Alkitab menempatkan kebenaran bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu sebagai kalimat pembukaannya. Hal ini menyatakan betapa pentingnya mengakui bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa seluruh Alkitab berisi penjelasan mengenai kebenaran yang satu ini, yakni Allah sebagai Pencipta dan Tuhan.
Taman Eden merupakan penyataan (wahyu) dari keharmonisan Allah dengan ciptaan-Nya. Dosa merupakan pemberontakan ciptaan melawan Penciptanya. Keselamatan merupakan pembebasan dari dosa dan hak ciptaan untuk dapat berdiri di hadapan Allah. Rasul Yohanes berbicara mengenai sifat yang hakiki dari aktivitas penciptaan Allah sebagai berikut: "Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan." (Yoh. 1:3)
Jika kita mengamati Kej. 1:1, kita dapat melihat bahwa aktivitas penciptaan terdiri dari dua bagian. Di satu pihak, kita melihat Seseorang yang menciptakan. Di pihak lain, kita melihat ciptaan yang Ia ciptakan. Akibatnya, kita dapat melihat garis pemisah atau pembeda antara Allah sebagai Pencipta dengan ciptaan-Nya. Kita akan menyebut hal ini sebagai "perbedaan antara Pencipta dengan ciptaan". Ini merupakan konsep yang akan diselidiki lebih jauh dan merupakan referensi yang akan selalu kita lihat kembali. Perbedaan antara Pencipta dan ciptaan-Nya ini tidak boleh kita lupakan atau kesampingkan barang sedetik pun dalam usaha mengembangkan apologetika alkitabiah.
1. Allah adalah Allah yang Tidak Bergantung atas Apa Pun (Siapa Pun)
Orang-orang Kristen pada zaman ini kadang masih berpikir bahwa Allah hanyalah gambaran dari seorang kakek tua yang duduk di atas awan sambil memerhatikan semua peristiwa menyedihkan yang terjadi di dunia ini tanpa mampu berbuat apa-apa. Karena itu, Allah sering dilihat sebagai Allah yang tidak berguna dan tidak penting bagi dunia ini, kecuali jika manusia sendiri yang memiliki kerinduan dan kebutuhan pribadi yang ingin dipenuhi oleh Allah.
Dalam pikiran kebanyakan orang, Allah tidak ada hubungannya dengan proses yang terjadi di dunia. Mereka mengatakan bahwa "Allah dibutuhkan hanya jika ada malapetaka atau masalah pribadi yang berat".
Lebih dari itu, Allah sendiri sering dimengerti sebagai Allah yang bergantung pada ciptaan-Nya. Dia merindukan sesuatu terjadi di tengah dunia ini, namun yang Ia dapatkan adalah sebaliknya, yang tidak Ia
duga, karena kepandaian tingkah manusia. Pikiran-pikiran demikian, yang jauh dari gambaran firman Tuhan, juga tumbuh di gereja.
Allah bukanlah Allah yang tidak dapat berdiri sendiri atau seperti "ayah yang hanya bisa duduk manis"; padahal Ia adalah Pencipta yang Mahakuasa serta terus-menerus terlibat dan bertanggung jawab atas ciptaan-Nya. Roma 11:36 berbicara mengenai hal ini "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!"
Pengamatan yang lebih teliti pada bagian firman Tuhan ini akan menyatakan kedalaman dari pengetahuan tentang Allah. Pertama, Paulus berkata bahwa semua ciptaan adalah "dari Dia". Ayat ini berarti Allah
menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada dan semua ciptaan tidak terjadi dengan sendirinya. Kedua, Paulus mengatakan ciptaan diciptakan "bagi Dia". Ini berarti ciptaan diciptakan untuk kemuliaan Allah dan untuk menyenangkan Allah, bukan untuk manusia atau ciptaan lain.
Penciptaan adalah "melalui Dia". Di sini, Paulus tidak berbicara mengenai awal atau akhir dari hubungan Allah dengan ciptaan-Nya. Ia berbicara mengenai Allah sebagai Pencipta yang memelihara dan menunjang keberadaan ciptaan-Nya setiap saat sampai akhir. Ciptaan dapat terus melangsungkan keberadaannya oleh karena Allah.
Inti dari kebenaran ini adalah: Sebagaimana Allah berkuasa menciptakan dari permulaan, Dia juga berkuasa memungkinkan atau mendukung ciptaan ini untuk terus ada sampai sekarang. Demikian juga Allah tidak diciptakan oleh ciptaan-Nya, Dia sekarang pun tidak didukung oleh ciptaan-Nya dalam hal apa pun juga.
"dan (Allah) juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang." (Kis. 17:25)
Sangat jelas dikatakan bahwa Allah tidak membutuhkan apa pun yang harus atau dapat dipenuhi oleh ciptaan-Nya, karena pada kenyataannya yang terjadi adalah sebaliknya, segala sesuatu yang dibutuhkan oleh ciptaan dipenuhi oleh Allah. Allah adalah Allah yang tidak bergantung atas apa pun atau siapa pun.
2. Ciptaan Bergantung pada Allah
Jika kita mengatakan bahwa Allah adalah Allah yang tidak bergantung pada apa pun (siapa pun), di lain pihak kita harus menegaskan ketergantungan ciptaan pada Allah sebagai Pencipta. Kita tahu bahwa
ketergantungan anak pada orang tua akan semakin berkurang saat mereka tumbuh menjadi dewasa. Bahkan bayi yang baru lahir pun, pada waktu yang singkat masih dapat hidup tanpa orang tuanya. Tetapi tidak demikian halnya dengan ketergantungan ciptaan kepada Allah. Ciptaan tidak dapat memisahkan keberadaannya dari Allah atau tidak dapat berdiri sendiri sedetik pun tanpa kuasa pemeliharaan Allah. Demikian kata firman Tuhan: "Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang." (Kis. 17:25)
"Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia." (Kol. 1:17)
Allah mengatur, memenuhi kebutuhan, dan memelihara segala sesuatu tanpa terkecuali. Dari yang terbesar sampai yang terkecil, setiapaspek dari ciptaan secara keseluruhan bergantung kepada Allah untuk
kelangsungan keberadaannya.
Kita harus setuju dengan John Calvin, bahwa kepercayaan pada Allah sebagai Pencipta harus disertai dengan kepercayaan bahwa Allah adalah Pengontrol sejarah. Dunia tidak dapat berlangsung dengan kekuatannya sendiri. Segala keberadaan adalah dari Allah dan melalui Allah. Karena
itu, kita harus berpikir bahwa ciptaan secara keseluruhan bergantung kepada Allah.
Kita dapat melihat dalam pelajaran yang berikutnya bahwa kesadaran akan perbedaan antara Allah yang berdiri sendiri dengan ciptaan yang bergantung pada Penciptanya merupakan hal yang membedakan antara orang-orang Kristen dengan non-Kristen. Orang Kristen berusaha melihat segala sesuatu dari sudut pandang ciptaan yang bergantung pada sang Pencipta, sedangkan orang non-Kristen mencoba untuk menyangkal ketergantungannya dari sang Pencipta.
Penyangkalan yang sangat keras atas perbedaan Pencipta dan ciptaan dari orang-orang tidak percaya akan dapat dilihat dari ketidakpercayaan mereka pada keselamatan dalam Kristus. Mereka menempatkan Allah dan ciptaan-Nya saling bergantung dan mengatakan bahwa ciptaan bergantung pada Allah hanya dalam taraf tertentu saja. Orang tidak percaya mengemukakannya dengan berbagai cara, tetapi pada intinya adalah sama -- penyangkalan akan perbedaan antara Pencipta dan ciptaan.
3. Allah Menyatakan Diri kepada Manusia
Sebagai orang Kristen, kita harus menekankan perbedaan antara Allah(Pencipta) dan ciptaan-Nya. Kita juga tidak boleh melupakan bahwaAllah telah menyatakan diri-Nya sendiri dan kehendak-Nya kepada manusia. Walaupun Allah telah mengadopsi berbagai cara untukmenyatakan diri-Nya pada waktu yang berbeda, kita akan memerhatikandua cara yang Allah pilih untuk menyatakan diri-Nya sepanjang waktu.
a. Melalui Setiap Aspek dari Ciptaan-Nya
Secara luar biasa, Allah telah membangun seluruh jaga raya ini sehingga setiap bagiannya menyatakan diri-Nya kepada manusia. Setiap elemen dari dunia, tanpa kecuali, menyatakan Allah dan kehendak-Nya kepada manusia.
"Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan
pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan
malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam." (Maz. 19:1-2)
Ciptaan dengan segala keindahan dan kemegahannya menyatakan kemegahan dan kualitas Allah dan tuntutan kebenaran yang Ia minta dari manusia. Sebagaimana yang dikatakan Paulus dalam Roma 1:20, 32: "Sebab apa yang tidak nampak daripada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan Keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih ....Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah,
yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya."
Meskipun manusia, yang telah jatuh dalam dosa, menyangkalinya dan orang-orang Kristen sering kali menemukan kesulitan untuk melihatnya, Alkitab mengajarkan secara jelas bahwa Allah telah menyatakan diri-Nya dalam setiap aspek ciptaan dan semua manusia, bahkan rupa manusia sendiri menyatakan semua itu. Penyataan Allah ini tidak dapat dihindari atau disangkali. Kita tidak dapat mengetahui satu aspek dari ciptaan tanpa memikirkanPenciptanya. "Langit memberitakan keadilan-Nya, dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya." (Maz. 97:6)
Contohnya, tidaklah cukup untuk mengetahui bahwa sapi makan rumput. Pengertian yang benar akan sapi dan rumput akan menyatakan kuasa pemeliharaan Allah serta tanggung jawab manusia untuk menaklukkan ciptaan yang lain bagi kemuliaan Allah (lihat Kej. 1:28). Jarak terdekat antara bumi dan salah satu bintang akan dapat dimengerti hanya dengan kesadaran terhadap penyataan Allah. Begitu besarnya jarak tahun cahaya semata-mata merupakan pekerjaan tangan Allah dan memerlihatkan kepada manusia akan kebutuhan mereka untuk merendahkan diri di hadapan Allah dan bersyukur atas anugerah-Nya (lihat Maz. 8:1-5).
Sebagaimana ciptaan tidak dapat terpisah dari Allah, ciptaan tidak dapat berdiam diri mengenai keberadaan Allah. Semakin seseorang mengerti tentang fakta-fakta dari jagat raya ini, semakin kita
menyadari bahwa semua itu menyatakan Allah dan kehendak-Nya.
b. Melalui Penyataan Khusus Allah
Dalam banyak hal, Allah selalu membarengi penyataan-Nya akan ciptaan dengan penyataan-Nya secara khusus mengenai diri-Nya. Di taman Eden, Allah berbicara dengan suara-Nya kepada Adam mengenai pohon pengetahuan yang baik dan jahat. Kepada para patriakh (Abraham, Musa, dll.), Allah menyatakan diri-Nya melalui mimpi-mimpi dan penglihatan-penglihatan. Kepada Musa, Allah berbicara di semak duri
yang menyala dan di atas kitab batu. Kepada para rasul, Ia berbicara melalui kehidupan dan perkataan Tuhan Yesus, Putra-Nya. Pada masa kini, Allah berbicara melalui Alkitab sebagai firman Tuhan yang telah diinspirasikan oleh Roh Kudus.
Penggunaan beberapa aspek tertentu dari ciptaan untuk menyatakan wahyu dimaksudkan untuk menambahkan kualitas pewahyuan dari ciptaan yang lain. Sebelum dosa masuk ke dalam dunia, ketaatan manusia diuji dengan wahyu khusus. Setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa, penyataan secara khusus memunyai dua maksud, yakni untuk memerlihatkan jalan keselamatan melalui Kristus dan untuk menolong manusia mengerti lebih baik tentang penyataan akan Allah dan kehendak-Nya dalam aspek-aspek ciptaan lain.
Dosa telah menempatkan manusia di bawah penghakiman dan membutakan kesadaran manusia terhadap penyataan Allah melalui semua ciptaan. Akibatnya, firman Allah berfungsi sebagai alat di mana melaluinya manusia mengerti akan dirinya sendiri, dunia, dan Allah.
"Segala tulisan yang diilhamkan Allah, memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik." (2 Tim. 3:16, 17)
Penyataan (wahyu) Allah melalui firman Tuhan diberikan kepada kita untuk memimpin kita kepada pengetahuan yang benar. Penyataan Allah melalui semua ciptaan dan firman Tuhan tidak menghapuskan kepastian perbedaan antara Pencipta dan ciptaan. Sebagaimana kita ketahui, semua bentuk penyataan Allah pada manusia justru menunjukkan perbedaan atau pemisahan yang harus diakui oleh manusia.
B. Ketergantungan Manusia kepada Allah
Pemazmur mengingat kedudukan kita sebagai manusia dengan perkataan ini: "Ketahuilah, bahwa Tuhanlah Allah: Dialah vang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya." (Maz.100:3)
Manusia tidak lebih dan tidak kurang dalam hal ketergantungannya pada Allah dibandingkan ciptaan Allah yang lain; keduanya adalah ciptaan Allah yang perlu Ia dukung. Manusia merupakan mahkota dari aktivitas penciptaan Allah, tetapi ia tetap merupakan makhluk ciptaan dan akan kembali kepada debu nantinya (Kej.2:7).
"Di dalam Dia kita hidup dan bergerak." (Kis. 17:28). Karena itu, bila terpisah dari Allah, kita bukanlah apa-apa. Segala sesuatu yang dimiliki manusia merupakan pemberian Allah. Layaknya ciptaan lain, bila Allah lepas tangan atas kita, kita akan berhenti dari keberadaan kita karena kita ada semata-mata hanya karena kehendak-Nya.
Ketergantungan manusia secara mutlak pada Allah memunyai banyak implikasi, namun ada dua aspek dari kebutuhan kita akan Allah yang secara khusus penting untuk pekerjaan apologetika selanjutnya.
1. Ketergantungan Pengetahuan Manusia
Perbedaan antara Pencipta dan ciptaan memengaruhi pandangan iman Kristen akan kemampuan manusia untuk mengetahui dirinya sendiri, dunia di sekelilingnya, dan Allah. Dalam pelajaran berikut ini, kita akan memerhatikan diri kita sendiri dalam hal pengetahuan, khususnya setelah dicemari oleh dosa.
Jika manusia secara mutlak bergantung pada Allah, maka demikian juga dalam hal pengetahuan. Pengetahuan Allah akan diri-Nya dan ciptaan adalah berdiri sendiri, namun pengetahuan manusia tidak. Pemazmur mengatakan: "Sebab pada-Mu ada sumber hayat, di dalam terang-Mu kami melihat terang." (Maz. 36:10)
Lepas dari pengetahuan Allah melalui penyataan-Nya dalam ciptaan dan firman Tuhan, kita tidak akan pernah mengerti pengetahuan apa pun. Allah mengetahui segala sesuatu, karena itu kita bergantung pada
pengetahuan-Nya untuk dapat mengetahui sesuatu. Setiap pengertian yang benar yang telah manusia dapatkan, baik secara sadar atau tidak sadar, semua itu didapatkan dari Allah. Hal ini berlaku bagi manusia pertama dan semua orang sampai sekarang. Tuhan Yesus sendiri mengakuinya: "Kata Yesus kepadanya: Akulah jalan dan kebenaran dan hidup." (Yoh. 14:6)
Rasul Paulus menegaskan hal ini dengan mengatakan: "sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan." (Kol. 2:3)
Segala sesuatu yang dapat dinyatakan sebagai kebenaran, termasuk kebenaran yang tidak secara langsung berkenaan dengan agama atau kerohanian, bersumber dari Allah. Manusia hanya dapat mengetahuinya apabila manusia datang kepada penyataan Allah akan diri-Nya sebagai sumber kebenaran. Oleh karena Allahlah yang mengajarkan kepada manusia akan segala pengetahuan (Maz. 94:10).
Kita akan melihat kemudian bahwa ketergantungan manusia pada Allah dalam ruang lingkup pengetahuan tidaklah berarti bahwa manusia tidak memiliki kemampuan untuk berpikir dan mengasah pikirannya. Juga tidak berarti bahwa manusia diprogram oleh Allah seperti halnya sebuah komputer dalam memproses pengumpulan data sehingga komputer mengetahui sesuatu. Manusia memang memunyai kemampuan untuk dapat berpikir, namun pengetahuan yang benar bergantung pada pengetahuan dari Allah yang telah dinyatakan pada manusia.
2. Ketergantungan Moralitas Manusia
Sebagaimana halnya manusia harus bergantung pada Allah untuk pengetahuan secara umum, demikian juga halnya dengan petunjuk dalam moralitas. Pada saat nilai-nilai dan tujuan-tujuan tradisi dipertanyakan, kita dipaksa untuk memikirkan bagaimana manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, atau yang baik dan yang jahat.
Salah satu cara untuk menemukan jawaban atas berbagai pertanyaan kita harus sekali lagi kembali pada pengakuan akan perbedaan antara Pencipta dengan ciptaan. Sebagai Pencipta, sejak semula Allah adalah
Pemberi hukum yang berdiri di atas hukum-Nya dan yang mengharapkan ketaatan dari makhluk ciptaan-Nya.
Pada saat Allah berkata, "Ini adalah baik," Ia menyatakan diri-Nya sebagai satu-satunya Hakim yang benar yang dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat. Dia juga mengaplikasikan hak itu bagi diri-Nya sendiri sampai sekarang. Kepada Adam dan Hawa, Ia berkata, "tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya ...." (Kej. 2:17). Kepada Musa, Ia menyatakan, "Aku adalah Tuhan Allahmu ... dan jangan ada allah lain di hadapan-Ku." (Kel. 20:2, 3). Mengenai Yesus, Allah mengatakan, "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi dan kepada-Nyalah Aku berkenan; dengarkanlah Dia." (Mat. 17:5) Tidak akan pernah ada sidang pengadilan yang dapat menghakimi Allah; karena Ia adalah Hakim yang tertinggi. Oleh karena itu, penyataan-Nya mengenai moralitas berlaku bagi semua orang, dan apabila kita ingin mengetahui mengenai hal yang baik dan yang jahat, kita harus ingat akan ketergantungan kita pada Allah.