Dictionary mendefinisikan kemarahan sebagai “perasaan
ketidaksenangan yang kuat dan biasanya bermusuhan.” Sebagian kata PL ini sama
dengan kata yang digunakan untuk lubang hidung, atau nafas yang berat. Ada 2
kata utama dalam PB, satu menunjuk pada nafsu yang tersebur keluar, dan yang
lain rangkaian pikiran yang tetap. Tuhan tidak senang dengan keduanya. Dia
menyuruh kita untuk menyingkirkan keduanya. “Segala, kegeraman, kemarahan, hendaklah dibuang dari antara kamu,” (Efesus 4:31; bnd
Kolose 3:8).
Tapi yang aneh adalah Tuhan menyuruh kita dalam konteks yang sama untuk marah. “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu” (Ephesians 4:26). Kata ini dalam Yunaninya harus ditaati, bukannya “Dalam kemarahanmu jangan berdosa” atau “saat marah jangan berdosa” seperti kebanyakan diterjemahkan, tapi secara literal “Marahlah” Tuhan marah tentang beberapa hal, dan orang Kristen juga harus begitu.
Yesus memberikan teladan. Ada seorang yang membutuhkan disinagoge.
Dia memiliki tangan yang lumpuh yang Yesus bisa sembuhkan. Orang Farisi
mengawasi Yesus, berharap Dia akan menyembuhkan orang itu agar mereka bisa
menuduh Dia melanggar hari Sabat. “Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan
dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka lalu Ia berkata kepada
orang itu: Ulurkanlah tanganmu! Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya
itu” (Mark 3:5). Yesus marah terhadap
kemunafikan yang membuat aturan agama lebih penting daripada menunjukan belas
kasih kepada orang yang membutuhkan. Jadi Dia melakukan hal kasih, peduli dan
menyembuhkan orang itu, walau itu bertentangan dengan aturan mereka.
Ketidakpedulian, tidak peka seperti itu yang menyamar jadi rohani seharusnya
membuat kita marah, seperti kejahatan dan ketidakadilan. Itu kemarahan Tuhan
yang baik dan benar.
Apa perbedaannya, antara kemarahan yang benar dan berdosa? Kita
mengusulkan beberapa perbedaan.
- Pertama kita perlu ketahui disatu sisi, kemarahan yang benar pasti tidak egois sementara kemarahan yang berdosa itu egois. Itu muncul saat keinginan, kebutuhan atau ambisi kita tidak berjalan, saat permintaan kita tidak dipenuhi, saat harapan kita tidak tercapai, saat keberadaan kita terancam, saat harga diri kita diserang, atau saat kita malu, diremehkan atau tidak nyaman. “Kenapa dia tidak melakukan apa yang saya perintahkan?” “Kenapa dia tidak membersihkan kekotoran yang dia lakukan saat selesai?” Itu semua tidak menyenangkan bagi kita.
- Perbedaan kedua adalah kemaraha yang benar selalu terkontrol sedangkan kemarahan berdosa sering tidak terkontrol. Itu menyebabkan kita mengatakan dan melakukan hal yang akan kita sesali kemudian, hal yang seharusnya tidak dikatakan atau lakukan saat terkontrol.
- Perbedaan ketiga adalah kemarahan yang benar terarah pada tindakan berdosa atau keadaan yang tidak adil sementara kemarahan berdosa sering terarah pada orang. Tuhan ingin kita membenci dosa tapi mengasihi orang berdosa, seperti yang dilakukanNya. Dan itu berarti memperlakukan orang berdosa dengan cara yang baik dan peduli. Kemarahan berdosa memukul orang.
- Perbedaan terakhir adalah kemarahan yang benar tidak dendam atau bermusuhan, dan tidak membalas. Kenyataannya, perlu tindakan positif untuk memperbaiki kesalahan dan menyembuhkan perbedaan dan perselisihan. Kemarahan berdosa, sebaliknya menabur kepedihan dan mencari permusuhan. “Dia tidak akan lolos dari hal ini.” Jadi kita membuat dia membayar. Kemarahan itu mengharuskan dia menghukum orang, dan memberi bekas luka, atau dengan diam, atau dengan gossip jahat yang kita sebarkan, atau kita mencoba memisahkan dia dengan temannya. Kemarahan berdosa ingin menyakiti, bahkan menghancurkan.
Tuhan ingin kita marah, tapi atas masalah yang tepat, diwaktu dan
cara yang benar. Dia ingin kita menyingkirkan semua kemarahan yang berdosa.
Jika kita jujur, kita mau mengakui setidaknya kurang dari 2 persen dari
kemarahan kita adalah kemarahan yang benar, sementara yang 98 persen adalah
kemarahan yang berdosa. Itu adalah kemarahan berdosa yang akan kita bahas dalam
bab ini … perasaan berdosa, egois, benci terhadap orang yang tidak menyenangkan
bagi kita.
Cara mengatasi kemarahan
Ada
beberapa cara berbahaya dalam mengatasi kemarahan. Kita sudah menyebut ekspresi
yang tak terkendali dan kehancurannya. Tapi ada yang lain. Salah satu yang
paling umum adalah dengan menyangkalinya. Kita mengatakan pada diri kita bahwa
orang Kristen tidak seharusnya marah. Saya seorang Kristen, jadi sudah alami
kalau saya tidak marah. Saya prihatin, kecewa, terluka, tapi tidak marah.
Bayangan
saya bahwa sebagai orang Kristen tidak boleh marah, jadi saya menyangkalinya,
atau menekannya didalam sehingga itu memakan bagian tubuh saya, membuat saya
secara fisik sakit atau membuat saya tertekan. Saya menyimpannya sampai tekanan
begitu besat sehingga meledak keluar dengna tidak pada tempatnya sehingga
mengakitbatkan hal serius, atau saya menahannya sampai saya bisa mengarahkan
itu pada objek yang tidak berbahaya. Bos bisa memecat saya, jadi saya tidak
melawannya. Saya pulang rumah dan berteriak pada istri. Dan istri saya
berteriak pada anak-anak. Dan mereka menendang kucing kami. Dan kucing mencakar
bayi, yang sedang mengembangkan paru-parunya sehingga bisa membuat hidup lebih
sengsara bagi semua orang.
Jika
kita tidak membiarkan kemarahan kita meledak, kita bisa membiarkannya mengalir
dengan cara yang tidak disadari, seperti sering terlambat, atau membakar
makanan, atau menghindari orang, atau mencibir, atau menggoda, menjadi
sarkastik, lupa mengingatkan atau kebiasaan lain yang membuat orang lain tahu
kalau kita sedang marah pada mereka. Hal itu tidak bisa membangun. Ada cara
yang lebih baik untuk mengatur kemarahan kita. Paulus menyuruh untuk
membuangnya. Tapi bagaimana? Itulah pertanyaan yang perlu dijawab. Marilah saya
berikan beberapa usulan.
Hal
pertama yang bisa kita lakukan adalah mengakui kemarahan kita dengan jujur dan
menerima tanggung jawabnya. Itu mungkin sulit dilakukan jika kita sudah
menekannya atau menolaknya dalam hidup kita. Tapi ini penting. Belajar bertanya
pada diri sendiri “Apa yang saya rasakan saat ini? Apakah saya marah pada orang
itu atas perlakuannya? Kemudian akui itu. Bukannya “kamu membuat saya marah.”
Itu merupakan percobaan menyalahkan orang lain, dan itu tidak adil bagi mereka.
Tidak ada yang bisa membuat kita seperti itu! Mereka bertanggung jawab atas
tindakan mereka sendiri, tapi kita bertanggung jawab atas perasaan kita. Kita
memilih untuk marah. Kita memilih untuk mengampuni, bertindak baik, bicara
halus atau berkelakar. Tapi jika kita memilih untuk marah, kita harus mau
mengatakannya: “Saya merasa marah karena kamu bicara seperti itu pada saya.”
Kita tidak memberi sarkasme, merendahkan, tuduhan, hanya pernyataan yang jujur.
Kita merasa marah.
Sungguh
menakjubkan tekanan bisa dilegakan oleh pengakuan seperti itu. Tapi banyak
orang tidak pernah berpikir untuk sejujur itu. Mereka tidak pernah melihat
teladan selain dari kemaraan yang tak terkendali, sehingga mereka tidak tahu
bagaimana menjadi jujur terhadap hal itu. Paulus berkata kalau kita harus
bicara kebenaran (Efesus 4:25). Yakobus berkata kita harus mengakui kesalahan
kita kepada sesama (Yakobus 5:16). Cobalah.
Dan saat anda melakukannya, baik untuk menyatakan keinginan anda juga untuk
mengatasi kemarahan. Katakan seperti ini, “Saya tidak ingin marah dengan anda.
Saya tidak suka diri saya saat marah seperti ini. Saya ingin merasa dekat
dengan anda dan mengasihi anda.” Ini bisa memperlancar proses penyembuhan.
Usulan
kedua untuk menghilangkan kemarahan itu adalah dengan melihat sebabnya. Tuhan
ingin kita berpikir dengan baik dan seksama sebelum kita bicara. Banyak bagian
Alkitab meneguhkan hal ini (bandingkan Yakobus 1:19; Amsal 12:16; 14:29; 16:32;
19:11; 29:11). Jawabannya tidak
menghitung sampai sepuluh, tapi dipikir. Hal terbaik yang bisa terpikir mungkin
alasan dari kemarahan kita. Sebagian besar kemarahan bisa dilihat dari
kebutuhan dan keinginan kita. Dua orang psikiatris Kristen mengusulkan beberapa
sebab umum:
- Keegoisan: tuntutan egois kita tidak terpenuhi;
- Perfectionism: harapan kita yang perfecsionis tidak terpenuhi yang membuat kita marah pada diri sendiri dan orang lain;
- Kecurigaan: kita salah mengartikan motivasi atau maksud orang lain.
Kita pikir mereka mengabaikan kita,
merendahkan atau melawan kita.8 Kita ingin orang memperlakukan kita dengan
tepat dan kita marah saat mereka tidak melakukannya, jadi langkah penting untuk
mengatasi kemarahan kita adalah mengidentifikasi apa yang kita inginkan
darinya.
Apakah
perhatian, rasa hormat, pengakuan, penghargaan, pertimbangan atau kasih yang ingin
aku dapatkan? Apakah saya ingin didengar, pendapat saya dihargai, permintaan
saya dianggap penting? Apakah saya ingin dilihat sebagai orang yang bertanggung
jawab? Apakah saya ingin milik saya ditangani dengan baik? Apakah saya ingin
orang lebih memperhatikan perasaan saya, atau kenyamanan saya? Kita semua
menjadi marah karena kita mengharapkan seseorang memenuhi keinginan kita, dan
mereka gagal. Jadi identifikasi keinginan itu.
Itu
membawa kepada langkah ketiga dalam mengatasi kemarahan. Ampuni kesalahan
mereka dalam memenuhi harapan kita. Kita harus mengampuni mereka saat kita
menyadari betapa Tuhan telah mengampuni kita. Dan pengampunan bisa menghapuskan
kemarahan keluar dari hidup kita. Kemarahan sering membalas kesalahan orang
lain terhadap kita. Tapi jika kita mengampuni, kita membayarnya sendiri. Dan
karena mereka dibayar, maka tidak ada alasan untuk marah lagi.
Sebagian
dari orang Kristen bergumul dengan kemarahan karena kita memiliki pengertian
yang lemah akan anugrah Tuhan. Kita hidup dalam dunia hukum, dan kita pikir
kita harus melakukan sesuatu untuk bisa mendapat kelayakan oleh Tuhan. Jadi
kita mengharapkan yang lain untuk melakukan tuntutan perfeksionis kita sebelum
mereka mendapat penerimaan kita. Jika mereka gagal, kita pikir kita punya hak
menghukum mereka dengan kemarahan. Tuhan telah menerima dan mengampuni kita,
bukan atas dasar performance kita tapi atas dasar anugrahNya.
Saat kita mengerti betapa besar dosa kita, dan betapa hebat kasih karuniaNya, kita akan berhenti meminta bayaran dari orang lain saat mereka gagal memenuhi harapan kita. Kita akan mampu mengampuni, dan kemarahan kita akan terselesaikan. Kita akan membahas pengampunan dan tempatnya dalam hubungan kita dengan yang lain dalam bab berikut. Tapi dengan kata-kata singkat ini, kita sudah siap dengan obat pencegahan.
Langkah
keempat dalam mengatasi kemarahan kita adalah menyatakan keinginan kita secara
terbuka. Jika kita ingin sesuatu dari mereka yang dekat dengan kita, atau
merasa kita membutuhkan sesuatu dari mereka, kita seharusnya mengatakannya.
Jangan memainkan main petak umpet: “Jika kamu mengasihi aku, kamu pasti tahu
keinginanku.” Katakan dengan jelas, apapun itu. “Sayang, saya ingin pergi makan
malam ...” “Sangat penting bagi saya jika kamu meletakan baju kotor di keranjang.”
“Saya suka jika kamu menyambut saya dengan gembira saat pulang rumah. Itu
membuat hidup satu hari saya ...” “Saya ingin kamu mengatakan “Aku cinta kamu,”
atau “Aku minta maaf, aku salah,” atau “terima kasih.”
Kadang
orang gagal memenuhi keinginan kita karena mereka benar-benar tidak tahu apa
itu. Beberapa protes karena saya memberikan usulan ini pada mereka: “Tapi saya
sudah memberitahu padanya ribuan kali. Itu tidak berarti apa-apa.” Kita mungkin
telah merengek, mengeluh, dan menuduh ratusan kali. Tapi itu hanya
membangkitkan permusuhan dan penolakan. Kita perlu menjelaskan secara langsung,
tenang, baik dan kasih apa yang kita inginkan. Dan itulah perbedaannya! Coba
bicarakan itu, bagikan apa yang anda inginkan dan kenapa itu penting bagi anda.
Dan
baik bagi kita jika menjalani keseluruhan proses ini sebelum tidur—akui
kemarahanmu, lihat alasannya, ampuni kesalahan orang lain dan nyatakan
keinginanmu. Lihatlah kembali. “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu
berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu” (Ephesians
4:26). Jangan membangun permusuhan. Bicarakan hal yang membuat anda marah, dan
lakukan itu sebelum hari berakhir jika mungkin. Saat kita membiarkan itu terus
ada, itu akan tertimbun tanggung jawab sehari-hari dan menjadi cacing yang
membusukan hubungan.
Mungkin
kita harus mengingatkan anda sekali lagi bahwa saat anda mengatakan keinginan
anda, anda harus memberikan orang lain kebebasan untuk memenuhinya atau tidak.
Anda ingin kebebasa dari mereka kan? Jadi berlakukan kebebasan yang sama kepada
mereka. Tolak untuk mengurung mereka dalam harapan dan tuntutan anda,
memanipulasi mereka untuk sesuai dengan kehendak anda, atau membuat mereka
merasa bersalah jika mereka gagal. Serahkan semua harapan anda kepada Tuhan dan
biarkan Dia memberikan itu melalui mereka hal yang Dia ingin anda dapatkan. Roh
Tuhan akan menggunakan sikap itu untuk menghilangkan kemarahan dari kehidupan
anda.
Usulan
terakhir untuk mengatasi kemarahan adalah mencari pertolongan Tuhan dan orang
lain. Ini mungkin langkah terpenting dari semuanya. Bicarakan pada Tuhan
tentang kemarahan anda. Minta Dia memberikan anda kejelasan pengertian tentang
alasannya, keinginan untuk mengatasinya, kemauan untuk mengampuni orang lain
dan menyerahkan harapan anda kepadaNya. Kemudian undang orang lain untuk
mengatasinya dengan meminta mereka memberitahu anda kalau mereka merasa anda
marah. Saya minta istri saya melakukan itu, dan saya suka terkejut, dia cukup
sering melakukannya. Itu menghentikan saya. Tapi biasanya saya harus mengakui,
“Ya, saya merasa marah sekarang.” Kemudian saya minta Tuhan menolong saya
mengatasi itu, sekarang juga. Itu sangat luar biasa, saat saya ingat
melakukannya!
Kemarahan
adalah karya daging, nature dosa (lihat Galatia 5:19-20). Itu datang secara
alami. Tapi Tuhan ingin kita untuk berubah, dan Dia bisa menolong kita.
“hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging” (Galatia
5:16). Hidup dihadapan Tuhan, bergantung pada kuasaNya. Minta Dia membuat anda
peka terhadap kemarahan dan menolong anda mengatasinya. Minta pasangan anda,
anak anda dan teman anda saat mereka merasakan kemarahan ada dalam anda,
kemudian berbalik pada Tuhan untuk kuasa kemenanganNya agar kemarahan
dihilangkan dari anda, seperti perintah Tuhan.