselamatan yang diberikan oleh Allah melalui kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus (Roma 6:3-11; 2 Korintus 5:17). Untuk dapat memperoleh keselamatan adalah dengan percaya kepada Tuhan Yesus dengan karya keselamatannya yaitu Tuhan Yesus yang disalib, mati, dan bangkit pada hari yang ketiga. Maka keselamatan disebut sebagai anugerah, karena bukan manusia yang mengusahakannya, tetapi Allah sendiri yang berkarya bagi keselamatan seluruh umat manusia. Kehidupan rohani yang sejati bukan lahir dari usaha manusia, namun dimulai dari panggilan ilahi, kelahiran baru dan pertobatan. Manusia rohani yang sesungguhnya adalah dilahirkan dalam Roh, sehingga manusia lama kita, yaitu manusia kedagingan, mati dan dikubur, untuk kemudian bersama-sama dengan Kristus dibangkitkan menjadi manusia baru di dalam Kristus.
- Hidup rohani seorang Kristen adalah proses pengudusan yang dilakukan oleh Allah dengan usaha manusia secara terus menerus di dalam ketaatan kepada perintah Tuhan (1 Korintus 15:10). Jika kelahiran baru merupakan karya Allah saja seluruhnya, maka pengudusan adalah proses yang dimungkinkan karena anugerah Allah dan usaha manusia. Dalam proses pengudusan ini, manusia yang sudah diciptakan menjadi ciptaan yang baru, dimungkinkan untuk menjadi manusia sempurna sebagaimana maksud Tuhan menciptakannya. Dengan kehidupan Kristus yang ada dalam diri orang percaya, maka orang percaya mengalami kekudusan di dalam Tuhan. Dikatakan sebagai suatu proses karena tidak terjadi secara otomatis dan seketika. Ada kalanya melewati masa-masa kemenangan, tapi kadang juga masa-masa kegagalan. Namun demikian dalam anugerah Tuhan, maka mereka akan bertahan sampai akhir. Seperti yang disampaikan oleh Rasul Paulus "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman" (II Timotius 4:7), sehubungan dengan usaha manusia secara terus menerus di dalam ketaatan kepada perintah Tuhan, Paulus menganjurkan agar "bertandinglah dalam Iman yang benar".
- Hidup rohani seorang Kristen adalah pertumbuhan dari bayi-bayi rohani menjadi manusia rohani yang dewasa (Ibrani 5:11-16; Efesus 4:14, 24; Kolose 3:10). Hidup rohani seorang Kristen tidaklah statis namun dinamis; hidup dan bertumbuh. Dalam pertumbuhannya itu kehidupan seorang Kristen terus menerus diubah dan dibentuk hingga mencapai tujuan utama yaitu kedewasaan rohani/iman yaitu menjadi serupa dengan Kristus. Bayi-bayi rohani harus dipelihara dan diberi makan makanan rohani secara teratur supaya bertumbuh. Seperti halnya tubuh manusia, cepat lambatnya pertumbuhan tergantung dari makanan dan gizi yang diasupnya. Demikianlah orang percaya harus membuang segala sesuatu yang menghambat pertumbuhan hidupnya, perlu diperhatikan perbedaan antara lahir dan tumbuh. Lahir, hanya memerlukan waktu sebentar saja, kemudian mengalami pertumbuhan. Bagi orang Kristen, yang terpenting ialah berada dalam Kristus. Bertumbuh di dalam Kristus, karena di dalam Dia kehidupan baru itu tumbuh, hal yang utama ialah tinggal tepap dalam Kristus dengan Iman.
Pembentukan hidup rohani seorang Kristen telah dijamin oleh Tuhan untuk berhasil, maka Ia menyediakan sarana-sarana anugerah, yaitu:
Alkitab
Alkitab merupakan sarana anugerah yang paling luar biasa yang diberikan kepada umat pilihan-Nya. Melalui Firman yang tertulis ini manusia dimungkinkan untuk mengenal Sang Pencipta, pimpinan-Nya, ketetapan-Nya dan kehendak-Nya atas hidup rohani orang-orang percaya. Tidak mentaati Firman-Nya berarti tidak mentaati Dia, Allah yang mahakuasa (Yohanes 17:17; Efesus 5:25-27). Pertumbuhan, kuasa dan kehidupan orang percaya sangat bergantung kepada cara memperlakukan firman Allah. Dalam firman-Nya, Allah mencurahkan isi hati-Nya kepada umat-Nya, dalam firman, Yesus menyatakan diri-Nya dan segala anugerah-Nya. Dalam firman, Roh Kudus masuk ke dalam orang percaya untuk memperbaharui hati dan seluruh pikiran sesuai dengan pikiran dan kehendak Allah. Oleh karena itu, pertumbuhan rohani setiap orang Kristen harus berdasarkan pada kebenaran Alkitab.
Roh Kudus
Roh Kudus dikirimkan untuk menjadi Penolong, yang bukan hanya menyertai setiap orang percaya, tetapi juga membimbing dan memimpin orang percaya untuk mengerti kebenaran-Nya (Yohanes 14:16; 16:14). Sejak saat orang percaya menerima Roh Kudus, demikian juga Roh Kudus akan terus menerus memelihara kehidupan di dalam jiwa orang percaya dan tidak akan menghentikan pekerjaan-Nya. Orang percaya merupakan tempat kediaman Roh, dan hanya dengan pimpinan Roh setiap hari orang percaya dapat berjalan sebagai anak-anak Allah.
Gereja sebagai Tubuh Kristus
Perlu kita ketahui bahwa Tuhan menciptakan manusia sebagai umat bukan hanya sebagai pribadi-pribadi yang percaya kepada-Nya. Paulus menggambarkan Gereja seperti halnya satu bangunan, satu bait Allah. Kristus adalah batu penjurunya. Di dalam Kristus, "seluruh bangunan dirangkai menjadi satu dan didirikan sebagai bait Tuhan yang Kudus" (Efesus 2:21). Melalui persekutuan dan sakramen Perjamuan Kudus yang menyertainya, orang-orang percaya, yang adalah anggota-anggota Tubuh Kristus, dikuatkan dan dimampukan untuk saling membantu dalam mengatasi kesulitan hidup di dunia ini. Dengan demikian, maka umat Tuhan menjadi kesaksian sebagai bau yang harum bagi kerajaan-Nya di dunia (Efesus 4:16; Galatia 6:2).
Keluarga
Keluarga adalah tempat anak-anak Tuhan secara jasmani dilahirkan dan dibesarkan. Di dalam keluarga merupakan tempat untuk bertumbuh, menyangkut tubuh, akal budi, hubungan sosial, kasih dan rohani. Manusia diciptakan menurut gambar Allah sehingga mempunyai potensi untuk bertumbuh. Keluarga merupakan tempat memberi energi, perhatian, komitmen, kasih dan lingkungan yang kondusif untuk bertumbuh dalam segala hal ke arah Yesus Kristus. Melalui keluarga Kristen inilah Allah memberikan tanggung jawab kepada orang tua untuk mendidik dan membesarkan mereka dalam takut akan Allah dan mencintai firman Tuhan (Ulangan 6, Kisah Para Rasul 16:31). Karakter, tata nilai, dan cara beriman muncul dan berkembang dari keluarga dimana sesorang dibesarkan dan bertumbuh. Selain itu betapa pentingnya kehidupan keluarga yang baik, yang sesuai dengan prinsip Alkitab (2 Timotius 3:16-17). Syarat ini diperlukan untuk membentuk generasi yang berkarakter mulia sesuai dengan kehendak Allah. Kehidupan orang Kristen memiliki tujuan yang jelas, yaitu hidup untuk memuliakan Tuhan (Roma 11:36)
Tujuan hidup orang Kristen jauh lebih besar dari pada prestasi pribadi, karir, ambisi, ketenangan pikiran, bahkan lebih besar dari sekadar tujuan keluarga. Orang percaya dilahirkan oleh tujuan-Nya dan untuk tujuan-Nya." Jika kita ingin mengetahui tujuan yang Allah tetapkan bagi manusia dan khususnya bagi orang Kristen, maka kita harus melihat apa yang Tuhan tuliskan di dalam Kitab Suci. Tidak ada hal lain yang lebih memuaskan dan membahagiakan orang Kristen selain mengetahui bahwa ia memiliki hak istimewa untuk menjadi rekan sekerja Allah dan memuliakan nama-Nya.
Sarana Pembentukan Rohani Kristen: Disiplin Rohani
Bagaimana memulai suatu pembentukan hidup rohani yang benar? Seperti sudah disinggung di atas, pembentukan hidup rohani seorang Kristen dimulai dari kehendak Allah agar tujuan hidup manusia yang sudah dilahirkan baru ini tidak lagi untuk dirinya sendiri melainkan untuk Kristus (Galatia 2:20). Tujuan dan arah hidupnya telah berubah, namun hal ini tidak terjadi secara otomatis dan dengan sendirinya. Untuk mencapainya tidak bisa dilakukan dengan menunggu, tetapi dengan mengejarnya.
Ada tiga katalisator yang bisa dipakai untuk mengejar agar pembentukan rohani ini berhasil dilakukan. Katalisator pertama, adalah manusia lain; "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya." (Amsal 27:17). Katalisator kedua, adalah lingkungan; "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Katalisator ketiga, adalah disiplin rohani; "Latihlah dirimu beribadah" (1 Timotius 4:7b, 8). Katalisator pertama dan kedua adalah di luar kontrol kita, namun katalisator ketiga, adalah sesuatu yang ada di bawah kontrol diri kita sendiri. Karena itu marilah kita secara khusus membahas aspek penting tentang disiplin rohani ini untuk menjadi sarana pertumbuhan hidup orang Kristen.
Pengertian "Disiplin Rohani"
Kata "disiplin" dalam bahasa Yunani adalah "gymnasia" (bahasa Inggris: gymnasium atau gymnastics, yang artinya latihan). Mengapa pembentukan rohani memerlukan latihan? "Latihan jasmani membuat badan kuat, latihan rohani membuat kita saleh". Latihan pada dasarnya adalah pekerjaan yang melelahkan dan membosankan karena harus dilakukan berulang-ulang. Kecuali jika dilakukan untuk suatu tujuan yang jelas, maka sebagian besar orang tidak ingin melakukan latihan. Misalnya, salam latihan olah raga, setiap atlet rela untuk melakukan latihan berat (yang mungkin tidak disukainya) untuk mencapai tujuan menjadi juara. Demikian juga dengan orang Kristen, ia rela melakukan sesuatu yang bukan naturnya (sebagai manusia berdosa), agar ia bisa mendapatkan apa yang menjadi tujuan hidupnya, yaitu menjadi saleh dan serupa dengan Kristus.
Untuk menjamin agar disiplin rohani ini memberi dampak yang efektif maka disiplin rohani harus dilaksanakan secara rutin dan dengan kesungguhan untuk tekun melaksanakannya. Tujuan melakukan disiplin rohani adalah supaya manusia lama kita perlahan-lahan (tetapi pasti) hilang kuasanya dan manusia baru yang telah diselamatkan di dalam Kristus dapat terus menerus dibangun dengan kuat sehingga menjadi semakin serupa dengan Kristus.
Rutinitas melaksanakan disiplin rohani penting, tetapi perlu diingat bahwa rutinitas yang akhirnya hanya menjadi kegiatan belaka tidak akan memberikan pertumbuhan rohani yang diharapkan Tuhan. Mari kita terlebih dahulu melihat macam-macam disiplin rohani.
- Macam-macam Disiplin Rohani
- Macam-macam disiplin rohani yang kita kenal dalam Alkitab adalah sebagai berikut:
- Disiplin dalam belajar firman Tuhan (Bible Study)
- Disiplin dalam berkomunikasi dengan Allah (Praying)
- Disiplin dalam memiliki rasa lapar dan haus akan Tuhan (Fasting)
- Disiplin dalam menyendiri dengan Allah (Silence and Solitude)
- Disiplin dalam mencatat hari-hari bersama dengan Tuhan (Journaling)
- Disiplin dalam melayani Tuhan dan sesama (Serving)
- Disiplin dalam memberitakan Injil (Evangelism)
- Disiplin dalam menatalayani Hidup dan Berkat Tuhan (Stewardship)