Istilah "apologetika" sering kali disalahmengerti karena biasanya dipakai saat kita bersalah kepada seseorang dan kita merasa perlu mendatangi orang tersebut untuk meminta maaf. Namun dalam
pelajaran-pelajaran berikut, istilah ini akan dipakai secara terbatas untuk pengertian khusus.
Kata "apologetika" berasal dari bahasa Yunani "apologia". Kata ini sering dipakai dalam literatur non-Kristen dan Kristen (Perjanjian Baru). Contohnya, "The Apology of Socrates" adalah sebuah catatan pembelaan Socrates yang disajikannya dalam sidang di Athena. Justin Martyr, dalam "Apology"nya, berusaha memberikan pembelaan untuk saudara-saudara seimannya dari tuduhan orang-orang tidak percaya. Pada waktu Paulus berdiri di hadapan banyak orang di Yerusalem, ia
berkata, "Hai saudara-saudara dan bapa-bapa, dengarkanlah apa yang hendak kukatakan kepadamu sebagai pembelaan diri." (Kis. 22:1). Berapologetika, dalam hal ini berarti memberikan pembelaan; jadi "apologetika" adalah studi yang mempelajari bagaimana mengembangkan dan menggunakan pembelaan itu secara langsung.
Apologetika memang merupakan suatu bidang yang mendapatkan perhatian secara khusus dari berbagai agama dan filsafat. Tetapi dalam pelajaran-pelajaran ini, perhatian kita hanya akan ditujukan pada pembelaan kebenaran kristiani yang telah diwahyukan kepada manusia melalui firman Tuhan dalam Alkitab. Apologetika semacam ini disebut "apologetika Kristen", yakni pembelaan filsafat hidup Kristen terhadap berbagai bentuk filsafat hidup non-Kristen (Cornelius Van Til, Apologetics). Karena itu, kita tidak akan mempelajari apologetika secara umum, namun hanya apologetika yang berkaitan dengan kekristenan. Sesuai dengan analogi yang telah diberikan di atas, rumah yang akan kita bangun dalam pelajaran-pelajaran berikut ini adalah rumah apologetika Kristen.
B. Pengertian Apologetika Alkitabiah
Ketika Tuhan Yesus berbicara mengenai fondasi kokoh yang harus mendasari setiap area kehidupan kita, fondasi kokoh itu adalah firman Allah. Firman Allah adalah satu-satunya fondasi yang dapat memberikan kekuatan yang kita butuhkan untuk tetap berdiri teguh di tengah badai dosa yang dahsyat dan menghancurkan. Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah firman Allah. Merupakan pengakuan umum semua orang Kristen bahwa Alkitab adalah: "Segala tulisan yang diilhamkan Allah, memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik." (2 Tim. 3:16, 17)
Alkitab adalah penuntun berotoritas yang mutlak bagi setiap orang percaya; tanpa Alkitab, kita hanya akan menerka-nerka pikiran Allah, tetapi dengan Alkitab, semua petunjuk dan pimpinan Allah dalam setiap aspek kehidupan menjadi pasti dan jelas. Seperti pemazmur katakan:
"Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Maz.
119:105)
Tidaklah cukup kalau hanya menyebutkan Alkitab sebagai fondasi untuk berapologetika karena orang percaya yang tidak terlatih pun tahu bahwa otoritas Alkitab merupakan hal yang terpenting dalam kebutuhan pembelaan iman. Serangan terbesar dalam iman Kristen ditujukan kepada Alkitab itu sendiri. Alkitab sering kali dituduh mengandung banyak kesalahan dan hanya memunyai sedikit otoritas yang tidak berbeda dengan tulisan literatur lainnya. Karena kita harus sering membela
keyakinan bahwa Alkitab adalah firman Tuhan, hubungan apologetika dengan Alkitab kadang-kadang disalahmengerti. Sebagai firman Tuhan, Alkitab adalah fondasi di mana kita membangun pembelaan kita dan juga merupakan salah satu kepercayaan yang harus kita pertahankan. Dua
peran Alkitab ini yang kadang kita lupakan.
Ada orang-orang Kristen yang memiliki pandangan yang keliru mengenai karakter Alkitab sebagai fondasi dan cenderung membangun pembelaan mereka hanya di atas dasar hikmat dan kemampuan berpikir manusia. Firman Tuhan ditempatkan sebagai atap dari bangunan yang didukung
oleh apologetika mereka. Kesulitan untuk mendukung firman Tuhan dengan bangunan yang didasarkan pada hikmat manusia sebagai otoritas yang tertinggi, sering kali menjadi terlampau berat.
Pembangun-pembangun rumah semacam itu mungkin akan menutup mata dan mengatakan hal yang sebaliknya atau menyangkalinya, tetapi kehancuran rumah tidak dapat dihindarkan, bagaikan rumah yang dibangun di atas pasir.
Sebagai pengikut Kristus, kita harus selalu ingat untuk membangun pembelaan iman Kristen kita di atas fondasi yang kuat, yaitu Alkitab. Dengan demikian, tidak akan ada beban yang terlampau berat untuk ditunjang dan tidak akan ada angin yang terlalu kencang untuk ditahan. Apologetika harus membela Alkitab dengan ketaatan secara mutlak kepada prinsip-prinsip pembelaan dan petunjuk yang diwahyukan oleh Alkitab sendiri.
Peranan Alkitab sebagai penuntun dalam berapologetika dapat terlihat dengan jelas dalam 1 Pet. 3:15:
"Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap
sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada
tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang
pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut
dan hormat.
Pada konteks sebelumnya, Petrus menulis tentang penderitaan yang harus dihadapi orang-orang Kristen pada masa itu. Petrus tahu bahwa dalam masa penderitaan, serangan-serangan dari dunia yang berdosa sering kali dapat membuat kita lupa bahwa kita sedang melayani Kristus dan
harus tetap percaya dan taat pada-Nya. Petrus berharap para pembaca suratnya akan memberikan tanggapan yang tepat atas pertanyaan-pertanyaan yang para penganiaya mereka mungkin akan lontarkan. Karena itu, Petrus memberikan petunjuk untuk mempersiapkan diri menghadapi penderitaan itu dengan memohon supaya mereka memunyai sikap yang tepat terhadap Kristus.
Kita harus memerhatikan dengan saksama bagaimana Petrus menyusun petunjuk dalam ayat-ayat berikut ini. Pertama, Petrus berkata, "Kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan!" dan kemudian ia menambahkan, "siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab ...." Sebelum pembelaan atau jawaban diberikan, Kristus harus dikuduskan terlebih dulu sebagai Tuhan yang memerintah dan mengatur setiap segi kehidupan kita.
Perhatikanlah bahwa kita harus menguduskan Kristus sebagai Tuhan dalam hati kita. Ini tidak berarti hanya emosi saja yang harus didasarkan pada Kristus, sementara pikiran kita bebas melakukan apa yang dikehendakinya. Tidak juga berarti bahwa ke-Tuhanan Kristus harus tinggal hanya dalam hati kita yang terdalam dan tidak pernah memengaruhi jawaban-jawaban kita atas pertanyaan-pertanyaan dari dunia. Firman Tuhan mengajarkan bahwa hati adalah pusat personalitas kita, yang darinya "terpancar kehidupan" (Ams. 4:23). Hati tidak hanya memerintah emosi, tetapi juga pikiran dan setiap aspek kehidupan lainnya. Lebih dari itu, menguduskan Kristus sebagai Tuhan dalam hati kita berarti ke-Tuhanan-Nya juga akan efektif dalam semua yang kita ekspresikan, termasuk pembelaan iman kita. Karena itu, menurut Petrus, penaklukkan terhadap otoritas Kristus merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan pembelaan yang benar dan tepat. Sebagai Tuhan, Kristus akan memimpin pada saat kita melakukan pembelaan iman. Pimpinan ini datang melalui firman-Nya, dan tanpa pimpinan-Nya, segala sesuatu akan menjadi sia-sia.
Dalam pelajaran berikut, kita akan memerhatikan bagaimana membangun pembelaan untuk iman Kristen yang didasarkan pada batu karang yang teguh, yaitu Alkitab. Ada beragam buku yang mengajarkan bagaimana membela kebenaran iman Kristen. Keanekaragaman ini sering kali
membingungkan orang Kristen. Namun di tengah kebingungan ini, ada satu hal yang tetap jelas bagi kita, yaitu jangan mengadopsi cara berapologetika hanya karena orang-orang terkenal menggunakannya, atau karena ternyata banyak yang berhasil, atau karena memberikan kekuatan
kepada iman percaya kita. Jika kita rindu membangun pembelaan yang akan selalu tegak berdiri dan tidak pernah goyah dan jatuh, kita harus membangunnya di atas dasar firman Allah.
C. Kepentingan Apologetika
Mempelajari apologetika dan mengembangkan kemampuan berapologetika secara benar adalah tanggung jawab setiap orang percaya. Dari yang tertua sampai yang termuda, terkaya sampai yang termiskin, terpandai sampai yang sederhana, setiap orang yang telah percaya pada keselamatan dalam Yesus Kristus bertanggung jawab untuk mempelajari apologetika. Namun sering kali, maksud baik orang Kristen melaksanakan tanggung jawab ini gagal secara serius.
Salah satu alasan yang biasa dikemukakan untuk mengabaikan apologetika terletak pada kesalahmengertian dari apa yang Tuhan Yesus katakan dalam Mat. 10:19: "Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga."
Kesalahmengertian yang serius berkenaan dengan ayat ini, khususnya jika kita membaca terjemahan dari King James: "... give no thought how or what ye shall speak ...." ("... tidak perlu dipikirkan bagaimana atau apa yang harus kita katakan ...."). Ayat tersebut sering kali ditafsirkan bahwa kita harus bersandar mutlak pada pimpinan Roh Kudus saat membela iman kita. Karena itu, kita tidak perlu mempersiapkan diri dengan mempelajari cara berapologetika.
Lebih jauh dikatakan bahwa orang yang mempelajari apologetika malah menunjukkan bahwa ia kurang beriman dan hatinya tidak sungguh-sungguh berserah pada Allah. Penafsiran seperti ini tidak dapat dipertanggungjawabkan sebab tidak memertimbangkan pengamatan secara menyeluruh terhadap konteks dari ayat tersebut dan juga firman Tuhan secara keseluruhan.
Perlu diperhatikan bahwa Tuhan Yesus tidak mengatakan "jangan pikirkan tentang apa yang akan kamu katakan" seperti yang sering dimengerti oleh pembaca terjemahan King James. Ayat ini sebenarnya berkenaan dengan peringatan Tuhan Yesus supaya orang-orang percaya jangan cemas
dan kuatir. Pada ayat-ayat sebelumnya (Mat. 10:19), Tuhan Yesus mengatakan bahwa murid-murid-Nya akan diserahkan ke hadapan para gubernur dan raja. Kenyataan bahwa mereka akan berhadapan dengan orang-orang penting seperti itu tentu merupakan pengalaman yang sangat menggentarkan. Karena itu, Tuhan Yesus mendorong dan memberi semangat kepada para murid-Nya untuk tidak cemas dan takut. Segala ketakutan harus lenyap sebab mereka tidak akan sendiri. Tuhan Yesus mengatakan bahwa Roh Kudus dari Allah akan memberikan kepada kita kekuatan dan
hikmat saat kita membutuhkannya. Seperti apa yang rasul Paulus katakan: "Pada waktu pembelaanku yang pertama tidak seorang pun yang membantu aku ... tetapi Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku...." (2 Tim. 4:16, 17)
Sangatlah penting untuk dimengerti bahwa jaminan akan diberikannya kekuatan dari Roh Kudus tidak boleh dipakai untuk mengganti ketekunan dan kesetiaan dalam mempelajari dan mempersiapkan diri untuk berapologetika. Contoh lain, meski kita dianjurkan untuk tidak kuatir
akan makanan dan pakaian (lihat Mat. 6:25, dst.), kita tetap diminta berjerih payah bekerja untuk mendapatkannya. Demikian juga halnya dengan berapologetika, kita harus memenuhi tanggung jawab kita untuk mempersiapkan diri.
Petrus menulis bahwa kita harus "selalu bersiap sedia (sudah mempersiapkan diri) untuk memberikan jawaban" (1 Pet. 3:15). Karena itu, mereka yang mengabaikan hal ini berarti tidak taat secara mutlak
kepada ke-Tuhanan Kristus dan tidak bergantung pada Roh Kudus, sebab ketaatan dan penyerahan yang sungguh-sungguh akan dinyatakan dengan mempelajari apologetika secara serius.
Alasan lain yang sering dipakai untuk mengabaikan apologetika adalah alasan bahwa pembelaan iman merupakan pekerjaan mereka yang terlatih (seperti pendeta atau sarjana teologi), bukan tugas orang Kristen awam. Dosen teologi dan pendeta diharapkan dapat memberikan jawaban secara sistematis, sebab apologetika bersifat terlalu filosofis, abstrak, dan tidak praktis bagi kaum awam. Oleh karena itu, banyak orang Kristen yang berpikir bahwa tugas mereka hanyalah mengabarkan Injil. Dan kalau ada pertanyaan mengenai kredibilitas iman Kristen, mereka akan membawa orang itu kepada pendeta, yang dianggap sebagai "tenaga ahli".
Memang benar bahwa dosen teologi dan pendeta memunyai tanggung jawab yang lebih berat dalam berapologetika daripada kebanyakan kaum awam, namun ini tidak berarti berapologetika adalah tanggung jawab pendeta dan dosen saja. Setiap orang percaya bertanggung jawab untuk dapat
berapologetika. Ayat yang telah kita pelajari mengatakan bahwa tidak ada pengecualian bagi orang Kristen dalam berapologetika (1 Pet. 3:15). Setiap orang harus siap untuk menderita bagi Kristus dan
memberikan jawaban serta pembelaan atas pengharapan mereka di dalam Kristus.
Lebih dari itu, Paulus secara jelas menyatakan bahwa setiap orang percaya harus menjadi pembela iman. Sebagai rasul, Paulus secara khusus "dipilih untuk menjadi pembela Injil" (Flp. 1:16). Tetapi
Paulus mengerti bahwa pekerjaan berapologetika bukan hanya tanggung jawabnya sendiri. Karena itu, ia berkata pada orang-orang Filipi:
"Memang sudahlah sepatutnya aku berpikir demikian akan kamu semua,
sebab kamu ada di dalam hatiku, oleh karena kamu semua turut
mendapat bagian dalam kasih karunia yang diberikan kepadaku, baik
pada waktu aku dipenjarakan, maupun pada waktu aku membela dan
meneguhkan Berita Injil." (Flp. 1:7)
Paulus dipenjara karena berkhotbah mengenai Injil, tetapi orang-orang Kristen di Filipi tidak meninggalkannya. Mereka mengirimkan pemberian-pemberian yang disampaikan oleh wakil gereja mereka. Malahan, mereka sangat terlibat dengan pelayanan Paulus sehingga mereka juga "mengalami hal yang sama" (Flp. 1:30) seperti Paulus. Salah satu yang mereka alami dijelaskan sebagai "pembelaan dan pengukuhan dari Injil" (Flp. 1:7). Orang-orang Filipi dihargai dan dipuji karena mereka membela iman Kristen dengan serius. Demikian pula setiap orang yang membela iman Kristennya akan dihargai dan dipuji oleh Allah.
Kepentingan apologetika dapat dilihat dari berbagai segi lain. Kemampuan untuk memertahankan kepercayaan kita akan membuat penginjilan lebih efektif. Kita tidak perlu takut mengemukakan masalah kekristenan di antara kawan-kawan dan tetangga kita bila kita mampu memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka. Kita tidak perlu takut menghadapi orang tidak percaya dari kalangan intelektual bila kita mampu memertahankan iman kepercayaan kita. Semangat penginjilan akan bertambah dengan memelajari apologetika. Lebih dari itu, keraguan orang yang mendengar Injil sering kali menjadi sirna setelah mendengar jawaban yang benar atas pertanyaan dari keraguan mereka.
Selain itu, apologetika alkitabiah dapat menguatkan iman orang-orang percaya. Banyak orang Kristen yang terkena wabah keragu-raguan. Keraguan ini sering menjadi penyebab orang percaya kehilangan
kemampuannya melayani Kristus. Apologetika memampukan orang percaya mengatasi berbagai macam pencobaan, seperti jatuh dalam ketidaksetiaan yang mungkin akan dialami. Kemampuan ini juga akan memungkinkan mereka kreatif dalam pelayanan.
Bagi orang Kristen yang belum pernah mengalami keraguan, mempelajari apologetika secara sungguh-sungguh akan membuatnya semakin bertambah yakin dan bersemangat untuk lebih taat menjadi anak Tuhan. Apologetika adalah subjek yang sangat penting, yang seharusnya menjadi perhatian semua orang percaya.
Dalam pelajaran yang berikut, kita akan membangun satu bata demi satu bata dari rumah apologetika yang sangat penting ini. Rumah ini akan dibangun secara kokoh atas dasar firman Tuhan. Satu pengharapan kami adalah orang percaya akan diperlengkapi untuk lebih baik lagi melayani Tuhan dan untuk membangun kerajaan-Nya dengan ketaatan pada-Nya. Serta secara efektif dapat memenangkan jiwa-jiwa yang terhilang.